PGI: Mayoritas Orang Asli Papua Kecewa pada Otsus
SORONG, SATUHARAPAN.COM - Dalam pandangan mayoritas masyarakat Papua, 16 tahun implementasi UU Otonomi Khusus sebagai “jalan tengah” dan landasan legal untuk menyelesaikan persoalan multidimensional di Tanah Papua atas ketimpangan kebijakan yang terjadi sejak Masa Orde Baru, telah menimbulkan kekecewaan, penderitaan dan trauma panjang di kalangan masyarakat “asli” di Tanah Papua.
Artinya, imlementasi UU Otonomi Khusus selama ini belum mampu memberikan hasil yang maksimal bagi upaya mengsejahterakan dan membebaskan rakyat di Tanah Papua. Ketimpangan, kesenjangan, diskriminasi dan kekerasan masih saja terus berlangsung, yang cenderung menjadikan orang “asli” di Tanah Papua sebagai korban. Peristiwa kekerasan terakhir baru saja terjadi 4 April 2018 yang lalu, peristiwa penembakan di Tembagapura, Papua yang menyebabkan tewasnya seorang warga sipil dan beberapa terluka.
Merespon dan menyikapi persoalan-persoalan yang tak berkesudahan di Papua tersebut, pada hari Senin, (9/4), PGI bersama gereja-gereja di Papua menggelar Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM). KGM kali ini berlangsung di Aimas Convention Center Kabupaten Sorong, Papua Barat.
Konferensi ini merupakan forum bagi gereja-gereja di Indonesia untuk menggumuli dan menyatakan solidaritas terhadap persoalan-persoalan di Papua. Diharapkan bahwa KGM ini akan menghasilkan sejumlah rekomendasi yang akan dilaksanakan oleh PGI, Gereja-gereja (baik di Papua maupun di seluruh Indonesia) dan pihak-pihak terkait seperti Pemerintah, dan lainnya.
Dalam KGM ini akan dibicarakan dan didalami berbagai macam persoalan masyarakat Papua dalam bingkai lima topik besar, yaitu Teologi Kontekstual, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Hak-hak Dasar dan HAM, Politik dan Hukum, Sosial, Budaya dan Ekonomi, serta Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Kampung.
Topik-topik ini akan dibahas dan didalami oleh berbagai narasumber yang berasal dari Papua maupun luar Papua, lalu akan ditindaklanjuti pendalamannya oleh peserta dalam kelompok-kelompok komisi yang akan dibentuk.
Pembukaan KGM pada Senin (9/4) dilakukan langsung oleh Ketua Umum PGI, Pdt. Henriette TH. Lebang, dan dihadiri oleh sekitar 400 orang peserta yang merupakan utusan berbagai gereja dari seluruh Indonesia, termasuk utusan berbagai gereja di Papua dan Papua Barat baik Protestan maupun Katolik. Selain itu, hadir juga perwakilan masyarakat adat di dari berbagai daerah di Papua dan Papua Barat, Majelis Rakyat Papua, Pemerintah Daerah, perwakilan TNI dan Polri, dan lembaga-lembaga mitra PGI.
KGM ini akan berlangsung selama 4 hari dan akan berakhir tanggal 12 April 2018 nanti. Direncanakan Penutupan Kegiatan KGM ini akan dihadiri oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo, yang kebetulan akan melakukan kunjungan kerja ke Sorong dan sekitarnya pada waktu yang sama.
Ketum PGI saat menyampaikan kata sambutan Dalam sambutannya pada acara pembukaan, Ketua Umum PGI Pdt. Henriette TH. Lebang menyatakan bahwa KGM ini merupakan wujud solidaritas gereja-gereja di Indonesia terhadap persoalan yang dialami oleh rakyat di Tanah Papua. Karena itu, maka dalam KGM ini utusan gereja-gereja di Indonesia bersama tokoh-tokoh gereja dan masyarakat di Tanah Papua, akan membicarakan, mendalami, menggumuli dan mencari jalan keluar terhadap persoalan konkrit yang dialami oleh orang Papua.
Lebih lanjut Ketua Umum PGI mengatakan, Pemerintah Pusat harus memberi perhatian sungguh-sungguh terhadap persoalan di Papua. Harus ada langkah-langkah yang konkrit untuk menyelamatkan dan membebaskan orang Papua. “Mungkin dibutuhkan pendekatan yang khusus untuk mendorong akserasi pembangunan yang lebih berdampak bagi kesejahteraan rakyat Papua,” tandasnya.
Meyinggung peristiwa kekerasan terakhir di Tembagapura, Ketua Umum PGI menginformasikan bahwa pada tanggal 6 Maret lalu, PGI sudah mengirimkan surat kepada Presiden RI. Dalam surat tersebut, PGI menyampaikan keprihatinan yang mendalam terhadap terjadinya peristiwa tersebut. “PGI kuatir bahwa peristiwa kekerasan ini akan terus memelihara luka batin masyarakat Papua sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang lalu. Selanjutnya, PGI juga kuatir bahwa peristiwa tersebut akan mencederai segala upaya dan pendekatan baru yang selama ini sudah dilakukan Presiden Ir. Joko Widodo dan sangat dihargai oleh masyarakat Papua.
“Pembangunan Papua yang sudah dilakukan selama ini harus dibarengi dengan penghentian segala bentuk kekerasan dan aksi-aksi yang melukai hati masyarakat Papua,” tegas Henriette Lebang. Untuk itu, “kami mengimbau aparat negara, khususnya kepolisian dan tentara, untuk mengedepankan pendekatan kultural ketimbang mengedepankan pendekatan militeristik atau pendekatan keamanan semata. Kami juga menghimbau Bapak Presiden untuk mendesak Kapolri dan pihak-pihak terkait untuk mengusut tuntas kasus tersebut serta peristiwa-peristiwa kekerasan lainnya,” begitu Ketua Umum PGI mengakhiri. (pgi.or.id)
Editor : Eben E. Siadari
Perundingan Perjanjian Pencemaran Plastik di Busan Berakhir ...
BUSAN, SATUHARAPN.COM-Negosiasi tentang perjanjian untuk mengakhiri pencemaran plastik telah berakhi...