Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 11:18 WIB | Jumat, 03 Juni 2016

Pengelolaan Energi Masalah Lintas Sektoral, Tak Hanya Milik ESDM

 Pengelolaan Energi Masalah Lintas Sektoral, Tak Hanya Milik ESDM
Elisabeth Nogo Keraf beberapa saat setelah acara Lunch With Journalist, hari Kamis (2/6). (Foto: Kopernik Indonesia).
 Pengelolaan Energi Masalah Lintas Sektoral, Tak Hanya Milik ESDM
Dari kiri ke kanan: Asisten Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati, Ibu Inspirasi dari Yayasan Kopernik, Elisabeth Nogo Keraf atau yang biasa disapa Mama Elis, dan Associate Program Kopernik area Flores Timur, Dimas Fauzi dalam Lunch With Journalist, hari Kamis (2/6) di Restoran Laconda, Jl. Jend Sudirman Jakarta. (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengelolaan energi di Indonesia saat ini diperlukan mengingat energi fosil yang ada di seluruh dunia terbatas jumlahnya, sama seperti di Indonesia, pengelolaan tidak dapat hanya kementerian yang ditunjuk oleh presiden namun juga dilakukan oleh berbagai pihak yang memungkinkan melakukan program terkait dengan energi.

“Dalam perspektif gender, perempuan dapat memberi andil bagi Indonesia dalam mengelola energi,” kata Asisten Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati, dalam dalam bincang-bincang dengan sejumlah media pada Lunch With Journalist, hari Kamis (2/6) di Restoran Laconda, Jl. Jend Sudirman Jakarta.

Dalam perspektif gender, Ratna menambahkan, pembangunan di Indonesia harus dikerjakan bersama-sama laki-laki dan perempuan. “Termasuk mengelola energi yang  bermanfaat bagi Indonesia dan dapat dirasakan manfaatnya bagi orang banyak,” kata Ratna.

Ratna mendasari ucapannya tentang penglolaan energi dari Undang Undang Nomor 3 Tahun 2007  tentang Energi. "Saya rasa dari undang-undang itu dalam pasal-pasalnya semua orang didorong berpartisipasi dalam pengelolaan energi dan dalam pemanfaatan energi harus menunjukkan adanya asas keadilan, efisiensi keberlanjutan dan pemanfaatan masyarakat," kata Ratna.   

Ratna mengatakan saat ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memiliki beberapa perangkat hukum dalam membuat berbagai program guna mencapai kesetaraan gender di Indonesia  antara lain Undang Undang (UU) Nomor  7 Tahun 1984 tentang ratifikasi CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) atau Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

Kemudian ada Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015  tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 67  Tahun 2011 tentang Pedoman Implementasi Pengarusutamaan Gender di Daerah.

Surat Edaran Bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. 270/M.PPN/11/2012,  Kementerian Keuangan No. SE-33/MK.02/2012, Kementerian Dalam Negeri No. 50/4379A/SJ/2012 dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No.46/MPP.PA/11/2012 tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender.

Ratna menjelaskan melalui Inpres No. 9 Tahun 2000 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menciptakan kebijakan yang responsif gender.

Inpres tersebut, kata Ratna, merupakan salah satu elemen bagi kementeriannya untuk merangkul dan memberdayakan perempuan dalam berbagai sektor, termasuk dalam menggalang kerja sama dengan direktorat di kementerian/lembaga (K/L) lain di Indonesia.

“Karena dari semua K/L (kementerian/lembaga, red) yang ada    ada peran-peran yang bisa dikerjakan bersama dan dianggap sebagai kekuatan pembangunan,” kata Ratna.

Beberapa waktu lalu, Ratna memberi contoh, dia bertemu dengan pihak Kementerian ESDM untuk membantu sosialisasi program Kementerian ESDM “Indonesia Terang” di berbagai kota di Indonesia.

“Beberapa waktu lalu, kami mengadakan pertemuan dengan bu Maritje (Maritje Hutapea, Direktur Aneka Energi   Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, red) nantinya kami akan menyusun langkah-langkah konkret tentang energi dan melibatkan  masyarakat tanpa mengesampingkan  kearifan lokal,” Ratna menambahkan.

Ratna menambahkan Program “Indonesia Terang” lewat pemberdayaan perempuan masih akan disosialisasikan lagi.  “Mungkin sama dengan memberdayakan ekonomi perempuan di banyak wilayah di negara kita, agar mendorong pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita (Indonesia, red) agar kita jangan menempati peringkat di luar 100 besar,” kata Ratna.

