Loading...
HAM
Penulis: Wim Goissler 18:55 WIB | Selasa, 18 April 2017

Pieter Mambor, Pencipta Logo Papua Barat yang Dilupakan

Pieter Mambor, kedua dari kanan (Foto: ISt)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Hari ini dalam sejarah, tepat 10 tahun Papua Barat resmi menyandang nama itu sebagai provinsi berdasarkan PP Nomor 24 tahun 2007, setelah sebelumnya memakai nama Irian Jaya Barat.

Dan di hari bersejarah itu, salah seorang warganya berada dalam ketidakpastian dan kekecewaan karena haknya tidak dihargai dan hasil karyanya tidak diakui.

Sudah lebih dua tahun seniman Papua kelahiran Serui, Pieter Mambor, memperjuangkan haknya sebagai pencipta logo Papua Barat. Sejauh ini belum berhasil. Bahkan sama sekali belum ada tanggapan dari pihak yang berwewenang.

"Sudah kami layangkan dua kali somasi tetapi belum ada tanggapan," kata Yan Christian Warinussy, kuasa hukum yang ditunjuk oleh Pieter Mambor untuk urusan ini,  dalam percakapan dengan satuharapan.com, di Jakarta (17/04).

Pieter Mambor, kini berusia 61 tahun, menurut Yan Christian, pada 9 Oktober 2004 dipanggil oleh Gubernur Octavianus Atuturi ke kediamannya di Jalan Karya Abri Sanggeng, Manokwari.

Dalam pertemuan itu Atuturi meminta Pieter Mambor untuk membuat gambar logo Papua Barat, yang baru saja resmi dimekarkan menjadi provinsi.

"Kami punya saksi yang tahu Pieter dipanggil dan bercakap-cakap dengan Brigjen Purn. Abraham Octavianus Atuturi di kediamannya sebelum dia menggambar logo tersebut hingga lengkap dengan tiap bagiannya dan diserahkan kepada Atuturi untuk dibawa ke Jakarta," kata Yan Christian.

Logo Provinsi Papua Barat (Foto: situs resmi Pemprov Papua Barat)

Menurut Yan Christian, ada sekitar lima orang saksi yang dapat bercerita bagaimana awal pembuatan logo tersebut.

"Termasuk sopir Atuturi yang tahu dan melihat sendiri Pieter menggambar logo itu sehingga diserahkan Pieter kepada Atuturi pada 10 Oktober 2004. Dan, Atuturi terbang ke Jakarta membawa logo tersebut. Lalu Prov Papua Barat disahkan berdirinya pada tanggal 12 Oktober 2004 yang setiap tahun diperingati sebagai HUT Papua Barat," kata Yan Christian.

Yan Christian menambahkan, Pieter Mambor dipilih untuk membuat logo karena ia salah seorang seniman (penyanyi, pencipta lagu dan penggambar juga).

Situasi politik saat itu, kata dia, juga menjadi pertimbangan karena Provinsi Papua Barat ditentang pendiriannya oleh Gubernur Papua saat itu, J.P. Salossa dan jajarannya.

Akhirnya logo Papua Barat yang digambar oleh Pieter Mambor itu, kata Yan Christian, dipakai secara resmi oleh Provinsi Papua Barat.

Sayangnya, hingga saat ini, menurut Yan Christian, kliennya belum memperoleh imbalan maupun pengakuan atas karya yang dibuatnya itu. Padahal, menurut Warinussy, logo dan lambang tersebut sudah lebih dari 10 tahun digunakan.

Ia mengatakan, tanpa memberikan imbalan kepada yang berhak, penggunaan semacam itu adalah melawan hukum sekaligus melanggar hak cipta berdasarkan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Yan Christian, atas nama kliennya, sudah dua kali melayangkan somasi.

Pertama pada 10 Juni 2015 kepada Abraham O. Atuturi sebagai gubernur Papua Barat ketika itu. Isi somasi adalah meminta agar membayar royalti atas hak cipta Pieter Mambor.

Pada saat yang sama, pihak Pieter Mambor juga menyampaikan kesediaan merundingkan penyelesaiannya.

Namun, somasi pertama itu tidak digubris.

Lalu somasi kedua dilayangkan pada 28 September 2015. Somasi ini pun tak mendapat tanggapan. Gubernur Papua Barat pun sudah berganti.

Untuk melanjutkan perjuangannya, Pieter Mambor kemudian berupaya mendaftarkan hak cipta atas logo itu ke Kemenkumham.

Yan Warinussy mengatakan dirinya telah mendatangi Kantor Kemenkumham dalam hal ini Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Ditjen Haki) di Jakarta kemarin (17/04).

Menurut dia, ia memperoleh informasi bahwa hak cipta kliennya atas logo tersebut sedang diproses pendaftarannya di Ditjen Haki Kemenkumham RI.

