Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 11:43 WIB | Jumat, 25 Juni 2021

Pengritik Otoritas Palestina Nizar Banat Meninggal dalam Tahanan

Badan PBB menuntut penyelidikan yang transparan terhadap kasus itu.
Nizar Banat, seorang pengritik yang vocal terhadap Otoritas Palestina, berbicara kepada wartawan di rumah keluarga, di kota Hebron, Tepi Barat, pada 4 Mei 2021. (Foto: dok. AP)

RAMALLAH, SATUHARAPAN.COM-Seorang kandidat anggota parlemen Palestina yang secara terbuka mengkritik Otoritas Palestina (PA) meninggal pada hari Kamis (24/6) setelah ditangkap oleh pasukan keamanan PA, mendorong tuntutan internasional untuk penyelidikan.

Menurut kerabatnya, Nizar Banat dipukuli habis-habisan selama penangkapannya oleh pasukan keamanan Palestina di Hebron. Gubernur kota yang ditunjuk PA, yang terletak di Tepi Barat yang diduduki Israel, mengatakan Banat telah meninggal ketika kesehatannya memburuk setelah penangkapannya, tanpa merinci penyebabnya.

Banat, 43 tahun, adalah seorang aktivis sosial terkenal yang menuduh PA melakukan korupsi, termasuk atas penundaan pemilihan umum oleh Presiden Mahmoud Abbas. Pemilu di Palestina tidak diadakan selama 15 tahun terakhir, dan rencana pada bulan Mei ditunda lagi. Selain itu dia juga mengritik pengiriman vaksin COVID-19 dari Israel yang lambat.

Dia telah merencanakan untuk mencalonkan diri sebagai anggota parlemen dalam pemilihan umum, sebelum Abbas menundanya.

Hussein Banat, 21 tahun, sepupu yang tinggal di rumah yang sama, mengatakan kepada Reuters bahwa keluarga itu dibangunkan oleh suara pasukan keamanan yang menerobos pintu dan jendela. Pasukan segera mulai memukuli Banat.

"Mereka memukul kepalanya dengan besi, yang mereka gunakan untuk membuka jendela," katanya. “Mereka terus memukulinya, terus-menerus selama delapan menit. Jika Anda datang untuk menangkapnya, bawa dia. Mengapa dengan kebrutalan? Dan mengapa kekerasan itu?”

Anggota keluarga lain yang menyaksikan penangkapan mengatakan Banat masih hidup ketika dia dibawa pergi dan berteriak saat dia dipukuli.

Gubernur Hebron, Jibrin Al-Bakri, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penangkapan Banat atas perintah jaksa agung PA. Para pejabat tidak segera memberikan alasan penangkapan tersebut.

Saat Banat ditahan, “kondisi kesehatannya memburuk, dan dia segera dipindahkan ke rumah sakit pemerintah Hebron. Dia diperiksa oleh dokter yang menyatakan dia meninggal,” kata pernyataan Bakri. Reuters menghubungi juru bicara Otoritas Palestina untuk meminta rincian lebih lanjut tentang penangkapan itu, tetapi tidak ada jawaban segera.

Penyelidikan yang Transparan

Utusan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk perdamaian Timur Tengah, Tor Wennesland, mengatakan di Twitter bahwa dia khawatir dan sedih dengan kematian itu, dan menyerukan penyelidikan yang transparan. “Para pelaku harus dibawa ke pengadilan,” kata Wennesland, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Banat.

Delegasi Uni Eropa untuk Palestina mengatakan di Twitter bahwa mereka “terkejut dan sedih” dengan kematian itu. "Investigasi penuh, independen dan transparan harus segera dilakukan," tambahnya.

Lynn Hastings, koordinator kemanusiaan, menyebut berita itu "mengganggu" dan juga menyerukan agar mereka yang bertanggung jawab diadili.

PA menjalankan pemerintahan sendiri yang terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel, dengan penduduk 3,1 juta warga Palestina.

Pada hari Senin, Banat, yang memiliki 100.000 pengikut Facebook, mengecam pejabat PA sebagai "tentara bayaran" atas kesepakatan pengiriman vaksin COVID-19, yang dengan cepat dibatalkan oleh PA.

Komisi Independen Palestina untuk Hak Asasi Manusia mengatakan pihaknya memandang kematian Banat dengan "sangat parah" dan telah meluncurkan penyelidikan.

Banat telah merencanakan untuk mencalonkan diri sebagai anggota parlemen Palestina pada 22 Mei. Abbas membatalkan pemilihan itu, dengan alasan kontrol Israel atas orang-orang Palestina di Yerusalem Timur. Pihak lawan menuduh Abbas membatalkan pemilihan untuk menghindari kalah dari saingan ekstremis. (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home