Loading...
FOTO
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 00:21 WIB | Rabu, 09 Mei 2018

Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now

Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Pengunjung menikmati karya berjudul "Samudera Nusa" yang dibuat oleh Rudi Mantofani saat pembukaan Bakaba #7 di Jogja Gallery, Kamis (3/5) malam. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Cahaya - 200 cm x 200 cm - akrilik di atas kanvas - Feri Eka Candra - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Happy Ending - 200 cm x 200 cm - akrilik di atas kanvas - Ary Kurniawan - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Impossible - 120 cm x 65 cm x 65 cm - serat kaca/fiberglass - Arlan Kamil - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
#Rethinking - 244 cm x 244 cm - engrave, arang di atas buku - Bestrizal Besta - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Stiff & Flexible #2 - 156 cm x 123 cm x 40 cm - andesit - Akmal Jaya - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Jalan Menuju Puncak - 100 cm x 100 cm - akrilik di atas kanvas - Dodi Irwandi - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Dear Painter Paint to Me - 175 cm x 190 cm - akrilik di atas kanvas - Jumaldi Alfi - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Patung Meraih Bintang - 125 cm x 130 cm x 60 cm - Basrizal Albara - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Tumpukan Lapis Tampak Isi: Bayang 2 - 13 panel akrilik-pigmen di atas resin/nylon (25 xm x 10 cm) - Fika Ria Santika - 2018.
Sakato Gelar Pameran Bakaba #7: Zaman Now
Tampak Luar Dalam - 120 cm x 134 cm x 139 cm - kayu jati - Rinaldi - 2018.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pameran seni rupa Bakaba yang digelar oleh komunitas seni yang beranggotakan seniman/perupa yang berasal dari Sumatera Barat di Yogyakarta Sakato Art Community (SAC) kembali digelar di Jogja Gallery. Sebanyak 74 seniman-perupa terlibat memamerkan karya dua-tiga matra dan videografi hingga 31 Mei 2018. Pameran dibuka oleh pengacara dan pecinta seni Konfir Kabo, Kamis (3/5) malam.

Tiga belas seniman-perupa undangan kehormatan, 18 seniman-perupa undangan khusus melengkapi 24 seniman-perupa undangan seleksi dan tiga belas seleksi mahasiswa. Dalam perhelatan yang sudah berjalan untuk yang ke-tujuh kalinya, enam seniman-perupa anggota SAC ditunjuk menjadi semacam commision artist. Jika selama ini commision artist lebih banyak mengubah fasad atau pun ruang pamer dengan tampilan karya mereka sehingga fasad bangunan/pameran berubah dari awalnya, keenam seniman-perupa anggota SAC diberikan keleluasaan untuk menciptakan karya terbaik untuk dipamerkan selama pameran.

Kurator Bakaba #7 Anton Rais Makoginta menjelaskan bahwa dengan mengangkat tajuk "Zaman Now", Bakaba #7 menjadi mencoba menjadi penanda bagi fenomena kekacauan budaya, bahasa, kesenian, sosial akhir-akhir ini. Zaman Now diharapkan menjadi satire-kritis yang bisa digunakan sebagai salah satu "pintu multi-fungsi" untuk digunakan menelisik dinamika perubahan sosial hari-hari ini baik secara luas maupun terbatas.

Zaman Now, telaah kritis seni rupa hari ini

Jika pada Bakaba #6 tahun lalu dengan tema "Indonesia" dalam tanda petik, seniman-perupa diajak memandang Indonesia dan mengekspresikan pengalaman mengalami Indonesia dalam arti seluas-luasnya. Pada Bakaba #7, SAC mengajak seniman-perupa untuk melihat dirinya sendiri dalam konteks dunia seni rupa akhir-akhir ini. Refleksi ini penting agar seniman-dunia seni rupa tidak saling terjebak yang mungkin akan merugikan bagi perkembangan dunia seni rupa itu sendiri.

Membaca realitas dunia seni rupa (modern-kontemporer) akhir-akhir ini, penulis pameran Bakaba #7 Bayu Wardhana memberikan kritik menarik tentang fenomena nilai kebebasan dan godaan apresiasi ekonomi pada karya seni rupa akhir-akhir ini. Kegenitan akibat godaan ekonomi kerap menjebak seniman dan karya  seni rupa (modern-kontemporer) Indonesia dalam penjara kontestasi bentuk. 

Menurut Bayu, meskipun faktor kebentukan dan keahlian teknik merupakan salah satu elemen penting dari konstruksi bahasa-visual dalam proses penciptaan karya seni, namun manakala hal tersebut terkikis-terjebak dengan menisbikan nilai yang bertujuan untuk mendongkrak nilai ekonomis semata justru akan mengantarkan seniman kehilangan ruang kontemplatifnya.

Di antara banyak pameran seni rupa di Yogyakarta dan juga Indonesia, pameran Bakaba merupakan salah satu pameran seni rupa terbaik dengan menyajikan karya-karya dalam konteks lokal-global baik dalam hal isu, tema, maupun eksekusi. Paling mudah menandainya adalah saat memasuki ruangan dan tertuju pada satu karya, ujung mata akan tertarik oleh karya-karya lain yang terpajang. Tarikan tersebut tidak dalam posisi "mengganggu" namun justru lebih menguatkan karya tersebut dalam sebuah ruang besar.