Menurut Yan Christian, hak Pieter Mambor atas lambang/logo Provinsi Papua Barat itu termasuk dalam lingkup jasa logo daerah yang merupakan jenis merek jasa.

"Dengan demikian klien kami selanjutnya akan terus mengecek segenap perkembangan mengenai proses pemeriksaan formalitas dari hak atas merek jasa tersebut melalui saluran informasi formal yang sudah disiapkan oleh Ditjen Haki Kemenkumham RI," kata Yan Christian.

Selanjutnya, kata dia, setelah hak atas merek jasa logo daerah Provinsi Papua Barat tersebut ditetapkan, hak itu akan digunakan  untuk melakukan segenap langkah hukum lebih lanjut terhadap Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat.

"Langkah hukum menjadi pilihan penting dari klien kami, karena surat pemberitahuan hukum maupun somasi yang diajukan kepada Gubernur Provinsi Papua Barat (Abraham Octavianus Atururi) sama sekali tidak pernah mendapat tanggapan positif hingga saat ini," kata Yan Christian.

Kepada satuharapan.com, Yan Christian juga mengirimkan sebuah foto menunjukkan gambar asli yang tampaknya merupakan bentuk awal (dan belum selesai) logo Papua Barat tersebut.

Logo Papua Barat hasil karya tangan Pieter Mambor. (Foto: Ist)

Situs Kementerian Dalam Negeri menjelaskan arti dari logo Papua Barat sebagai berikut:

Tulisan Papua Barat menjelaskan nama Provinsi Papua Barat

Bintang berwarna putih bermakna Ketuhanan Yang Maha Esa dan cita-cita serta harapan yang akan diwujudkan.

Pohon dan ikan bermakna bahwa Provinsi Papua Barat memiliki sumber daya hutan dan sumber daya laut yang berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Menara kilang dengan semburan api berwarna merah bermakna bahwa Provinsi Papua Barat memiliki kekayaan bahan tambang yang melimpah.

Leher dan kepala burung Kasuari menghadap ke kanan dalam bidang lingkaran hijau bermakna bahwa Provinsi Papua Barat secara geografis terletak di wilayah leher dan kepala burung Pulau Papua, sekaligus memilki filosofi ketangguhan, keberanian, kekuatan dan ketahanan menghadapi tantangan pembangunan di masa depan serta berkeyakinan bahwa dengan semangat persatuan dan kesatuan, kesinambungan pembangunan akan mewujudkan masa depan yang cerah.

Bidang Hijau yang diapit 3 (tiga) bidang biru bermakna kesatuan tekad dan perjuangan dari 3 (tiga) unsur: pemerintah, rakyat/adat dan agama mewujudkan keberadaan Provinsi Papua Barat.

Perisai dengan warna dasar biru bersudut lima bermakna bahwa provinsi Papua Barat berasaskan Pancasila yang mampu melindungi seluruh rakyat.

Sepasang pelepah daun sagu, masing-masing pelepah bagian kanan terdiri dari 12 (dua belas) pasang anak daun, bagian kiri terdiri dari 10 (sepuluh) pasang anak daun yang diikat oleh dua angka sembilan bermotif ukiran karerin budaya Papua, bermakna bahwa Provinsi Papua Barat dibentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 NKRI Papua Barat dibentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 sebagai Provinsi ke-2 di Tanah Papua dan ke-31 di wilayah NKRI. Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Provinsi Papua Barat yang melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran.

Seutas pita berwarna kuning bertuliskan "CINTAKU NEGERIKU" terletak di bagian bawah perisai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perisai bermakna filosofis perjuangan seluruh komponen masyarakat untuk mempertahankan keberadaan Provinsi Papua Barat dalam bingkai NKRI.

Sejarah Papua Barat

Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat.

Provinsi ini berdiri atas dasar UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.

Kebijakan ini mendapat dukungan dari SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi tiga provinsi.

Setelah dipromulgasikan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden B.J. Habibie, rencana pemekaran provinsi menjadi tiga ditolak warga papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999.

Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999.
 
Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315, pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan Inpres Nomor I Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003.

Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat membentuk dirinya menjadi provinsi definitif.

Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tekanan keras dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materiil.

Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU Nomor 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat. Namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya.

Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gurbernur dan wakil gurbernur definitif yaitu Abraham O. Atururi dan Drs. Rahimin Katjong, M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006.

Sejak saat itu, pertentangan selama lebih dari 6 tahun sejak UU Nomor 45 Tahun 1999 dikumandangkan, dan pertentangan sengit selama 3 tahun sejak Inpres Nomor 1 Tahun 2003 dikeluarkan berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah.
 
Lalu sejak  18 April 2007 provinsi itu berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2007.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home