Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 07:24 WIB | Selasa, 16 Juni 2020

Prancis Kecam Turki Yang Agresif di Konflik Libya

Sebuah kendaraan personel lapis baja buatan Turki, berkendara menyusuri jalan di kota pesisir Sorman di Libya pada 13 April 2020. (Foto: dok. AFP)

PARIS, SATUHARAPAN.COM-Prancis mengecam intervensi Turki yang "agresif" dalam konflik Libya sebagai tidak dapat diterima, dan menuduh sesama anggota NATO itu melanggar embargo senjata PBB dan mengirim setengah lusin kapal ke pantai negara yang dilanda perang.

Turki, didukung oleh sekutu regional utamanya Qatar, mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB di Tripoli dalam konflik melawan pasukan Jenderal Libya di wilayah timur, Khalifa Haftar.

Paris marah oleh "sikap yang bahkan lebih agresif dan mendesak Turki, dengan tujuh kapal Turki dikerahkan di lepas pantai Libya, serta pelanggaran embargo senjata," kata seorang pejabat senior presiden. “Orang-orang Turki berperilaku dengan cara yang tidak dapat diterima dan mengeksploitasi NATO. Prancis tidak bisa hanya diam,” tambah pejabat itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

NATO “Mati Otak”

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, telah mengadakan pembicaraan tentang masalah ini pekan ini dengan pemimpin Amerika Serikat, Donald Trump, dan "pertukaran akan berlangsung dalam beberapa pekan mendatang mengenai masalah ini dengan mitra NATO," kata pejabat itu, hari Minggu (14/6).

Komentar itu muncul setelah kapal perang Turki pada hari Rabu (10/6) mencegah misi angkatan laut Uni Eropa baru yang memberlakukan embargo senjata Libya untuk memeriksa sebuah tersangka kapal barang di lepas pantai Libya.

Turki telah mengirim pejuang Suriah, penasihat militer dan drone untuk mendukung GNA, dalam penempatan yang telah mengubah jalannya konflik, dengan pasukan Haftar mengalami serangkaian kekalahan.

Ketegangan meningkat selama setahun terakhir antara Macron dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, terutama ketika pemimpin Prancis mengatakan bahwa kurangnya tanggapan NATO terhadap operasi sepihak Turki di Suriah utara menunjukkan bahwa aliansi itu sedang mengalami "kematian otak."

Meskipun berada di sisi yang berlawanan dari konflik, beberapa analis berpikir bahwa Rusia dan Turki mungkin belum menemukan kesepakatan untuk Libya seperti yang mereka lakukan dengan Suriah. Tetapi menteri luar negeri dan pertahanan Rusia menunda kunjungan yang direncanakan ke Turki pada hari Minggu (15/6) untuk membahas konflik Libya dan Suriah, tanpa alasan yang jelas.

Pekan lalu, Presiden Mesir, Abdel Fattah Al-Sisi, mengumumkan rencana Kairo untuk gencatan senjata di Libya, mulai 8 Juni, setelah bertemu dengan Jenderal Haftar. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home