Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 13:55 WIB | Senin, 22 Maret 2021

RIP Sahabat Soe Hok Gie: Herman Lantang Meninggal Dunia

RIP Sahabat Soe Hok Gie: Herman Lantang Meninggal Dunia
Salah satu pendiri organisasi Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI), Herman Onesimus Lantang. (Foto-foto: berbagi sumber)
RIP Sahabat Soe Hok Gie: Herman Lantang Meninggal Dunia
Herman Onesimus Lantang (kaca mata) bersama Aristides Katoppo (topi), sobat lamanya.
RIP Sahabat Soe Hok Gie: Herman Lantang Meninggal Dunia
Herman Lantang bersama istrinya Joyce Moningka di rumahnya di Bogor, Jawa Barat (Jamaluddin/Mapala UI)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sahabat Soe Hok Gie, salah satu pendiri organisasi Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI), Herman Onesimus Lantang, meninggal dunia, hari Senin (22/3/2021) dini hari, pada usia 81 tahun.

Anggota Mapala UI, Syamsirwan Ichien, mengatakan, Herman meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang Selatan, Banten.

“Herman saat ini mau dibawa dari RSUD Tangsel ke Rumah Duka Harapan Kita,” ujar Ichien, Senin pagi dilansir oleh media.

Berpulangnya Herman Lantang membawa duka bagi dunia pencinta alam.

Rasa kehilangan Herman Lantang disampaikan oleh sejumlah pencinta alam.

“Turut berdukacita atas wafatnya Bang Herman Lantang. Salah satu pelopor pendaki gunung dan penjelajah Indonesia 'The Legend'. Semoga amal ibadahnya diterima Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Firdaus Asikin, anggota Mapala UI, Senin.

Dilansir dari akun Facebook Kopral Jabrik, Herman Lantang merupakan mantan mahasiswa jurusan Antropologi di Fakultas Sastra UI pada tahun 60 an.

Ia juga merupakan salah satu pendiri Mapala UI, dan pernah menjabat sebagai ketua organisasi tersebut pada tahun 1972-1974.

Herman Lantang adalah sahabat dari aktivis di era pemerintah Soekarno dan Soeharto, Soe Hok Gie.

Soe Hok Gie meninggal di Gunung Semeru, di pangkuan Herman Lantang, pada 16 Desember 1969.

Bersama Gie, dia menjadi inspirator gerakan demo long march mahasiswa UI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno, pasca Gerakan 30 September 1965 (G30S) dan gerakan mahasiswa yang menggulirkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura).

Pria yang di masa tuanya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah ini lahir di sudut kota kecil Tomohon, Sulawesi Utara, pada 2 Juli 1940.

Dalam buku baptisnya ia diberi nama Herman Onesimus Lantang.

Kegemarannya terhadap alam muncul ketika ayahnya yang berprofesi sebagai tentara sering mengajaknya keluar-masuk hutan di Tomohon untuk berburu.

 Ia tamatan Europeesche Lagere School (ELS) yang kemudian menjadi Sekolah Rakyat (SR) GMIM-4. ELS (tujuh tahun) atau SR kini setara dengan Sekolah Dasar.

Setelah itu Herman melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Kristen di Tomohon dan tahun 1957 ia bersekolah di SMA Negeri I (Budi Utomo) Jakarta. Tahun 1960 Herman diterima sebagai mahasiswa jurusan antropologi di Universitas Indonesia.

Herman mulai hijrah ke ibu kota bersama orangtuanya yang saat itu dipindahtugaskan ke daerah baru.

Di Jakarta inilah Herman melanjutkan kembali pendidikan formalnya di SMA 1 (Budi Utomo) pada tahun 1957.

Pada tahun 1960, setelah melalui segudang tes yang cukup rumit, Herman pun berhasil masuk ke Fakultas Sastra UI Jurusan Antropologi, yang banyak berkutat dengan kebudayaan dan perilaku manusia.

Melalui jurusan ini, Herman melakukan penelitian mendalam terhadap perilaku suku terasing Dhani di Papua pada tahun 1972. Ini yang mengantarkannya mencapai gelar sarjana penuh.

