Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 11:43 WIB | Rabu, 28 Desember 2016

Rencana BUMN Malaysia Akuisisi Kebun Sawit RI Dikritik

Ilustrasi: Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit hasil panen di Desa Air Balui, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat (25/11). (Foto: Antara)

KUALA LUMPUR - Badan Usaha Milik Negara Malaysia, Malaysia Federal Land Development Authority (Felda) mendapat kritikan di dalam negeri Malaysia atas rencana untuk membeli saham di perusahaan minyak sawit Indonesia, PT Elang Tinggi Plantations Tbk. Kritik dilontarkan karena harga pembelian dinilai terlalu mahal.

Felda, yang mengoperasikan sejumlah perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia, mengumumkan pada hari Jumat lalu bahwa pihaknya berencana membeli 37 persen saham Eagle dengan harga US$ 505.400.000.

Reuters menghitung, dengan nilai pembelian sebesar itu, harga saham tersebut adalah Rp 528 per saham, 95 persen lebih tinggi daripada harga penutupan Eagle pada hari Jumat.

Atas akuisisi tersebut, kritik datang dari partai oposisi serta para pemukim yang menjadi mitra Felda.

Salah satu asosiasi pemukim Felda, ANAK, meminta pemerintah untuk campur tangan dan menghentikan pembelian Felda atas saham Elang.

"Saya yakin ini bukan hanya suara dari anggota ANAK. Mayoritas atau sejumlah besar masyarakat Felda kesal (dengan kesepakatan), "kata Presiden ANAK, Mazlan Aliman.

Dia mengungkapkan kekhawatiran bahwa  Felda  kemungkinan  harus meminjam untuk membiayai akuisisi tersebut, yang dapat mempengaruhi hidup para pemukim, yang biasanya menerima beberapa hibah dari Felda.

Yang dimaksud dengan  pemukim Felda adalah etnis Melayu yang menerima bantuan berupa tanah dari pemerintah. Mereka membentuk basis suara di sekitar 50 dari 222 kursi parlemen.

Mazlan mengatakan ia khawatir bahwa kesepakatan yang "mahal" ini dibuat untuk "agenda pribadi."  Ia menambahkan, asosiasinya akan melakukan aksi protes jika kesepakatan akuisisi ini tidak dibatalkan.

Rajawali Group, yang memiliki dan mengontrol Eagle, adalah salah satu konglomerat terbesar di Indonesia, dengan anak perusahaan yang terlibat dalam berbagai bisnis seperti media, telekomunikasi, pertambangan dan perkebunan. Grup bisnis ini dipimpin oleh konglomerat Peter Sondakh, yang memiliki hubungan lama dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.

Anak usaha Felda yang terdaftar di bursa, Felda Global Ventures Holdings Bhd (FGV), pertama kali mencoba untuk membeli saham  Eagle pada bulan Juni 2015 dengan nilai US$ 680.000.000, Rencana itu dibatalkan setelah politisi dan investor mengecam kesepakatan karena terlalu mahal.

Itulah salah satu alasan Felda Group mencoba untuk melakukan kesepakatan melalui salah satu entitas usahanya yang tidak terdaftar di bursa, sehingga dapat memotong persetujuan pemegang saham.

"Jika Perdana Menteri (Najib) mendorong (transaksi) ini, ia akan bertengkar tidak dengan partai politik tapi dengan lumbung suaranya yang terbesar yaitu UMNO," kata anggota parlemen oposisi Rafizi Ramli dalam konferensi pers pada hari Selasa.

Rafizi yakin kesepakatan itu akan dihentikan dan dia juga berjanji akan bekerjasama dengan legislator Indonesia untuk hak ini.

Nazir Razak, saudara perdana menteri Malaysia dan ketua bank terbesar kedua di negara itu, CIMB Group Holdings Bhd, juga mempertanyakan kesepakatan.

"Harga rata-rata tinggi Elang di November adalah 212 rupiah per saham, artinya 173 persen lebih tinggi untuk saham non-pengendali," kata Nazir dalam sebuah posting di medsos.

"Saya berharap dewan akan sepenuhnya membenarkan akuisisi dan valuasi meskipun kesepakatan bukan lagi oleh oleh FGV (Felda Global Ventures)."

Felda, dalam sebuah pernyataan menyikapi kritik, mengatakan harga saham  bukan didasarkan pada metode penilaian yang diterima, jika menyangkut perusahaan perkebunan dan lebih tepat ditentukan dari nilai perusahaan per hektar.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home