Loading...
BUDAYA
Penulis: Sabar Subekti 11:20 WIB | Rabu, 28 September 2016

Penyair Suriah Bicara Tentang Perang di Negerinya

Adonis, penyair Suriah yang nama aslinya Ali Ahmad Said Esber. (Foto: Ist)

GUTHENBURG, SATUHARAPAN.COM – Inilah pandangan seorang penyair Suriah tentang perang saudara di negerinya yang telah berlangsung selama lima tahun lebih dan membunuh lebih dari 300.000 orang.

‘’Puisi tidak bisa menggorok leher anak, atau membunuh orang, atau menghancurkan museum,’’ kata Adonis, penyair Suriah yang tengah menghadiri Book Fair di Guthenburg, Swedia, hari Selasa (27/9).

Pria berusia 86 tahun ini sering disebut sebagai pesaing utama untuk menerima hadiah Nobel sastra. Nama aslinya adalah Ali Ahmad Said Esber.

Adonis adalah penganut Alawite, sekte Islam Syiah yang juga dianut oleh Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Dia juga yang menulis surat kepada pemimpin Suriah pada tahun 2011 menyerukan transisi demokrasi ketika protes disambut dengan serangan militer berdarah.

Fanatisme Agama

Adonis kepada AFP mengatakan bahwa fanatisme agama menghancurkan jantung dunia Arab, dan dia melihat penyelamatan dalam puisi. Namun dia juga mengritik pedas peranan Barat.

‘’Amerika tidak mencari solusi, mereka mencari masalah,’’ kata Adonis. ‘’Amerika tidak memiliki visi yang koheren. Juga Rusia yang hanya didorong oleh kepentingannya. Dunia Arab strategis, area kekayaan dan orang-orang Arab hanya diartikan sebagai minyak dan kekayaan.’’

Adonis menyerukan pemisahan antara agama dan negara, dan para penyair bisa memainkan peran dalam menyuarakan hal ini ke sekitarnya.

‘’Puisi Arab selalu bertentangan dengan Allah,’’ kata dia. Tidak ada penyair besar dalam sejarah kita yang beriman besar seperti (Paul) Claudel di Prancis.’’

Dia menegaskan, ‘’Masa depan terletak pada sekularisme... Saya telah mengatakan satu hal tidak bisa menggelar revolusi sekuler dengan orang-orang keluar dari masjid untuk menunjukkannya. Sebuah revolusi adalah satu hal, dan masjid adalah hal lain.’’

Adonis mengatakan puisi harus terus bertahan. ‘’Selama kematian ada di sana, dan kematian itu ada, akan ada puisi,’’ kata dia. ‘’Puisi tidak akan bisa dibungkam.’’

Seorang Kritikus

Adonis juga seorang kritikus terkenal, selain sebagai pelukis dan penulis esai. Dia pindah ke Prancis tahun 1985, dan dikenal sebagai pelopor seni dan sastra orde Prancis.

Dia memvaforitkan Ladbroke sebagai pemenang hadiah Nobel sastra  pada tahun 2011 ketika Revolusi Musim Semi Arab mulai bertiup. Nama dia juga sering muncul menjelang diumumkannya penghargaan untuk sastra, namun sejauh ini tidak sampai memenangi.

Adonis lahir dari keluarga petani dan tanpa pendidikan pada tahun-tahun awal. Kelurganya tinggal di desa miskin di Suriah bagian barat di mana dia menghabiskan tahun-tahun sebagai anak-anak.

‘’Saya belum pernah melihat mobil, listrik atau telepon sampai saya berusia 13 tahun. Saya selalu bertanya bagaimana saya bisa menjadi orang lain, itu hampir sebagai keajaiban.’’ Kata dia dalam sebiah wawancara tahun lalu.    

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home