Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 15:25 WIB | Rabu, 28 November 2018

Pilot Lion JT610 Tarik Menarik Mesin Sebelum Pesawat Menukik

Ilustrasi. "Data Flight Data Recorder (FDR) merekam adanya perbedaan antara AoA kiri dan kanan sekitar 20 derajat, yang terjadi terus menerus sampai dengan akhir rekaman," kata Kapten Nurcahyo Utomo, Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, di hadapan wartawan di Jakarta pada Rabu (28/11). (Foto: bbc.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), mendesak Lion Air untuk melakukan perbaikan atas budaya keselamatan di maskapai itu.

Hal itu disampaikan KNKT saat menyampaikan laporan awal investigasi KNKT dalam jumpa pers Rabu (28/11), sebagaimana dilaporkan wartawan BBC News Indonesia, Silvano Hajid dan Rebecca Henschke, dilansir bbc.com.

Laporan awal mengungkap, menit-menit terakhir sebelum pesawat Lion Air JT610 jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober lalu, namun disebutkan mereka belum sampai kesimpulan, dan baru pada tahap pemaparan fakta.

Menurut laporan itu ada perbedaan data sensor Angle of Attack (AoA).

"Data Flight Data Recorder (FDR) merekam adanya perbedaan antara AoA kiri dan kanan sekitar 20 derajat, yang terjadi terus menerus sampai dengan akhir rekaman," kata Kapten Nurcahyo Utomo, Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, di hadapan wartawan.

Sensor yang disebut angle of attack ini, memberikan data tentang sudut terkait hembusan angin melalui sayap, sehingga pilot bisa mengetahui daya angkat pesawat saat itu.

AOA adalah, parameter penting yang membantu sistem pesawat mengetahui apakah posisi bagian hidung pesawat terlalu tinggi. Jika terlalu tinggi pesawat bisa mengalami apa yang disebut aerodynamic stall dan jatuh.

Budaya Keselamatan Lion Air

Di ujung laporan awal itu, KNKT menyebut bahwa ada beberapa isu keselamatan yang masih perlu menjadi perhatian, karenanya memberikan dua rekomendasi kepada Lion Air.

Pertama, menjamin implementasi dari manual operasi yang baru diberikan oleh Boeing, dalam rangka meningkatkan budaya keselamatan dan untuk menjamin pilot dapat mengambil keputusan untuk meneruskan atau tidak meneruskan penerbangan.

Kedua, menjamin semua dokumen operasional diisi dan didokumentasikan secara tepat. Karena dalam penerbangan JT 610 itu dicatat pramugarinya ada lima orang, padahal sebetulnya ada enam orang," kata Nurcahyo Utomo pula. Hal itu sempat menyebabkan kesimpangsiuran.

Tarik Menarik Pilot dan Mesin

Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, data penerbangan pesawat Lion Air JT610 yang jatuh itu, menunjukkan pilot dan kopilot kerepotan, dalam menerbangkan pesawat sesaat setelah lepas landas.

Hal ini terjadi karena hidung Boeing 737 Max 8 terus-menerus menukik, akibat dipicu sistem kendali otomatis yang menerima data keliru dari sensor.

Rekaman data tersebut, yang dirilis Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), menunjukkan tarik-menarik antara pilot dan mesin pesawat selama puluhan kali dalam 11 menit penerbangan.

Pada akhirnya, pilot dan kopilot kehilangan kendali sehingga pesawat itu menukik ke laut dengan kecepatan 724 kilometer per jam dan menewaskan 189 orang di dalamnya.

"Kedua pilot terus berjuang sampai akhir penerbangan," kata Kapten Nurcahyo Utomo selaku Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, sebagaimana dikutip harian New York Times.

Data penerbangan Lion Air JT610 konsisten dengan penilaian sejumlah pakar bahwa sistem komputer Boeing yang dipasang pada model 737 Max, bermasalah.

Sistem yang dikenal dengan sebutan maneuvering characteristics augmentation system (MCAS) itu, berfungsi mencegah pilot menaikkan hidung pesawat terlalu tinggi dengan cara menukikkan pesawat secara otomatis.

Dalam kasus pesawat Lion Air JT610, fungsi itu tidak bekerja dengan baik, sehingga setiap kali pilot menaikkan hidung pesawat, MCAS aktif kembali dan menurunkan hidung pesawat.

