Persoalkan Tol Trans Sumatera, Faisal Basri Surati Jokowi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pakar Ekonomi, Faisal Basri, menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo atas apa yang ia nilai sebagai kesesatan berpikir dalam membangun Tol Trans Sumatera.
Faisal menyampaikan beberapa pertanyaan tentang rencana pembangunan Trans Sumatera yang dianggapnya tidak sesuai dengan konsep Tol Laut yang disampaikan pada saat kampanye pada Pemilihan Presiden pada tahun 2014.
"Saya kaget ketika Bapak meninjau pembangunan jalan tol Trans Sumatera. Sadarkah Bapak bahwa proyek jalan tol Trans Sumatera sepanjang lebh dari 2.000 km merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proyek Jembatan Selat Sunda? Keduanya tercantum di dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3EI ). Mengapa Bapak justru memaksakan pembungunan jalan tol Trans-Sumatera itu?," tanya dia dalam surat terbuka yang ia muat lewat blog pribadinya.
Menurut Faisal, proyek itu tidak layak secara finansial.
"Bapak memaksa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membangunnya. Tetapi, sebetulnya itu dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), setidaknya sebagian, karena pemerintah menyuntikkan dana Penanaman Modal Negara (PMN) lewat APBN ke BUMN yang pemerintah tunjuk untuk membangun jalan tol itu," tulisnya dalam surat terbuka, Sabtu (16/1).
Menurut dia, pembangunan jalan dari ujung Sumatera ke selatan sudah dibangun bersama negara Jepang pada zaman dulu. Faisal berpendapat seharusnya tidak perlu lagi dibangun jalan tol, cukup dengan memperbaiki jalan yang sudah ada.
"Berapa ribu hektar lahan yang harus dibebaskan? Jalan tol Trans-Sumatera juga tidak akan membantu keterisolasian beberapa daerah Sumatera. Untuk pembangunan beberapa daerah yang terisolir, ruas jalan yang perlu dibangun (sebaiknya bukan jalan tol) bukanlah jalur Utara-Selatan. Jalan Trans-Sumatera non-tol yang sudah ada itu telah membelah Utara-Selatan Sumatera. Yang sangat penting adalah jalur Barat-Timur sehingga hasil bumi beberapa daerah bisa lebih dekat dan lebih cepat diangkut ke pelabuhan-pelabuhan yang berada di Barat ataupun Timur. Bukankah pilihan itu lebih sejalan dengan konsep Tol Laut yang Bapak anut? Dengan begitu pantai kawasan di pantai Barat pun bakal lebih hidup," kata pendiri Pergerakan Indonesia itu.
Dia juga menjelaskkan bahwa Indonesia adalah negara kepualauan terbesar dunia sehingga Presiden Jokowi tidak perlu berkecil hati jika pembangunan jalan tol hanya ratusan kilometer. Ia juga berharap Jokowi tidak menjadikan pembangunan jalan tol sebagai indikator keberhasilan. Kata dia, rakyat akan jauh lebih senang kalau jaringan jalan yang dibangun pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat mobilitas rakyat dan barang lebih tinggi dan lebih murah.
"Untuk di Jawa mungkin masih butuh jalan tol tambahan. Itu pun harus selektif. Koreksilah rencana pembangunan jalan tol yang dibuat pemerintahan sebelumnya agar lebih selektif dan memberikan hasil lebih optimal. Utamakan pembangunan jalan tol di Jawa untuk mendukung pengembangan multi-moda transportasi yang berbasis angkutan laut," tulis Faisal.
"Bagaimana kita bisa bersaing kalau 90 persen lebih barang di Jawa diangkut lewat darat. Bukankah angkutan darat sekitar 10 kali lebih mahal dari angkutan laut?," kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
Editor : Eben E. Siadari
Niger Tangguhkan Izin Operasional BBC Tiga Bulan
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM - Otoritas Niger telah menangguhkan izin operasional siaran stasiun BBC yang...