Dia menambahkan Program  Indonesia Terang itu  hanya dari satu kementerian, dan harus ada dukungan dunia usaha dan masyarakat dalam skala luas.

“Karena semangat di balik mewujudkan Indonesia terang ini akan membawa dampak luar biasa, artinya akan ada akses untuk penerangan yang disosialisasikan oleh perempuan,” kata Ratna.

Menurut esdm.go.id, Program Indonesia Terang adalah  program dari Kementerian  ESDM dalam rangka memenuhi target peningkatan rasio elektrifikasi nasional dari 85 persen pada tahun 2015 menjadi 97 persen di tahun 2019. PIT juga menjadi bagian dari target pemerintah menyediakan akses penerangan bagi masyarakat Indonesia secara merata melalui pembangunan pembangkit 35.000 MW.

Apresiasi Kegigihan Mama Elis

Dalam kesempatan yang sama, Ratna memberi acungan jempol bagi kegigihan  Ibu Inspirasi dari Yayasan Kopernik, Elisabeth Nogo Keraf atau yang biasa disapa Mama Elis  karena tanpa kenal lelah memasarkan produk-produk Teknologi Tepat Guna dari Yayasan Kopernik bagi masyarakat di sekitar tempat tinggalnya di Desa Beuratan, Pulau Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Langkah yang dilakukan Mama Elis (Elisabeth Nogo Keraf, red) adalah langkah pemberdayaan ekonomi, langkah itu berhubungan dengan energi, dan mungkin detik ini di saat ini banyak perempuan lain di Indonesia yang melakukan langkah positif bersama,” kata Ratna.

Ratna menyoroti bahwa dari Provinsi NTT ada produk tenun dengan corak khas yang merupakan wujud dari kearifan lokal dan  produk tersebut sudah harus dikawal agar mendapat hak cipta dari organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa yang mewadahi pendidikan dan kebudayaan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).

“Karena produk dengan pendekatan kearifan lokal seperti tenun  ini motifnya bahkan milik keluarga kan, istilahnya sudah turun temurun,” kata Ratna.

Ratna menjelaskan dalam upaya mewadahi pemberdayaan ekonomi perempuan yang berbasis kepada kearifan lokal,  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah meneken Memorandum Of Understanding (MoU) dengan 12 kepala daerah di Indonesia yang propinsinya dianggap pemerintah pusat dapat mejadi projek percontohan (pilot project) bahwa perempuan tidak mudah  menyerah apabila ada goncangan ekonomi.

“Kita merasa perlu membuat kerja sama tersebut karena di masa kini kalau berbicara industri perumahan apalagi usaha mikro maka 80 persen saat ini dimiliki dan dikerjakan perempuan,” kata Ratna.

Dalam kesempatan yang sama Associate Program Kopernik area Flores Timur, Dimas Fauzi menjelaskan Kopernik adalah lembaga swadaya masyarakat yang menghubungkan teknologi tepat guna dengan wilayah di Indonesia yang saat ini masih memiliki akses terbatas dalam berbagai bidang.

“Tujuan Kopernik adalah mengurangi kemiskinan dalam masyarakat,” kata Dimas.

Dimas menambahkan kegiatan yang dilakukan Kopernik yakni kegiatan yang melibatkan perempuan, sehingga  disebut Ibu Inspirasi. “Perempuan merupakan pengambil keputusan dalam rumah tangga yang dapat menjadi agen perubahan,” kata Dimas.

Dimas menjelaskan Kopernik adalah lembaga yang mendistribusikan teknologi yang dibutuhkan oleh daerah terpencil di Indonesia, seperti lampu tenaga surya, kompor biomas dan saringan air. “Ibu Inspirasi, salah satunya adalah Mama Elis, berperan mensosialisasikan teknologi tersebut pada masyarakat sekitar,” kata Dimas.

Dimas menyebut sejak 2011 Kopernik telah bekerja sama dengan lebih dari 400 Ibu Inspirasi di berbagai lokasi di Indonesia seperti Kabupaten Aceh Utara (Provinsi Aceh), Kabupaten Tuban dan Bojonegoro (Provinsi Jawa Timur), Kabupaten Lombok Timur (Provinsi Nusa Tenggara Barat), Kabupaten Timor Barat, Flores, dan Pulau Sumba (Provinsi Nusa Tenggara Timur).

Hingga saat ini, kata dia, Kopernik telah melibatkan 400 Ibu Inspirasi mulai dari Aceh hingga Nusa Tenggara Timur. Program ini telah mendistribusikan lebih dari 16.000 teknologi energi bersih kepada 5.260 keluarga di Indonesia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home