Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 08:24 WIB | Rabu, 04 November 2015

Presiden Minta Masyarakat Kecil Kelola Gambut

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) berbincang dengan Menko Polhukam Luhut Panjaitan (kiri), Menko PMK Puan Maharani (kedua kiri), Menteri LHK Siti Nurbaya (tengah), dan Direktur Direktorat Zeni Angkatan Darat Brigjen TNI Irwan (kanan) seusai menyusuri pematang sekat kanal yang dibangun untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan gambut di Pulang Pisau, Kalteng, hari Sabtu (31/10). (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo, memerintahkan untuk menata kembali penanganan lahan gambut dengan baik di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan usai mendampingi Presiden menerima Pimpinan Kelompok Kerja Gambut Universitas Gadjah Mada (UGM) di Kantor Presiden, Selasa (3/11).

Rektor UGM Prof Ir Dwikorita Karnawati kepada pers mengatakan, mereka menyampaikan penelitian tentang lahan gambut yang dilakukan sejak 1974 dan yang terakhir penelitian pada tahun 2014-2015.

“Dari hasil kajian tersebut, kami sampaikan bahwa resep atau semacam paket upaya untuk mengatasi atau mencegah kebakaran atau kerusakan lahan gambut ke depan,” kata Rektor UGM.

Dalam pengelolaan lahan gambut ini, Rektor UGM menjelaskan perlunya integrasi beberapa aspek, yakni rekayasa sosial, rekayasa teknis, dan aspek politik pembangunan ekonomi dalam hal pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) ataupun perkebunan.

“Dari ketiga aspek yang terintegrasi tadi perlu dibungkus dengan aspek legal, peraturan, atau bahkan mungkin penegakan peraturan, harmonisasi peraturan, perbaikan peraturan serta tata ruang,” kata Rektor UGM.

Tata ruang ini perlu ditekankan bagaimana kondisi topografi lahan gambut tersebut, guna mengontrol tata air dan juga restorasi di lahan gambut.

“Dan akhirnya kita mengharapkan terwujudnya pembangunan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan,” kata Rektor UGM.

Dosen Fakultas Pertanian UGM yang juga pakar gambut Prof Dr Ir Azwar Ma’as menjelaskan, gambut itu tumbuh di rawa dan tumbuh di daerah tropis yang berasal dari sisa-sisa tanaman hutan.

Kayu yang rubuh, tetapi proses penguraiannya tidak sempurna karena tergenang air.

“Lama-lama menumpuk. Nah tumpukan ini yang kita kenal bahwa gambut itu punya kubah. Kubah ini mempunyai simpanan air sangat besar,” kata Azwar.

Seperti saat ini, dimana tidak terjadi hujan, maka kubahnya telah dicacah sehingga semuanya menjadi kering. “Apalagi el nino, itulah penyebab kebakaran, karena kubahnya tidak dikonservasi,” kata Azwar.

Untuk menyelamatkan lahan gambut dari kebakaran, Azwar menjelaskan adalah satu-satunya jalan dengan mengembalikan fungsi kubahnya. Artinya lahan gambut memiliki simpanan air yang cukup untuk menghadapi musim kemarau.

“Setelah kubah diselamatkan, di bawah kubah itu jangan lagi ada saluran-saluran yang langsung terhubung ke sungai,” kata Azwar.

Dosen Fakultas Kehutanan UGM Oka Karyanto mengatakan, Presiden memerintahkan untuk dilakukan pemetaan detail seluruh kawasan gambut di Indonesia, bukan kedalamannya tapi topografi detail sehingga gerakan penyekatan kanal dan perbaikan restorasi air itu akan segera dilakukan dalam waktu beberapa bulan ke depan.

Dari sisi teknis, masalah tata kelola air menjadi fokus perhatian dari Pokja Gambut UGM. Lahan gambut saat ini mengalami over-drainage sehingga sangat rentan terbakar. Sehingga yang harus dilakukan segera adalah restorasi kanal berbasis topografi. Dalam pembuatan kanal hendaknya diperhatikan zonasi air dengan membuat ketinggian air dalam level tertentu. Sehingga pengelolaan air dalam kanal sesuai dengan topografinya.

Sementara itu dari sisi sosial, Pokja Gambut UGM menyampaikan rekomendasi pada Presiden untuk dibuatkan skenario rekayasa sosial. Rekayasa sosial itu intinya adalah larangan untuk membakar hutan, terutama dalam pembukaan lahan baru.

Rekayasa sosial, yang direkomendasikan oleh Pokja Gambut UGM didahului dengan melakukan pemetaan sosial budaya, sehingga sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.  Karena beberapa komunitas dalam masyarakat Indonesia memiliki tradisi nomaden dan berladang berpindah. Jika konsep rekayasa sosial yang ditawarkan adalah mengajak hidup menetap dalam permukiman maka hal itu harus diikuti oleh akses dan kontrol sumberdaya produktif.

Hal itu harus dilakukan bersamaan, karena tanpa akses pada sumberdaya produktif maka proses penyediaan pemukiman tidak akan efektif.

Pokja UGM juga, merekomendasikan agar kebijakan ekonomi yang ditetapkan di lahan gambut adalah yang berbasis agribisnis. Lahan gambut sebaiknya dimanfaatkan hanya untuk jenis tanaman yang adaptif terhadap lahan gambut. Sedangkan untuk zona konservasi yang direstorasi dipilihkan tanaman yang adaptif seperti sagu, rotan, dan tanaman hutan rawa.

Dalam pertemuan itu, Presiden juga mengharapkan agar masyarakat kecil diberi kesempatan untuk mengelola gambut dengan baik seperti di Riau, Papua dan Kalimantan Tengah.

“Untuk diberi ruang gerak sebagai model, dengan pengelolaan tanpa pengeringan kanalisasi dengan komoditas-komoditas yang tidak kalah berharganya dengan sawit dan HTI,” kata Oka.

Selain itu, Presiden juga meminta agar bencana asap yang terjadi di Papua dipikirkan secara serius, karena dampak bencana asap di Papua akan membuat beberapa lokasi terpencil sulit dijangkau pesawat. “Suplai logistik bisa terhenti,” kata Azwar.

Turut mendampingi Presiden dalam pertemuan ini, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya serta Basuki Hadimuljo Menteri PU dan Perumahan Rakyat. (ksp.go.id)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home