Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 21:23 WIB | Rabu, 24 September 2014

Rebecca: di Tengah Kekacauan Ada Harapan

Pdt. Rebecca Blair Young, salah satu pemateri kuliah umum bertajuk ‘Teologi Bencana’ sebagai rangkaian acara Diesnatalis ke-80 Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta yang digelar pada Rabu (24/9). (Foto: Francisca CR)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Di tengah kekacauan, ada harapan. Kalimat tersebut merupakan penggalan puisi yang disampaikan oleh Pdt. Rebecca Blair Young saat menjadi salah satu pemateri kuliah umum bertajuk ‘Teologi Bencana’ sebagai rangkaian acara Diesnatalis ke-80 Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta yang digelar pada Rabu (24/9).

Dalam khotbahnya, Rebecca menyampaikan bahwa Tuhan tidak pernah menghapuskan kekacauan yang ada di dunia ini. Menurut pandangannya, kekacauan dan kegelapan ini hanya dipisahkan dengan tempat aman yang kini ditempati oleh manusia. Oleh karena itu, bencana yang menimbulkan kekacauan dapat datang sewaktu-waktu agar manusia tetap percaya dan menaruh harapan kepada Tuhan.

“Sebelum dunia ini dibentuk, yang ada hanya kekacauan dan kegelapan. Allah datang untuk memisahkan kekacauan itu, bukan untuk menghilangkannya. Ia tidak pernah menghapuskan kekacauan. Namun, Tuhan menempatkan manusia di tempat yang aman,” Rebecca memaparkan.

Pandangan Manusia Terhadap Bencana

Manusia hidup di dunia tentu dihadapkan dengan berbagai bencana. Bencana yang dialami manusia sering menimbulkan pertanyaan besar. Pertanyaan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan spekulasi di benak masing-masing.

Ada kelompok masyarakat yang memandang bahwa Tuhan sengaja mendatangkan bencana agar mereka ‘kembali’ pada ketaatan hidup spiritual. Ada pula yang memandang bahwa bencana datang sebagai bentuk hukuman Tuhan terhadap orang-orang berdosa.

Menanggapi berbagai persepsi yang berkembang di kalangan masyarakat ini, Rebecca mengatakan bahwa manusia seharusnya tidak langsung menafsirkan kehendak Tuhan. “Kita tidak boleh langsung menafsirkan apa maksud Tuhan,” ujar Rebecca. Menurut pandangan Rebecca, Tuhan menghendaki bencana terjadi karena maksud lain yang tidak pernah diketahui oleh manusia.

“Ada pengetahuan yang terlalu besar untuk diketahui oleh manusia,” Rebecca mengungkapkan. Sementara itu, jika manusia tahu akan terjadi bencana, mereka akan menyelamatkan diri sendiri dan kepercayaan kepada Tuhan akan hilang.

Peran Gereja di Tengah Bencana

Peran gereja dalam membantu korban-korban bencana yang paling penting menurut Rebecca bukan memberikan bantuan material, tetapi memberikan bantuan secara spiritual.

“Yang paling penting untuk korban adalah membantu mereka secara spiritual untuk dapat kembali memperoleh harapan pada masa depan,” ujar Rebecca.

Sudah sewajarnya gereja memberikan pelayanan bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan spiritual, terutama untuk korban-korban bencana yang belakangan ini rutin melanda masyarakat global. “Melayani korban bencana berarti secara langsung kita juga melayani Yesus,” Rebecca menambahkan.

Kasus-kasus bencana yang melanda Indonesia, seperti Aceh, Nias, dan Yogyakarta telah memberikan pandangan kepada masyarakat dunia bahwa orang-orang yang begitu menderita di Indonesia tetap memiliki kepercayaan kepada Tuhan. Kepercayaan itu tidak hanya dimiliki oleh orang-orang Kristen, tapi juga orang-orang beragama lain. Kekuatan spiritualitas seperti inilah yang seharusnya dicurahkan gereja untuk membantu korban-korban bencana agar tetap memiliki harapan dan pandangan positif dalam menjalani hidup selanjutnya.

Masyarakat Tengah Menghadapi Bencana Global

Masyarakat dunia tengah dihadapkan dengan tantangan perubahan iklim yang ekstrem. Beberapa peneliti menyampaikan bahwa es di Kutub Utara dan Kutub Selatan terus mencair. Hal ini mengakibatkan ancaman tsunami besar bagi masyarakat global.  Beberapa pulau di dunia juga akan tenggelam, termasuk sebagian wilayah di Indonesia. Bencana global ini telah ditandai dengan perubahan iklim yang kini melanda masyarakat di dunia.

Minggu (21/9) lalu, ratusan ribu masyarakat di New York turun ke jalan-jalan menuntut tindakan terhadap perubahan iklim. Demonstran menuntut pembatasan emisi karbon menjelang Konferensi Perubahan Iklim atau KTT PBB di New York beberapa hari mendatang. Gerakan ini melibatkan warga gereja untuk turut menyuarakan kepeduliannya terhadap lingkungan.

Rebecca yang mengaku tengah berada di Amerika saat demo berlangsung mengatakan, “Saya salut ada gerakan gereja untuk ikut bertanggung jawab terhadap perubahan iklim. Saya lihat mereka membuat demo di beberapa tempat, diikuti oleh umat-umat gereja yang berkumpul menjadi satu bagian dan berjalan bersama menyerukan tindakan terhadap pemeliharaan lingkungan tersebut,” katanya.

Sebagai warga gereja, Rebecca mengimbau agar umat Kristen di seluruh dunia harus melakukan upaya pemeliharaan terhadap ciptaan Tuhan, bukan hanya memikirkan kehidupan setelah kematian saja. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home