Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 08:42 WIB | Sabtu, 17 Oktober 2020

Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, Menolak Seruan Demonstran Agar Mundur

Pemerintah Thailand berlakukan keadaan darurat, karena aksi protes anti pemerintah yang meluas.
Demonstran pro demokrasi menghadapi meriam air ketika polisi mencoba membubarkan massa protes di Bangkok, Thailand, hari Jumat (16/10). (Foto AP)

BANGKOK, SATUHARAPAN.COM-Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, menolak seruan para demontran pro demokrasi untuk mengundurkan diri. Sementara itu, polisi anti huru-hara menindak ribuan pengunjuk rasa yang dipimpin mahasiswa yang di ibu kota yang menentang keadaan darurat.

Polisi menggunakan meriam air dan menyerang kerumunan, membubarkan pengunjuk rasa, penonton dan wartawan. Wartawan yang terkena air mengatakan itu menyebabkan sensasi menyengat dan dan meninggalkan bekas warna biru, untuk menandai pengunjuk rasa untuk kemungkinan penangkapan.

Polisi tampaknya telah mengambil kendali atas jalan tempat unjuk rasa dipusatkan, dan sebagian besar kerumunan mundur menuju Universitas Chulalongkorn di dekatnya, di mana beberapa penyelenggara menyarankan mereka untuk berlindung jika mereka tidak langsung pulang.

Para pengunjuk rasa berkumpul di tengah hujan deras untuk mendorong tuntutan inti mereka, termasuk Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mundur dari jabatannya, konstitusi diubah dan monarki negara direformasi.

Mencemooh Keluarga Kerajaan

Aksi hari Jumat (16/10) adalah hari kedua mereka menentang perintah untuk tidak berkumpul, yang diberlakukan setelah beberapa pengunjuk rasa mencemooh iring-iringan mobil kerajaan, hal yang belum pernah terjadi sebelumnya di Thailand, di mana monarki biasanya dihormati.

Polisi sebelumnya telah menutup jalan dan memasang barikade di sekitar persimpangan utama Bangkok di mana sekitar 10.000 pengunjuk rasa menentang keputusan baru hari  Kamis (15/10). Polisi dengan perlengkapan anti huru hara mengamankan daerah itu, sementara mal di distrik perbelanjaan yang biasanya sibuk tutup lebih awal. Stasiun angkutan massal terdekat ditutup untuk menghentikan kerumunan pengunjuk rasa mendekati daerah tersebut.

Pemerintah Prayuth mengumumkan keadaan darurat baru yang ketat untuk ibu kota pada hari Kamis. Keadaan darurat melarang pertemuan publik lebih dari lima orang dan melarang penyebaran berita yang dianggap mengancam keamanan nasional. Ini juga memberi otoritas kekuasaan yang luas, termasuk menahan orang tanpa dakwaan.

Beberapa Aktivis Ditangkap

Sejumlah pemimpin protes telah ditangkap sejak keputusan itu berlaku. Pada hari Jumat, dua aktivis ditangkap berdasarkan undang-undang yang mencakup kekerasan terhadap ratu karena diduga terlibat dalam mengeluarkan cemoohan iring-iringan mobil. Mereka bisa menghadapi hukuman penjara seumur hidup jika terbukti bersalah.

Gerakan protes diluncurkan pada bulan Maret oleh mahasiswa dan tuntutan inti aslinya adalah pemilihan baru, perubahan konstitusi agar lebih demokratis, dan diakhirinya intimidasi terhadap aktivis.

Para pengunjuk rasa menuduh Prayuth, sebagai komandan militer memimpin kudeta tahun 2014 yang menggulingkan pemerintah terpilih, mengambil kekuasaan secara tidak adil dalam pemilihan umum tahun lalu, karena undang-undang telah diubah untuk mendukung partai pro militer.

Tetapi gerakan itu mengambil kesempatan pada bulan Agustus, ketika para mahasiswa dalam rapat umum menyuarakan kritik terhadap monarki dan mengeluarkan seruan untuk reformasi. Penuturnya mengkritik kekayaan raja, pengaruhnya dan bahwa dia menghabiskan sebagian besar waktunya di luar negeri.

Keluarga kerajaan Thailand telah lama dianggap sakral dan pilar identitas Thailand. Raja Maha Vajiralongkorn dan anggota penting keluarga kerajaan lainnya dilindungi oleh undang-undang lese majeste yang secara teratur digunakan untuk membungkam para kritikus yang berisiko dipenjara hingga 15 tahun jika dianggap telah menghina institusi tersebut.

Royalis konservatif Thailand menuduh gerakan protes berusaha mengakhiri monarki, tuduhan yang disangkal oleh para pemimpinnya.

Insiden hari Rabu dengan iring-iringan mobil kerajaan mengejutkan banyak orang Thailand. Video yang beredar luas memperlihatkan anggota kerumunan kecil mengejek iring-iringan mobil yang membawa Ratu Suthida dan Pangeran Dipangkorn saat perlahan lewat. Aparat keamanan berdiri di antara kendaraan dan massa dan tidak ada kekerasan yang terlihat.

Biasanya di Thailand warga menunggu iring-iringan mobil kerajaan dengan duduk di tanah atau bersujud.

Keadaan Darurat

Deklarasi keadaan darurat Prayuth mengatakan tindakan itu diperlukan karena "kelompok pelaku tertentu bermaksud untuk memicu insiden dan gerakan yang tidak diinginkan di daerah Bangkok dengan berbagai metode dan melalui saluran yang berbeda, termasuk menyebabkan gangguan pada iring-iringan mobil kerajaan."

Prayuth mengatakan pada hari Jumat bahwa dia tidak berencana mengundurkan diri karena dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Dia mengatakan pemerintahnya berharap dapat menghentikan keadaan darurat sebelum itu beralangsung 30 hari "jika situasinya membaik dengan cepat."

Kelompok bantuan hukum Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand mengatakan sedikitnya 51 orang telah ditangkap sejak hari Selasa (13/10) sehubungan dengan protes tersebut.

Polisi pada hari Jumat menggeledah kantor Gerakan Progresif, sebuah kelompok yang dibentuk oleh mantan anggota parlemen dari partai politik berpikiran reformasi yang secara kontroversial dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dua aktivis yang didakwa atas insiden dengan ratu tersebut adalah Ekachai Hongkangwan, seorang doktor dan  aktivis senior, dan Paothong Bunkueanum, seorang mahasiswa yang terlibat mengorganisir protes tersebut.

Sementara itu, Kementerian Ekonomi Digital mengumumkan akan mengajukan gugatan melalui polisi terhadap lima akun Twitter dan lima akun Facebook yang mengundang orang untuk menghadiri rapat umum pada hari Jumat. Posting semacam itu dapat dianggap ilegal di bawah keadaan darurat, serta undang-undang lainnya. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home