Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 19:25 WIB | Minggu, 28 Juni 2015

Pernikahan Sejenis Tidak Bisa Mengatasnamakan Agama

Seorang pria mengibarkan bendera saat para pendukung LGBT berkumpul untuk melakukan aksi turun ke jalan di West Hollywood, California pada 26 Juni 2015. Aksi tersebut dilakukan guna merayakan keputusan Mahkamah Agung AS yang melegalkan pernikahan sesama jenis. MA memutuskan pada Jumat bahwa pernikahan gay adalah hak nasional dalam sebuah keputusan yang bersejarah. (Foto: AFP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menilai keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat yang memberikan hak menikah bagi seluruh pasangan sejenis tidak akan berpengaruh di Indonesia.

“Pelegalan pernikahan pasangan sejenis di Amerika Serika tidak akan berpengaruh ke Indonesia. Pasalnya, nilai budaya dan agama kedua negara berbeda. Karena itu, tidak tepat membawa isu itu ke Indonesia,” kata Saleh melalui pesan singkat kepada satuharapan.com, di Jakarta, Minggu (28/6).

Dia berpendapat, pernikahan sejenis bukan hanya mengganggu tatanan kehidupan sosial, tetapi juga mengganggu keyakinan dan nilai-nilai spiritual masyarakat. Terbukti, belum ada satu agama pun yang melegalisasi pernikahan sejenis.

Penyebabnya, menurut politisi PAN itu, karena semua agama memandang pernikahan sebagai suatu ikatan suci dan sakral antara dua orang manusia yang berbeda jenis kelamin.

"Pernikahan itu adalah tradisi dan ajaran agama. Kalau tidak memakai tradisi dan ajaran agama, tentu tidak ada pernikahan. Kalau hanya sekedar hidup serumah, banyak ditemukan dimana-mana, tetapi karena belum ada ikatan lewat ajaran dan tradisi agama, hidup serumah, walaupun antara laki-laki dan perempuan, tetap tidak dianggap menikah,” ujar dia.

Oleh itu, Saleh melanjutkan, maka setiap pernikahan tidak boleh melanggar ajaran-ajaran suci agama. Bila ingin menikah dengan sesama jenis, maka tidak boleh diformalkan dan dilegalkan. Hubungan seperti itu bukan pernikahan dan tidak bisa dicatatkan atas nama agama.

"Perlu diingat bahwa pernikahan adalah ranah agama, dan bukan ranah negara. Tugas negara hanya memfasilitasi dan mencatatkan pelaksanaannya. Pencatatan diperlukan untuk menertibkan administrasi dan data kependudukan,” ujar Saleh.

“Oleh karena itu, negara semestinya tidak mencatatkan suatu pernikahan yang menyalahi prinsip-prinsip ajaran agama," dia menambahkan.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home