Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 15:51 WIB | Selasa, 15 Maret 2016

Polisi dan Kemenkes Harus Usut Kecelakaan RS Mintohardjo

Anggota Komisi IX Kesehatan DPR RI dari Fraksi NasDem Irma Chaniago. (Foto: istimewa)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Meninggalnya empat orang pasien terapi hyperbaric di RS Mintohardjo, Senin kemarin, makin meningkatkan kekhawatiran masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit. Untuk itu, perlu investigasi lengkap dari pihak terkait agar kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit dapat kembali pulih.

Anggota Komisi IX Kesehatan DPR RI dari Fraksi Nasdem Irma Chaniago mengatakan, bahwa kementerian kesehatan, Kepolisian, dan aparat terkait lainnya harus segera melakukan investigasi atas peristiwa yang terjadi di RS Mintohardjo.

“Rumah sakit kok malah jadi mencelakakan orang. Artinya ada aspek keselamatan yang diabaikan rumah sakit. Ini memukul image rumah sakit di hadapan masyarakat. Masyarakat menjadi merasa tidak aman (di rumah sakit),” kata Irma Chaniago di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, hari Selasa (15/3).

 Irma merasa heran atas penjelasan Kepala Divisi Penerangan TNI AL Laksma M Zainudin yang terkesan terburu-buru menyatakan bahwa dugaan penyebab dari peristiwa ini berasal dari korsleting listrik. Padahal RSAL Dr. Mintohardjo merupakan rumah sakit bergengsi yang menjadi rumah sakit matra laut tingkat II. Dan, sejak 1976 RSAL Dr. Mintohardjo sudah memiliki Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) tempat keberadaan alat terapi Hyperbaric. Tentu rumah sakit ini sudah memiliki standar pengamanan yang baik untuk pelayanannya.

Masa, bisa terjadi kebakaran dan (menyebabkan) pasien tidak terselamatkan,” kata dia.

 Irma meminta Kepolisian RI dan penyidik lainnya sesuai undang-undang, untuk melakukan investigasi menyeluruh dan mendalam atas peristiwa tersebut. Dia mendesak Kepolisian untuk mengurai tingkat pertanggungjawaban mulai dari sumber daya manusia, tenaga kesehatan, hingga manajemen RSAL Dr. Mintohardjo yang semestinya bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya peristiwa yang merenggut nyawa tersebut.

 Dia berkeyakinan bahwa setiap tingkatan pertanggungjawaban dapat dikenakan sanksi bahkan pidana jika memang terbukti bersalah. Irma menyebutkan, UU Tentang Tenaga Kesehatan No. 14 Tahun 2014 Pasal 84 setidaknya dapat menjerat pidana kelalaian tenaga medis yang menyebabkan kematian.

“Polisi harus mengembangkan (investigasi) ini,” kata dia.

Apabila terbukti yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa tersebut ternyata sumber daya manusia non tenaga medis, menurutnya juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai KUHP pasal 359 dan 188. Sama halnya dengan manajemen rumah sakit dan pimpinan RS yang juga patut diperiksa dimintai tanggung jawab

“Proses hukum tetap (harus berjalan). Penanggung jawab akhir tentu (manajemen) rumah sakit. Tetapi kelalaian yang dilakukan oleh petugas rumah sakit harus diselidiki juga. Kalau ada petugas rumah sakit yang lalai dia juga harus mendapatkan sanksi,” katanya.

Selain itu, kata dia Kementerian Kesehatan dapat memberi sanksi apabila memang terbukti ada kesalahan prosedur yang dilakukan dari manajemen rumah sakit. Sanksi ini bisa dikenakan hingga tingkat pencabutan izin permanen apabila memang terbukti kesalahan yang dilakukan RS dinilai fatal.

“Dari sisi administrasi. Kementerian Kesehatan harus memberikan sanksi kepada RS ini (apabila terbukti salah). (karena) Artinya aspek keselamatan tidak dijaga oleh rumah sakit ini,” katanya.

Mabes AL Terbuka

Dilansir dari Antara, Mabes TNI Angkatan Laut (Mabesal) menegaskan akan terbuka mengenai hasil investigasi yang dilakukan Puspomal dan Puslabfor Mabes Polri untuk mencari penyebab terbakarnya mesin terapi oksigen Hyperbaric di RS TNI AL Mintoharjo pada Senin.

“Pertama saya ingin menyampaikan sebagai pribadi dan pimpinan TNI AL juga ikut berduka dan berbelasungkawa atas wafatnya empat pasien yang meninggal dalam chamber yang terbakar. Saya tegaskan kami akan terbuka pada media terkait kasus meledaknya alat terapi tersebut,” ujar Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi, di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa.

Ia menyebutkan, TNI-AL akan membuka seluas-luasnya dan menyampaikan kepada publik dengan transparan hasil investigasi penyebab meledak dan terbakarnya mesin Hyperbaric tersebut, apakah dikarenakan kelalaian manusia ataupun karena tidak berfungsinya alat.

“Kita lihat hasil investigasi tersebut, dan TNI AL tidak boleh ada menutup-nutupi. Begitu kejadian dilaporkan Karum Mintoharjo, saya langsung ke RS melihat kondisi, dan saya perintahkan investigasi gabungan baik dari Polri, TNI AL, Ikatan Dokter Hyperbaric yang mengetahui secara teknis dan mekanisme apa yang harus dilakukan dalam situasi seperti tersebut dan penyebabnya,” katanya.

Saat ini, kata mantan Kasum TNI itu, tim investigasi dari Pomal, Puslabfor Polri, dan Ikatan Dokter Hyperbaric tengah bekerja menyelidiki lebih mendalam peristiwa kebakaran tersebut.

“Kejadian kebakaran ini memang terus kita cari penyebabnya. Saya tidak akan berandai-andai dan menyerahkan sepenuhnya kepada tim dari Puspomal dan Mabes Polri untuk mendeteksi dan mengetahui penyebab kebakaran apakah karena kelalaian atau hal lainnya,” tambah Ade.

Ia mengatakan, kejadian kebakaran pada alat terapi tersebut adalah sesuatu yang sangat tidak diharapkan, karena alat itu bila dilihat dari fungsinya sebenarnya digunakan untuk pengobatan efek dekompresi pada penyelam TNI AL dalam misi-misi di bawah laut.

“Sehingga apa ada kelalaian atau malfungsi itu nanti didasarkan pada laporan investigasi tim gabungan. Saya sudah melaporkan kepada Panglima TNI tentang pembentukan tim investigasi gabungan tersebut dan hasilnya akan diberitahukan kepada publik, tapi pada dasarnya teknologi apa pun itu harus aman digunakan,” lanjutnya.

Empat orang pasien yang berada di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Mintoharjo, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, dilaporkan tewas karena terjadi kebakaran di ruang tabung chamber Pulau Miangas Gedung Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT), Senin siang (14/3).

Empat pasien yang meninggal, yakni mantan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol (Purn) Abubakar Nataprawira (65), Edi Suwandi (67), Dimas (28) dan Sulityo (54), yang merupakan anggota DPD RI sekaligus sebagai Ketua Umum PGRI.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home