Loading...
INSPIRASI
Penulis: Endang Hoyaranda 01:00 WIB | Senin, 28 Maret 2016

Pengorbanan Itu....

Tampak tidak realistis, tetapi sungguh nyata.
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – Sulit dimengerti, terutama pada zaman seperti sekarang ini—ketika hak individu demikian diperjuangkan, ketika orang bicara nyawa ganti nyawa, ketika manusia selalu mengutamakan ”what’s in it for me, apa untungnya buat saya—masih terdengar ada pengorbanan seseorang bagi temannya, bahkan mengorbankan nyawa. Mana mungkin?

Di sebuah ibadah, sebelum menyampaikan khotbah, Sang Pendeta berjalan menuju mimbar dan menyampaikan bahwa ia ingin memperkenalkan seorang teman masa kecil dan meminta orang itu untuk berbagi. Naiklah seorang tua yang kemudian mulai bercerita: ”Seorang Ayah, Anaknya, dan Teman Anaknya, pergi berlayar di Samudera Pasifik. Tiba tiba badai menyerang dan ombak yang luar biasa besar menghantam mereka.Tidak ada kemungkinan kembali bagi mereka bertiga. Sekalipun sang Ayah adalah seorang pelayar berpengalaman, ia tak berhasil mempertahankan kapal untuk tidak terjungkir, dan ketiganya pun terlempar ke dalam laut saat perahu terbalik.”

Orang tua itu berhenti sejenak, dan melihat dua anak muda yang memperhatikannya dengan wajah tegang seakan menunggu apa yang akan terjadi kemudian. ”Sang Ayah,” ia melanjutkan ceritanya, ”menangkap sebuah tali dan dalam hitungan detik harus memastikan kepada siapa tali itu akan dilemparkannya:  kepada anaknya atau teman anaknya. Ia tahu bahwa anaknya adalah seorang Kristen dan temannya bukan. Kepedihan yang amat dalam dirasakannya ketika ia melemparkan tali itu kepada Sang Teman sambil berteriak kepada anaknya sendiri: ’Aku mengasihimu, Anakku!’ Saat Sang Teman berhasil ditarik ke arah perahu yang terbalik, Sang Anak telah hilang dan tak pernah ditemukan”.

Kedua anak muda tadi duduk tegak menanti kelanjutan cerita orang tua tadi. ”Sang Ayah tahu bahwa anaknya akan memasuki kebahagiaan abadi dan Sang Ayah tak akan bisa membayangkan Sang Teman mati tanpa pernah berkesempatan menikmati kehidupan kekal sebagaimana anak dan dirinya sendiri. Karena itu ia mengorbankan anaknya dan menyelamatkan teman anaknya.”

”Itulah yang telah dilakukan Tuhan kita,” jelas orang tua itu, ”Dan saya mendesak Anda sekalian untuk menerima tawaran Tuhan dan menangkap tali yang telah dilemparkanNya kepada Anda saat ini”. Demikianlah orang tua itu menghentikan ceritanya dan duduk kembali ke kursinya.

Segera setelah ibadah selesai, kedua anak muda itu sudah berada di sisi Bapak tua tadi, dan mereka berkata, ”Cerita yang amat indah, tadi, Pak! Tetapi, sepertinya tak masuk akal bahwa seorang ayah akan mengorbankan anaknya sendiri demi orang lain agar orang lain itu mendapatkan kebahagiaan kekal.”

”Bisa sangat dimengerti, Nak. Memang tidak realistis, bukan?” tanggap orang tua itu, ”tetapi cerita itu memberikan saya sendiri sedikit pemahaman tentang apa yang dilakukan Tuhan kita bagi umat manusia, dan bagaimana perasaan-Nya ketika melakukan itu. Begini Nak… akulah Sang Ayah dalam cerita itu, dan Pendeta di depan sana adalah teman anakku itu....”

Demikianlah kisah ”Pengorbanan Seorang Ayah”, sebagaimana dilaporkan Curt E. kepada Resources for Life pada tahun 2003. Selamat Paskah!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home