Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 16:24 WIB | Rabu, 12 Oktober 2016

Pengusaha Papua Nugini Mendadak Jadi Kaya di Trade Expo RI

Pengusaha Papua Nugini Mendadak Jadi Kaya di Trade Expo RI
Patricia Wendo (kiri) dan Martha Awesa dua pengusaha Papua Nugini yang hadir di Indonesia Trade Expo 2016 di Kemayoran, Jakarta, 12 Oktober 2016 ( Foto-foto: Eben Ezer Siadari)
Pengusaha Papua Nugini Mendadak Jadi Kaya di Trade Expo RI
Patricia Wendo (kiri) dan Asah Wafi (kanan) ketika tertawa memperlihatkan uang rupiah yang dalam hemat mereka telah membuat mereka merasa jadi jutawan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Trade Expo Indonesia 2016 yang dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo hari ini (12/10) diramaikan oleh pengusaha dari berbagai negara. Menurut Kementerian Perdagangan, even yang diselenggarakan 12-16 Oktober di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran itu, dihadiri lebih dari 15.000 buyer dari sekitar 120 negara.

Mengambil tema Indonesia: Source of Natural and Creative Products, TEI menampilkan berbagai produk unggulan hasil kreativitas dan inovasi desain. Pameran ini diharapkan mampu mendorong diversifikasi pasar ekspor.

Berdasarkan pantauan satuharapan.com, para pengusaha mancanegara yang datang ke even ini, banyak yang baru pertama kali ke Jakarta. Sejumlah pengusaha bahkan mengaku baru tiba sehari sebelum acara dimulai.

Negara-negara yang mengirimkan delegasi dengan buyer terbanyak, menurut Kemendag, adalah Nigeria, Malaysia, India, Arab Saudi, Thailand, Uni Emirat Arab, Australia, Papua Nuigini dan Bangladesh.

Patricia Wendo, Asah Wafi, Martha Awesa, adalah tiga di antara pengusaha dari luar negeri yang menjadi peserta TEI kali ini. Keduanya merupakan pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari PNG. Patricia menekuni bisnis kerajinan dan artefak sementara Asah menerjuni bisnis katering dan hospitality.

Ketiganya mengaku baru pertama kali ke Jakarta. Mereka baru tiba sehari sebelum even ini dimulai. Dan satu hal yang paling membuat mereka terkejut adalah mata uang rupiah yang masih menyulitkan mereka, karena belum terbiasa memperhitungkan konversinya.

"Di Papua Nugini kami menggunakan mata uang kami sendiri, Kina Papua New Guinea (PGK). Selain itu dolar Australia. Tetapi rupiah belum pernah," kata Patricia, ketika ditemui di arena TEI di Kemayoran, Jakarta.

Yang membuat mereka kaget adalah ketika menukarkan mata uang mereka ke rupiah. Mereka tidak menyangka bahwa satu PGK setara dengan Rp 4.000-an. Mereka sempat membayangkan nilai tukar rupiah itu setara dengan dolar Australia, yang kurang lebih sama dengan kurs PGK.

"Saya terkejut karena mereka memberikan saya uang Rp 50.000-an dan Rp 100.000 an. Banyak sekali. Belum pernah saya memiliki uang sebanyak ini. Saya mendadak merasa kaya di Indonesia. Saya jadi jutawan," kata Patricia sambil terkekeh-kekeh.

Mereka juga memesan nasi goreng dan sayuran di arena TEI itu. Mereka dicharge dengan harga Rp 65.000 untuk sepiring nasi goreng dan Rp 20.000 untuk satu porsi sayuran. Bagi ukuran orang Jakarta, nasi goreng seharga itu sudah tergolong mahal untuk ukuran foodcourt. Tetapi mereka tertawa saja ketika kepada mereka diberitahu bahwa itu setara dengan 17 PGK. "It's okey, masih wajar," kata Asah Wafi.

Patricia sedikit mengeluhkan minimnya informasi yang bisa mereka dapatkan untuk bisa menjelajahi Jakarta lebih jauh. Padahal, mereka ingin sekali melihat negara yang baru pertama kali mereka kunjungi ini.

Apalagi, kata Patricia, secara sepintas, ia melihat harga-harga relatif lebih murah di Indonesia dibanding di negara mereka.

"Saya ingin punya smartphone seperti yang Anda punya. Berapa harganya? Saya ingin segera bisa berkomunikasi di sini," tutur dia.

Abdul Aziz Nassiry (Foto: Eben Ezer Siadari)

Masing-masing anggota delegasi Papua Nugini itu memiliki nomor ponsel dari operator Indonesia. Namun, masalahnya, mereka belum sempat membeli smartphone untuk menggunakan nomor itu. Akibatnya mereka jadi kesulitan berkomunikasi.

"Dimana kami bisa membeli smartphone?" tanya mereka kepada satuharapan.com

Di bagian lain percakapan, Patricia dan Asah mengatakan mereka menghadiri even ini atas prakarsa pemerintah mereka. Mereka berharap dapat melihat peluang bisnis di Indonesia. Hanya saja, mereka belum mendapatkan gagasan tentang apa yang akan mereka jajaki sebagai peluang bisnis dari ekspo ini.

"Papua Nugini tidak terlalu banyak mengimpor bahan makanan. Kami menyediakan pangan kami sendiri. Mungkin hanya beras yang kami impor," kata Asah Wafi.

Sementara itu, Abdul Aziz Nassiry presiden direktur TEC, sebuah perusahaan yang bergerak di turbo engineering dan logistik di Kabul, Afganistan, mengatakan ia juga baru kali ini pertama ke Jakarta. Ia tiba tadi malam setelah terbang dari Kabul transit di Dubai dan kemudian ke Jakarta.

"Saya baru kali ini ke Indonesia. Belum sempat melihat-lihat kota Anda. Tetapi saya lihat orang-orangnya sangat baik dan manis," kata dia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home