Loading...
RELIGI
Penulis: Tunggul Tauladan 01:17 WIB | Sabtu, 21 Maret 2015

Sambut Nyepi, Ogoh-ogoh Pawai di Malioboro

Salah satu ogoh-ogoh yang tampil dalam pawai budaya menyambut Hari Raya Nyepi pada Jum'at (20/3). (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Hari Raya Nyepi yang diperingati oleh Umat Hindu di Yogyakarta pada tahun ini diisi dengan sesuatu yang agak lain. Jika pada Nyepi tahun-tahun sebelumnya seluruh prosesi dipusatkan di Candi Prambanan, namun untuk tahun ini, salah satu mata acara Nyepi diisi dengan pawai ogoh-ogoh di Malioboro hingga Titik Nol Kilometer.

Sejumlah Ogoh-ogoh terlihat berpawai di Malioboro pada Jumat (20/3) sore. Tak hanya ogoh-ogoh, pawai tersebut juga menampilkan sejumlah kesenian lain, seperti jathilan dan barongsay. Bahkan sebagai wujud kerukunan antarumat beragama, pawai dalam rangka Nyepi tersebut juga menampilkan kesenian dari para pemeluk agama Islam dan Kristen di Kabupaten Bantul.

“Umat Hindu biasanya hanya mengarak ogoh-ogoh di sekitar pura masing-masing, Namun untuk kali ini berbeda karena membaur bersama masyarakat di pusat kota Yogyakarta,” papar I Ketut Idep S, Panitia Kirab Budaya.

Peserta yang tampil dalam pawai ini juga cukup banyak. Menurut panitia, terdapat 800 orang peserta yang turut meramaikan jalannya pawai. Mereka bukan hanya pemeluk agama Hindu, melainkan juga berasal dari agama lain yang diakui di Indonesia.

“Peserta yang ikut dalam pawai ini totalnya ada 800 orang. Bisa dikatakan ini menjadi yang terbesar dalam rangka peringatan Hari Raya Nyepi di DIY,” tambah I Ketut Idep S.

Wali kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti yang menyaksikan jalannya pawai juga menilai bahwa acara semacam ini perlu untuk dilestarikan. Pasalnya, acara ini juga merupakan bentuk harmonisasi antarumat beragama di Yogyakarta.

“Acara ini bukan hanya milik umat Hindu saja, melainkan sudah menjadi milik seluruh masyarakat. Pawai ini juga sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat Yogyakarta bisa menghargai keberagaman,” ungkap Haryadi Suyuti.

Dalam pawai kali ini, lebih dari 10 ogoh-ogoh diarak di sepanjang Malioboro. Bentuk ogoh-ogoh juga beragam, mulai dari Buto (raksasa) Abang, Ijo (hijau), Kuning, hingga Ireng (hitam). Selain ogoh-ogoh yang merupakan simbol keburukan dan kejahatan, pawai juga dimeriahkan dengan arak-arakan ayam dam kuda raksasa. Usai dikirab, khusus untuk ogoh-ogoh kemudian dibawa kembali ke pura di mana mereka berasal. Di pura tersebut, ogoh-ogoh akan dibakaar sebagai simbol untuk menghapus segala keburukan dan kejahatan. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home