Perempuan Afghanistan Demo Tuntut Hak-hak Mereka
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Pasukan Taliban pada Minggu (16/1) menembakkan semprotan merica ke sekelompok pengunjuk rasa perempuan di ibu kota Afghanistan, Kabul. Mereka menuntut hak atas pekerjaan dan pendidikan, kata tiga demonstran kepada AFP.
Sejak merebut kendali negara itu dengan paksa pada bulan Agustus, otoritas Taliban telah memberlakukan pembatasan pada warga Afghanistan, terutama pada perempuan.
Sekitar 20 perempuan berkumpul di depan Universitas Kabul, meneriakkan “kesetaraan dan keadilan” dan membawa spanduk bertuliskan “Hak-hak perempuan, hak asasi manusia.” Namun protes itu kemudian dibubarkan oleh para pejuang Taliban yang tiba di tempat kejadian dengan beberapa kendaraan, kata tiga pengunjuk rasa kepada AFP.
“Ketika kami berada di dekat Universitas Kabul, tiga kendaraan Taliban datang, dan pejuang dari salah satu kendaraan menggunakan semprotan merica pada kami,” kata seorang pengunjuk rasa, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
“Mata kanan saya mulai terasa panas. Saya memberi tahu salah satu dari mereka 'memalukan Anda', dan kemudian dia mengarahkan pistolnya ke saya.”
Dua pengunjuk rasa lainnya mengatakan bahwa salah satu perempuan harus dibawa ke rumah sakit setelah semprotan menyebabkan reaksi alergi pada mata dan wajahnya.
Seorang koresponden AFP melihat seorang pejuang menyita ponsel seorang pria yang merekam demonstrasi tersebut.
Kelompok garis keras telah melarang protes tanpa sanksi dan sering melakukan intervensi untuk secara paksa membubarkan demonstrasi yang menuntut hak bagi perempuan.
Pihak berwenang Taliban telah memblokir karyawan perempuan di sektor publik untuk kembali bekerja, banyak sekolah menengah masih belum dibuka kembali untuk anak perempuan, dan universitas negeri ditutup.
Perjalanan jarak jauh bagi perempuan yang tidak didampingi kerabat dekat laki-laki telah dilarang. Pihak berwenang juga telah mengeluarkan pedoman yang mencegah saluran televisi menyiarkan serial yang menampilkan aktor perempuan.
Sementara itu, banyak perempuan hidup dalam persembunyian, takut akan rezim yang terkenal melakukan pelanggaran hak asasi manusia selama masa kekuasaan pertama mereka antara 1996-2001, sebelum digulingkan oleh invasi pimpinan AS. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...