Selain karya yang kuat, penataan karya di dinding dan ruang pamer dengan memperhatikan banyak hal menjadi salah satu kekuatan pameran Bakaba. Dalam jumlah yang banyak serta berbagai ukuran, tidak serta merta karya terdisplay menjadi crowded. Bisa dipahami, pengalaman anggota SAC yang kerap melakukan pameran di berbagai ruang seni dalam-luar negeri tentu memberikan pengalaman lebih bagaimana mereka mengukur kapasitas ruang, tata cahaya, penempatan pada dinding ataupun sudut yang memperhatikan estetika secara keseluruhan sehingga akan membantu calon pembeli/kolektor bagaimana karya tersebut nantinya dipajang di ruangan rumah atau galeri seninya.

Rudi Mantofani setelah tahun lalu dengan lukisan warna merah dan tulisan PANCASILA dari logam dengan huruf "A" terakhir dibuat miring, pada karya terbarunya berjudul "Samudera Nusa" dengan peta Indonesia dari logam berlatar belakang kanvas dengan kotak-kotak mirip piksel bergradasi warna biru. Dalam visual yang sederhana, Rudi kerap menawarkan karya yang mencuri perhatian sekaligus mengajak penikmat seni berdialog dengan karyanya.

Dalam karya lukisan monochrome, Dodi Irwandi membuat lukisan berjudul "Jalan Menuju ke Puncak" dengan teknik kerik untuk menghasilkan kontur-tekstrur yang detail. Dalam rona monochrome perjalanan menuju puncak menjadi sebuah gambaran yang terjal, berliku, dan kadang dramatis. Meskipun menuju puncak sendiri bukanlah perkara yang hitam-putih, sebagaimana dramaturgi kehidupan itu sendiri yang penuh warna. Dalam rona monochrome  pula, Tan Maidil merekam fenomena "Global Warning" dalam karya lukisannya.

Kritik maupun respon seniman-perupa atas isu-isu seputar masalah sosial-politik-lingkungan pun tidak terlepas dari karya-karya yang dipamerkan di Bakaba#7. Pada karya berjudul "#Rethinking", Bestrizal Besta membuat karya dari kumpulan buku-buku bekas dengan menggunakan teknik engrave dan charcoal (arang) di atas buku-buku tersebut. Karya berukuran 244 cm x 244 cm bisa menjadi tamparan atas melemahnya budaya literasi pada bangsa Indonesia, sehingga buku-buku tersebut justru menjadi sebatas medium karya seni dibanding sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan. Di balik keindahan karya engrave Bestrizal terekam kegetiran mendalam: di zaman now buku-buku seolah hanya sebatas artefak dari limu pengetahuan itu sendiri. Tidak lebih.

Rinaldi yang mendapat penghargaan Bakaba #7 award membuat karya berjudul "Tampak Luar Dalam" dari potongan kayu jati yang dibentuk menyerupai batok kelapa. Dengan dimensi yang cukup besar yakni 120 cm x 134 cm x 139 cm, karya Rinaldi cukup menarik pengunjung untuk sekedar berfoto di depannya.

Satu karya fotografi berjudul "Merapi Tak Pernah Tidur" yang dicetak di atas kanvas karya Risman Marah menjadi satu-satunya karya fotografi. Dalam catatan satuharapan.com, ini menjadi pameran kedua bagi Risman Marah memajang karya seni fotografinya di antara karya seni rupa lainnya, setelah Agustus tahun lalu memamerkan satu karya seni fotografinya di Studio Kalahan. Risman Marah secara sederhana mempresentasikan sebuah karya fotografi yang estetis (fine art) tanpa memerdulikan berada di ranah seni mana sebuah karya foto diposisikan. Karya fotografi kerap dipamerkan secara bersama dalam sebuah project ataupun antara pegiat fotografi dalam satu tema. 

Kepada satuharapan.com praktisi fotografi M.A. Roziq menjelaskan bagaimana seni fotografi di Indonesia seolah tertinggal jauh dari seni rupa lebih banyak karena persepsi dan definisi yang terlanjur terbangun, meskipun karya fotografer Indonesia tidak kalah menarik dalam menawarkan ide-ide imaji karya. 

Fotografi sesungguhnya adalah sebuah aktivitas melukis dengan cahaya dan dibekukan melalui medium yang peka terhadap cahaya. Saat ini medium tersebut digantikan oleh sensor dan direkam pada kartu memori (memory card). Dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat, proses melukis dengan cahaya telah melewati banyak perkembangan yang tidak pernah terduga sebelumnya. Jika mengamati perkembangan dunia maya dalam jaringan (online), hasil karya fotografi dari berbagai belahan dunia bisa diakses dalam waktu yang sangat singkat dan hampir-hampir tanpa batas. 

Dalam dunia yang terhubung secara berjejaring (online) karya seni foto dalam berbagai medium menjadi salah satu penanda seni rupa yang dinamis. Menarik ketika Bakaba #7 dengan Zaman Now-nya mengangkat satu karya foto yang berdiri sendiri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia seni rupa Indonesia.

"Karena pegiat fotografi terlanjur menamai dirinya dengan sebutan fotografer dan bukan seniman foto, seni fotografi di Indonesia seolah tertinggal beberapa puluh tahun dari khasanah seni rupa Indonesia." jelas Roziq kepada satuharapan.com saat pembukaan pameran Bakaba #7, Kamis (3/5) malam.

Pameran Bakaba #7 "Zaman Now" dibuka setiap akan berlangsung di Jogja Gallery Jalan Pekapalan, Kraton-Yogyakarta hingga 31 Mei 2018.

 

BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home