Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta Widiadi 19:15 WIB | Jumat, 16 September 2016

PGI Minta Isu SARA Dihentikan di Pilkada DKI 2017

Dari kiri ke kanan: Ketua Bidang Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, Ludikson Siringoringo, moderator acara John Siregar, Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, dan Kepala Biro Penelitian dan Komunikasi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Henrek Lokra. (Foto: Prasasta Widiadi)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Biro Penelitian dan Komunikasi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Henrek Lokra, mengatakan PGI meminta isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) dihentikan saat penyelenggaraan Pemilihan Pilkada (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta yang akan digelar pada 2017.

“PGI meminta isu SARA dihentikan saat penyelenggaraan Pilkada DKI yang akan digelar pada 2017,” kata Henrek Lokra saat menjadi pemateri di Diskusi dengan tema "DKI Jakarta Menuju Pemilihan Gubernur Yang Bermartabat. Emang Ada Calon Yang Main Rasis?", hari Jumat (16/9), di Grha Oikumene, Gedung Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI),  Jakarta.

Dia mengatakan PGI meminta isu tersebut dihentikan karena isu tersebut adalah isu yang menjadi bagian dari masa lalu Indonesia. “Sementara sekarang kita harus hidup masa kini dan kita masih berpikir seperti generasi masa lalu,” kata dia.

Henrek Lokra menambahkan PGI memposisikan diri sebagai gerakan politik moral yang tidak memihak kepada pasangan manapun.

Dia menyoroti  saat ini Indonesia sebagai bangsa harus cepat belajar dewasa, karena dalam pandangan dia, saat ini banyak orang Indonesia belum dapat menerima perbedaan sebagai keniscayaan.

Dia menambahkan masyarakat Indonesia masih kurang siap dalam menyikapi perbedaan. Menurut dia, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki  masalah dalam negara. “Masalah-masalah yang ada dalam masyarakat sering menjadi masalah yang membesar, dan lama kelamaan menjadi krisis,” kata dia.

Dalam pandangan PGI, kata dia, politik dipahami sebagai kemampuan bersama untuk hidup dalam negara, dan pemerintah harus melindungi segenap rakyat Indonesia.

“Nama Indonesia masih ada dan pemimpin silih berganti, namun hakikat kebangsaan Indonesia masih ada atau sudah rontok? Karena faktanya ada orang atau kelompok yang mengaku agamis namun diskriminatif, rasis dan korup terlebih lagi menghalalkan kekerasan, apakah ini warga negara yang baik di negara in? Saat ini negara dikooptasi oleh kelompok-kelompok tersebut,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama Ketua Bidang Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, Ludikson Siringoringo, mengatakan siapa pun yang menggunakan kekerasan yang berdasarkan perbedaan SARA dapat terkena karma, karena suatu hari kelak tudingan berbau SARA dapat kembali ke orang yang melontarkan tuduhan tersebut. ”Seperti  bumerang, isu ini harus dikelola namun jangan dibiarkan meluas harus bisa di­manage dengan baik,” kata dia.

Menurut Ludikson Siringoringo, politik tidak harus terus menerus mengurusi perbedaan yang berdasar kepada SARA namun harus melihat isu konkret. “Kita jangan lupakan pengentasan rakyat miskin, karena kalau berbicara Jakarta tidak hanya miliik orang kaya saja,” kata dia.  

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home