Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 20:15 WIB | Kamis, 31 Desember 2015

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2016 Berkisar 5,5 Persen

Ilustrasi. Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Beberapa pihak seperti pengamat ekonomi, dunia usaha dan pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2016 akan berada di kisaran angka 5 persen hingga 5,5 persen.

Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Institute for Development of Economic and Finance Enny Sri Hartati, pertumbuhan ekonomi di tahun 2016 akan tumbuh di bawah proyeksi pemerintah yaitu 5 persen.

"Kami proyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 sebesar 5 persen," ujar Enny Sri Hartati pada Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2016 di IPMI International Business School, Jakarta, Kamis (26/11).

Proyeksi tersebut sangat berbeda jauh dengan proyeksi Asian Development Bank (ADB) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,4 persen di 2016. Sedangkan, Pemerintah dalam asumsi Ekonomi APBN 2016 menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen.

Menurut dia, ada beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di tahun 2016 seperti terjadinya penurunan ekonomi Tiongkok, ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed dan penurunan harga komoditas global. Sedangkan untuk faktor internal lambatnya komsusi rumah tangga, belanja pemerintah yang mandek, turunnya ekspor dan realisasi kredit yang melambat.

Namun, Development Bank of Singapore (DBS) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2016 akan berada di kisaran 5 persen atau 5,5 persen.

Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi mengatakan tekanan pelemahan nilai tukar rupiah masih membayangi perekonomian Indonesia. Pasalnya, pelemahan kurs rupiah yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir akan mengganggu iklim investasi di Indonesia.

Pelemahan rupiah akan membuat bahan baku menjadi lebih mahal sehingga berdampak kepada meredupnya minat investasi. Penurunan impor paling drastis dalam tiga tahun terakhir ini yakni impor barang modal, menjadi tanda pertumbuhan investasi tengah melemah.

"Karena 60 persen hingga 70 persen produksi menggunakan bahan baku impor, begitu impor menguat maka biaya investasi menjadi mahal. Karena impor itu mengunakan dampak pada daya beli impor sehingga membuat investasi anjlok, ujarnya di Jakarta, Selasa (27/10)

Lain lagi dengan yang diproyeksikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang memprediksi pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran angka 5,5 persen.

"Proyeksi tersebut sangat moderat didasari pertimbangan atas perkembangan ekonomi global dan reformasi ekonomi dalam negeri yang memang ada perbaikan namun belum kuat perbaikannya," kata Hariyadi, Senin (14/12)

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi tersebut juga didorong oleh peran pemerintah, seperti adanya perbaikan konsumsi pemerintah dan investasi dengan mempercepat pembangunan infrastruktur jalan tol, pelabuhan, dan listrik yang sejalan dengan upaya pengurangan biaya logistik melalui pembenahan sistem logistik nasional.

"Penyelesaian reformasi kelembagaan juga dapat mempercepat eksekusi belanja anggaran di berbagai bidang lainnya," kata Hariyadi.

Selain itu, dengan adanya perbaikan iklim investasi melalui paket deregulasi kebijakan ekonomi dalam menghalau hambatan aktivitas usaha, diperkirakan dapat meningkatkan investasi sekitar 8,6 hingga 9 persen yang didorong dengan meningkatnya permintaan domestik dan aktivitas ekspor.

Menurut Hariyadi, stabilitas sosial dan politik di Indonesia juga akan memberikan angin segar bagi kondisi ekonomi. Hal itu sejalan dengan meningkatnya kemampuan pemerintah dalam mendapat dukungan politik. Pelaksanaan pilkada serentak yang berlangsung aman, kata dia, juga menjadi modal penguatan kelembagaan politik Indonesia.

Terkait dengan dinamika ekonomi global, Hariyadi mengatakan pemulihan perekonomian di Amerika Serikat, kawasan Eropa, pertumbuhan negara-negara berkembang, dan rendahnya harga minyak dunia akan menguntungkan perekonomian nasional.

"Namun perlu dicermati perkembangan Cina yang pertumbuhan pada 2016 diprediksi 6,3 persen. Artinya lebih rendah dari tahun sebelumnya karena Cina merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia," kata Hariyadi.

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

Ekonom Indef, Enny mengatakan ada beberapa upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu pemerintah harus membenahi permasalahan yang ada yaitu soal buruh dan infrastruktur jalan yang belum menyeluruh dan maksimal.

Selain itu, Ekonom DBS juga mengungkapkan pemerintah tidak hanya mengandalkan daya beli dan tingkat konsumsi dari masyarakat saja. Namun, peningkatan sektor investasi dari segi realisasi anggaran pemerintah sangat penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah.

Untuk menarik investasi asing maupun meningkatkan investasi domestik di Tanah Air tidaklah mudah. Karena saat ini para investor memilih sikap wait and see untuk melakukan investasi.

Penurunan nilai tukar rupiah secara terus menerus ini membuat investor melihat bahwa kurs rupiah sangat rentan. Oleh karena itu, Bank Indonesia dibutuhkan perannya untuk melakukan intervensi pasar dalam rangka menstabilkan kurs rupiah.

"Bagi investor asing kalau rupiah melemah, risikonya besar bagi mereka. Jadi mengapa harus masuk saat ini? Ini alasan investor asing enggan masuk ke Indonesia, karena perspektif mereka rupiah akan terus melemah," terangnya.

Sama seperti halnya investor asing yang ingin berinvestasi di pasar saham, lanjutnya, saat ini investor asing takut masuk berinvestasi pada sektor saham karena tidak ingin merugi dengan pelemahan nilai tukar rupiah.

"Sama di pasar saham kalau indeks saham Jakarta profit 10 persen per tahun tapi rupiah melemah 15 persen per tahun bagi investor asing sama saja bohong, ngapain masuk sekarang," kata Gundy.

Ketidaktabilan sistem keuangan Indonesia tidak dipungkiri berpengaruh terganggunya investasi dalam negeri. Pemerintah perlu mencari cara untuk menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia ditengah tekanan kurs rupiah.

Namun, Gundy optimistis prospek pemerintah telah belajar dari kesalahannya tahun ini sehingga pada tahun mendatang pemeritnah bakal lebih realistis dalam mengelola anggaran dan mendorong perekonomian.

"Karena tahun ini sudah dasarnya rendah jadi ada peningkatan ekonomi tahun depan,” kata dia.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home