Penyuap Rudi Rubiandini Dituntut 4,5 Tahun Penjara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon dituntut 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 5 bulan kurungan karena dinilai memberikan suap sebesar 522.500 dolar AS.
Pemberian uang suap diiberikan kepada mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, kata jaksa penuntut umum KPK Irene Putri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/11).
"Meminta agar majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara ini untuk menyatakan terdakwa Artha Meris Simbolon terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara dan menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan ditambah dengan denda Rp 150 juta subsider 5 bulan kurungan," katanya.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit. Hal yang merintangkan adalah terdakwa belum pernah dihukum," tambah jaksa Irene.
Jaksa KPK menilai bahwa Artha Meris memberikan suap kepada Rudi Rubiandini sebesar 522.500 dolar AS melalui pelatih golf Rudi, Deviardi, supaya Rudi memberikan rekomendasi untuk menurunkan formula harga gas untuk PT KPI kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kronologi peristiwanya adalah pada awal 2013 Rudi bertemu dengan Presiden Komisaris PT KPI Marihat Simbolon dan Marihat menyampaikan keluhan tentang tingginya formula harga gas untuk PT KPI dibanding dengan harta gas untuk PT Kaltim Pasifik Amoniak (KPA).
Marihat kembali mengulangi keluhannya tersebut kepada Rudi dan meminta cari solusi atas tingginya harga gas PT KPI pada 24 Maret 2013 di Gunung Geulis Country Club. Dalam kesempatan itu Marihat memperkenalkan Artha Meris Simbolon selaku presiden direktur PT KPI dan Deviardi sebagai orang dekat Rudi.
"Marihat mengatakan kalau tidak ada perubahan harga maka PT KPI akan gulung tikar dan akan ada gangguan suplai gas di Kalimantan Timur sehingga harga gas PT KPI harus diturunkan. Rudi pun mengatakan akan melakukan konsolidasi dan menanyakan bagaimana penurunan harga gas tersebut," kata jaksa Wawan Yunarwanto.
Selanjutnya terjadi pertemuan-pertemuan-pertemuan antara Deviardi dan Artha Meris yang meminta agar Rudi menurunkan harga gas dengan imbalan mendapatkan uang yang ditujukan kepada Rudi.
"Saksi Deviardi dihubungi oleh terdakwa untuk menaikkan harga gas PT KPA dan minta disampaikan ke Rudi. Deviardi kemudian bertanya kepada Rudi mengenai permintaan penurunan harga gas dan Rudi menjawab, `Ya itu urusan saya lah`," ungkap jaksa Wawan.
Artinya Artha Meris juga berupaya untuk mengurangi harga gas PT KPI dan Rudi Rubiandini juga melakukan berbagai langkah untuk mendapatkan rekomendasi penurunan harga gas dengan cara memberikan perintah kepada anak buahnya yaitu Poppy Ahmad Nafis, Rakhmat Asyhari untuk menaikkan harga gas PT KPA sehingga PT KPI bisa turun meski kenaikan harga gas PT KPA tidak menjadi syarat untuk menurunkan PT KPI.
Pada akhir April-Agustus 2013, Artha Meris menyerahkan uang kepada Deviardi untuk Rudi Rubiandini demi meloloskan rencanannya.
Pada April 2013 Artha Meris menyerahkan 275.500 dolar AS di Plaza Senayan, pada 11 Juli 2013 diserahkan uang 50 ribu dolar AS, selanjutnya 1 Agustus 2013 diberikan 50 ribu dolar AS di McDonald Kemang, dan 200 ribu dolar AS diberikan pada 3 Agustus 2013 di rumah makan sate Senayan Menteng, seluruhnya diterima oleh Deviardi.
Semua uang tersebut disimpan di "safe deposit box" Bank CIMB Niaga cabang Pondok Indah milik Deviardi, dan setiap penerimaan uang Rudi menjawab "Pegang sajalah".
"Perbuatan Rudi dan Deviardi menerima uang adalah untuk mendapatkan keuntungan pribadi, terdakwa mengetahui perbuatan yang dilakukannya menyebabkan Rudi melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya," ungkap jaksa.
"Meski saksi Rudi mengaku tidak perlu menerima sendiri uang tapi perantara dalam hal ini adalah Deviardi, dan meski Rudi tidak menginginkan uang itu tapi karena sudah menerima dari Deviardi sehingga unsur menerima sudah terpenuhi," tegas jaksa.
Walaupun Artha Meris membantah rekaman pembicaraannya dengan Deviardi, tapi jaksa menilai hal itu harus dikesampingkan.
"Terdakwa di persidangan membantah suara yang diperdengarkan di sidang adalah suara dirinya, terhadap keterangan itu harus diabaikan karena bertentangan dengan saksi Deviardi dan saksi M Nuh yang pernah melakukan penilaian terhadap rekaman pembicaraan yang menyatakan suaranya identik," tambah jaksa.
Atas tuntutan itu, Artha Meris dan pengacaranya Otto Hasibuan akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 13 November 2014.
"Sidang akan dibuka lagi pada 13 November dengan acara pembelaan dari terdakwa dan penasihat hukum terdakwa," kata ketua majelis hakim Saiful Arif.
Otto Hasibuan menegaskan bahwa pemberian uang itu hanya didasarkan pada pengakuan Deviardi.
"Kita hanya minta kepada hakim agar bisa meluruskan persoalan ini. Bahwa haruslah ada bukti yang konkrit. Bahwa ada pemberian uang dari Artha Meris tidak ada yang menyaksikan, kecuali pernyataan dari Deviardi sendiri. Kita tahu `Unus Testis Nullus Testis` seorang saksi bukanlah saksi, tanda terima pun tidak ada, hanya semata-mata pengakuan Deviardi sendiri," kata Otto.
Terkait kasus ini, Rudi Rubiandini sudah divonis bersalah dan harus menjalani hukuman 7 tahun penjara sedangkan Deviardi divonis 4,5 tahun penjara. (Ant)
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...