Kemudian, ketika tak lagi berkegiatan di kampus, jiwa petualangannya membuat Herman diterima di beberapa perusahaan pengeboran minyak ternama, seperti: Oil Field all part of Indonesia, East Malaysia Egypt dan Australia East Texas USA.

Di dunia kerjanya, Herman dikenal sebagai Mud Doctor yang menangani masalah lumpur-lumpur dalam pengeboran minyak bumi.

Kemudian pada tahun 1974, Herman sempat mengenyam pendidikan singkat di Houston Texas. Ia mengambil studi tentang "Mud School".

Di masa pensiunnya, Herman mengambil "jalan lain" yang jauh dari petualangan dan kerja lapangan. Pria ini ternyata sangat suka berwisata kuliner dan memiliki hobi memasak.

Dengan modal ala kadarnya, rumahnya di bilangan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pun disulap menjadi toko kue "Kelapa Tiga Taart Tempo Doeloe".

Di toko ini ia menjual aneka panganan kue-kue klasik yang menurutnya agak susah ditemukan di Jakarta.

Didampingi oleh satu dari tiga anaknya, Herman memasak sendiri kue-kue itu. Herman mengaku memiliki banyak buku resep kue klasik Belanda, sebut saja oentbijkoek dan klappertaart.

Gie meninggal di pangkuannya

Herman bersahabat dekat dengan aktivis kenamaan Soe Hok Gie, yang kisahnya diangkat ke layar lebar dengan judul "Gie".

Pria ini meninggal beberapa jam sebelum genap berusia 27 tahun di gunung tertinggi Pulau Jawa, yakni Semeru, karena menghirup gas beracun.

Kekesalan terhadap kehidupan kampus dan politik yang disebutnya sebagai ‘Politik Tai Kucing’, mendorong Herman Lantang dan Soe Hok Gie merencanakan pendakian ke Semeru, gunung tertinggi di Jawa.

Bersama tujuh orang temannya, termasuk Herman, Gie berangkat menuju Gunung Semeru pada 12 Desember 1969. Mereka berangkat dari Stasiun Gambir pukul 07.00 WIB ke Stasiun Gubeng Surabaya.

Pendakian legendaris itu mereka lakukan bersama Idhan Lubis, Fredy Lasut, Rudy Badil, Anton Wijana, Abdurachman, dan Aristides Katoppo. Berangkat naik kereta dari Gambir (Jakarta) dari tanggal 12 Desember 1969, hari kedua Idul Fitri. Itulah pendakian terakhir Soe Hok Gie dan Idhan Lubis.

Pendakian kali ini istimewa lantaran Gie akan merayakan ulang tahun ke-27 pada 17 Desember 1969.

Setibanya di Semeru, mereka mulai mendaki dengan dibagi menjadi dua tim. Gie dan Herman berbeda tim.

Rombongan Gie lebih dulu tiba di puncak, mereka lantas menunggu tim satunya. Ketika Herman tiba di puncak, ia melihat Gie dalam kondisi duduk.

Idhan yang datang bersama Herman juga ikut duduk, namun Herman tetap berdiri.

Karena duduk itu, menurut Herman, Gie dan Idhan menghirup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen. Tiba-tiba saja kedua pria ini menggelepar dan meninggal di pangkuan Herman.

Sekitar pertengahan September 2019, Herman Lantang bersama Aristides Katoppo, Don Hasman dan beberapa sobat lamanya ke Ranupani, di Gunung Semeru. Mereka berziarah ke tempat wafatnya Soe Hok Gie.

Pendakian itu merupakan yang terakhir bagi Aristides Katoppo, sobat lamanya yang meninggal dunia 29 September 2019, sekitar seminggu sepulang dari Semeru. Ternyata, itu juga menjadi pendakian terakhir buat Herman Lantang.

Di usia tuanya, pemilik nomor anggota Mapala UI, M 016 UI, ini lebih banyak berkutat dengan ide - ide pembuatan kue istimewa, selain menjadi pembicara di seminar - seminar yang berhubungan dengan kegiatan alam bebas.

Herman Lantang juga membangun bisnis penginapan di kawasan Bogor, Jawa Barat, bernama Camp Herman Lantang.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home