Pada saat bersamaan sensor AoA yang terpasang pada badan pesawat menampilkan data yang keliru. Data ini berperan penting dalam pengaktifan MCAS.

Sebagaimana disebutkan laporan KNKT yang dipublikasikan Bloomberg, sensor tersebut telah diganti dan diuji pada 28 Oktober.

Belum jelas apakah data yang keliru itu ditimbulkan dari sensor atau dari komputer yang memproses informasi sensor. Yang terang dalam penerbangan malam sebelumnya, dari Denpasar ke Jakarta, sensor itu tetap menampilkan data keliru.

Untuk itu, akan dilakukan CT scan terhadap komponen AoA di Chicago, dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di Rosemount Aerospace Inc, Minnesota, dengan pengawasan dari KNKT.

Sampai Rabu (28/11),  bagian lain dari kotak hitam, yakni Cockpit Voice Recorder (CVR) atau perekam suara kokpit, belum ditemukan. Sementara itu, pengumpulan data terkait perawatan pesawat, komponen sensor AoA yang terpasang, pelatihan awak pesawat, bahkan prosedur perawatan dan pengoperasian masih dilakukan, juga dengan wawancara pihak-pihak terkait.

Rencananya, dalam waktu dekat rekonstruksi penerbangan akan dilakukan melalui simulasi penerbangan Boeing 737 - 8 MAX ,di pusat fasilitas Boeing, di Seattle, Amerika Serikat.

Masih 64 Korban Belum Ditemukan

Sehari sebelum paparan laporan investigasi awal penyebab kecelakaan, KNKT menyampaikan ringkasannya kepada para keluarga korban, di Hotel Ibis Cawang, Jakarta, Selasa (27/11).

Para sanak keluarga duduk di ruang makan itu. Beberapa orang perwakilan dari Lion Air tampak membaur. Sebagian keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610, masih menunggu kepastian, padahal di Rumah Sakit Polri sudah tidak ada lagi jenazah yang harus diidentifikasi.

Keluarga korban Lion Air JT 610 desak pencarian dilanjutkan 'sekecil apapun harapannya'

Tanggal 23 November, sebanyak 125 jenazah sudah berhasil diidentifikasi. Para keluarga korban membentuk grup WhatsApp, saling mengabari satu sama lainnya seputar identifikasi jenazah, bahkan mendesak pihak-pihak terkait untuk terus mencari jenazah sembari mencari CVR.

Perwakilan keluarga korban juga sempat diajak menuju perairan Tanjung Karawang, untuk melihat bahwa pencarian masih berlangsung, meski dengan tim yang lebih sedikit dibanding pencarian pada pekan pertama setelah kecelakaan.

"64 penumpang dan awak belum teridentifikasi dan dievakuasi, CVR belum ketemu, kita akan terus kawal dan monitor, berikan dukungan moril, setidaknya kita tahu, publik juga agar bisa mendoakan, dalam proses satu bulan ini," kata Rini Soegiono salah satu keluarga korban.

Menurut Rini, investigasi yang saat ini dilakukan KNKT harus terus dikawal karena akan penting bagi dunia penerbangan di Indonesia bahkan dunia. "Ini adalah investigasi kemanusiaan,” katanya.

Sebanyak 125 jenazah korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610, telah teridentifikasi

Selama sebulan ini, Dian Anggraini, seorang ibu yang kehilangan anaknya, Muhammad Ravi Andrian, selalu cemas dengan kabar yang beredar.

Pada tiga hari pertama setelah kecelakaan, ia masih berharap ada keajaiban yang terjadi, dan anak sulungnya bisa kembali.

Tetapi, dua pekan kemudian, ia memakamkan jenazah anaknya itu, setelah teridentifikasi.

Meski jenazah anaknya sudah teridentifikasi, Dian masih hadir dalam setiap pertemuan keluarga korban, karena jenazah keponakannya belum bisa ditemukan.

"Sekalipun anak kami tak teridentifikasi, bahwa saya hanya dapat surat kematian saya siap," Kata Dian. Ia menambahkan bahwa harapan semua keluarga korban itu pada dasarnya bisa memakamkan jenazah korban.

"Sangat penting itu, kita bawa pulang jenazahnya (Ravi) kita bisa ziarah." Kata  Dian.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home