Loading...
DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 21:56 WIB | Kamis, 07 Januari 2016

Rumor tentang Bubarnya Pemerintah Palestina Semakin Santer

Sekjen PBB Ban Ki-moon (kiri) menggelar konferensi pers dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas setelah pertemuan di kompleks kepresidenan Muqataa di kota Tepi Barat, Ramallah, pada 21 Oktober 2015. AFP PHOTO/Abbas Momani

WEST BANK, SATUHARAPAN.COM - Status quo yang tengah berlangsung di West Bank hari-hari belakangan ini yang diwarnai teror yang bertubi-tubi oleh individu dan kerjasama Otoritas Palestina  dengan Israel untuk mencegah terorisme,  diperkirakan tidak akan lama. Rumor yang santer berkembang di kalangan Palestina i adalah akan munculnya intifada ketiga, jatuhnya Presiden Mahmoud Abbas dan runtuhnya Otoritas Palestina. Semua spekulasi ini didasarkan pada analisis yang realistis atas keputusasaan yang tengah melanda Palestina saat ini.

Otoritas Palestina, pemerintahan yang dibentuk di bawah perjanjian perdamaian Oslo 1993 dengan Israel, kini tengah menghadapi kekurangan dana. Sementara kerja sama keamanan yang tengah berlangsung dengan Israel juga mendapat banyak kritikan.

Laporan berbagai media Israel, seperti dikutip oleh AFP, mengatakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sedang mempersiapkan rencana cadangan jika Otoritas Palestina runtuh.

Sementara itu, Al Monitor mengutip keterangan seorang anggota senior Organisasi Pembebasan Palestina dan Komite Sentral Fatah, Abbas mungkin terpaksa mundur karena pidatonya di depan Majelis  Umum PBB pada 30 September lalu dan menyerahkan tanggung jawabnya atas West Bank kepada Israel.

"Saya ragu bahwa Otoritas Palestina dapat bertahan dalam krisis saat ini," kata pejabat Palestina yang tidak mau disebutkan namanya itu.

"Dengan jatuhnya korban warga Palestina setiap hari, tanpa ada harapan untuk proses politik dan dengan munculnya kesulitan ekonomi, Otoritas Palestina berisiko  runtuh. Dalam situasi saat ini, perjanjian yang ada menguntungkan Israel. Israel memanfaatkan status quo untuk mencegah berdirinya negara Palestina melalui perluasan pemukiman besar-besaran. Kami benar-benar merenungkan makna dan konsekuensi dari pengkerdilan Otoritas sedemikian rupa sehingga apakah pada akhirnya akan membawa proses untuk berdirinya negara Palestina bersama-sama dengan masyarakat internasional. Hari-hari kami untuk mengabdi kepada Netanyahu sebagai alibinya untuk mempertahankan pendudukan sudah berlalu," kata dia.

Komentar ini memperjelas bahwa kepemimpinan Palestina sudah memiliki strategi tentatif untuk melucuti Otoritas Palestina. Namun jika dan ketika mana hal itu diterapkan belum jelas.

Pendekatan dan kemungkinan baru Palestina untuk menyerahkan tanggung jawab urusan keamanan dan pemerintahan sipil di West Bank kepada  Israel berarti akan diawali dengan berpindahnya markas kepemimpinan Fatah dari Ramallah ke Kairo atau ke Amman. Ini juga berarti dihapuskannya pemisahan Tepi Barat ke dalam Area A, B dan C, seiring dengan didapatkannya kembali kontrol penuh sipil dan keamanan di wilayah itu oleh Israel.

Sumber tersebut secara rinci menunjukkan elemen kunci lainnya: kerjasama keamanan Palestina dengan Israel akan berakhir, dan ketimbang membantu Otoritas Palestina secara langsung, bantuan internasional akan disalurkan ke lembaga swadaya masyarakat Palestina dan kamp-kamp pengungsi yang dikoordinasikan oleh kepemimpinan Palestina di luar negeri.

