Loading...
INDONESIA
Penulis: Kartika Virgianti 17:32 WIB | Rabu, 05 Maret 2014

Radhar Panca Dahana: Parpol Harus Bisa Tunjukkan Kader Berkualitas

Radhar Panca Dahana. (Foto: dok.satuharapan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Radhar Panca Dahana, sastrawan, esais, kritikus sastra, jurnalis, sekaligus seniman teater, menilai organisasi politik atau partai politik tidak bisa menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka memiliki kader berkualitas. Kalau kemudian ada warga yang golput (tidak memilih siapa pun), itu karena masyarakat frustrasi, tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk memilih.

Calon legislatif (caleg), menurut Radhar, harus bisa menunjukkan dirinya jujur dan berintegritas. Jujur kepada siapa pun, keluarga, tetangga, sampai pemerintah. Tetapi, sejauh pengamatan Radhar, kejujuran sebagian pemasang iklan berupa spanduk-spanduk caleg itu  justru diragukan.

“Kalau tidak ada pilihan, saya tidak memilih, daripada dipaksa memilih yang tidak sesuai dengan hati nurani kita,” kata Radhar, saat ditemui di kantor Federasi Teater Indonesia (FTI), Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (4/3).

Dia mengajak menilai caleg sekarang. Tanpa mengetahui latar belakang dan rekam jejaknya, tiba-tiba mereka datang dan mengatakan “pilihlah saya, karena nanti saya akan mengatasi banjir", misalnya. Kenyataannya, dia belum melakukan sesuatu untuk kemaslahatan banyak orang.

“Sulit untuk mengetahui pemimpin baru yang betul-betul berkualitas, kecuali kita mengenalnya secara pribadi,” kata Radhar.

Sebab, pembuat regulasi atau kebijakan adalah  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)—para elite politik dan pemerintah (dilakukan menteri dan direktorat jenderal). Jadi sulit menemukan caleg baru yang berkualitas, jika sistem lama masih belum dibenahi. Kalaupun caleg baru ini bermutu, begitu masuk DPR akan seperti itu lagi.

Sistem tersebut, Radhar melanjutkan, merupakan budaya yang menciptakan peluang bagi seorang anggota legislatif untuk korupsi. Selain itu di antara anggota dewan juga ada budaya berkelahi dengan sesama anggota demi membela kepentingan sendiri atau kelompoknya. Ini sangat konyol menurut Radhar.

“Ada satu caleg, dia mencalonkan diri juga sebagai hakim agung. Kalau hakim agung dia terpilih, sementara namanya sudah ada di kartu pemilihan caleg, harusnya dicoret salah satu namanya, ini kan ngawur, tetapi orang-orang ngawur seperti itu dibiarkan oleh sistem,” sesalnya.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home