Secara paralel, kata dia, Majelis Umum PBB akan akan menyetujui resolusi pada September 2016 yang menyatakan bahwa batas wilayah Palestina di West Bank akan didasarkan pada garis batas 1967 di bawah pendudukan Israel.

Perubahan drastis yang demikian dipastikan memiliki dampak serius terhadap wilayah sekitarnya. Ada sedikit keraguan bahwa dalam skenario seperti itu, intifada penuh kekerasan akan meledak. Kemungkinan besar, wabah ini akan menjadi kombinasi dari intifadah pertama dan kedua: sejenis pemberontakan populer yang telah tampak akhir-akhir ini dikombinasikan dengan perjuangan bersenjata oleh Tanzim-nya Fatah, mungkin bekerjasama dengan pasukan Hamas dari Gaza.

Wilayah ini secara keseluruhan akan dipaksa untuk mengungkapkan solidaritas dengan pemberontakan Palestina, yang akan membahayakan perjanjian perdamaian Israel-Mesir dan Israel-Yordania.

Ada kemungkinan bahwa kelompok-kelompok teror fundamentalis akan bergabung dalam pertempuran, terutama Hizbullah, dan mungkin juga ISIS akan beroperasi dari Semenanjung Sinai atau Dataran Tinggi Golan.

Dalam keadaan seperti itu, Israel akan menghadapi beban ekonomi utama, baik dari sudut pandang keamanan dan dalam hal berurusan dengan penduduk Palestina di West Bank, di bawah tanggung jawabnya. Tekanan politik yang kuat akan datang dari sayap kanan di pemerintahan Netanyahu. Masyarakat internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa, kemudian akan diwajibkan untuk campur tangan dalam konflik, seperti yang terjadi sebelum perjanjian Oslo.

Seorang pejabat Otoritas Palestina yang dekat dengan Abbas mengkonfirmasi kemungkinan runtuhnya Otoritas Palestina. Sumber ini, yang memiliki banyak pengalaman dalam proses perdamaian Israel-Palestina masa lalu, mengatakan bahwa tujuan dari langkah dramatis seperti ini akan memprovokasi intervensi masyarakat internasional terhadap proses solusi dua negara.

Pejabat itu mencatat bahwa proses diplomatik demikian akan menyerupai inisiatif internasional periode Konferensi Madrid pra-1991, terdiri dari tiga tahap. Yang pertama akan menjadi kesepakatan gencatan senjata dan konferensi perdamaian internasional. Tahap kedua akan terdiri dari perumusan kerangka acuan untuk konferensi perdamaian internasional dengan solusi dua negara, dengan basis negara Palestina berdasarkan garis batas 1967, dan dengan kesepakatan waktu untuk implementasi.

Langkah terakhir akan menjadi reinstitusi dari Otoritas Palestina sebagai lembaga transisi menjelang pembentukan pemerintah negara Palestina, berdasarkan kerangka acuan dari konferensi perdamaian internasional.

Dibantah

Namun,  Presiden Palestina Mahmud Abbas menampik rumor yang sudah beredar selama beberapa bulan terakhir ini.Abbas mengatakan bahwa ia “tidak akan pernah menyerah” soal itu.

Abbas (80) berbicara di depan umum untuk pertama kalinya sejak rumor itu mengemuka pekan lalu, yang menyebutkan kesehatannya buruk. Dia tidak membicarakan masalah itu dan tampak sehat.

Dia juga berbicara tentang kekerasan yang dilakukan para pemuda Palestina terhadap Israel selama tiga bulan terakhir, yang membuat Otoritas Palestina dan kepemimpinannya sulit dijangkau.

“Saya mendengar banyak pembicaraan beberapa hari lalu tentang Otoritas, hancurnya Otoritas, runtuhnya Otoritas,” ujar Abbas. “Otoritas merupakan pencapaian kami yang tidak akan pernah kami lepaskan,” kata dia, seperti dilansir oleh AFP.

“Jangan membayangkan keruntuhannya, jangan pernah membayangkannya,” ujarnya dalam konferensi pers.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home