Loading...
BUDAYA
Penulis: Sotyati 11:17 WIB | Senin, 02 Oktober 2017

Sancaya Rini Merawat Tradisi Batik dengan Pewarna Alam

Sancaya Rini Merawat Tradisi Batik dengan Pewarna Alam
Sancaya Rini, mengenakan busana yang dibuat dengan teknik tie dye dengan pewarna alam indigofera. (Foto: Astrid Ayuningtyas)
Sancaya Rini Merawat Tradisi Batik dengan Pewarna Alam
Sancaya Rini (kiri) dengan rekan-rekan semasa aktif di komunitas pencinta alam fakultas, ketika memeragakan busana rancangan brand Kanagoods di acara Temu Alumni Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, 24 September 2017 di Yogyakarta. (Foto: Dok Agrika)

Tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional setelah Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) memasukkannya dalam daftar “UNESCO Intangible Cultural Heritage of Humanity” pada tahun 2009. Menyambut Hari BatikNasional, Redaksi satuharapan.com menurunkan tulisan berikut.

SATUHARAPAN.COM – Selembar kain batik peninggalan almarhum nenek menjadi titik pijak Sancaya Rini untuk menekuni batik. Bukan hanya sekadar mengisi kesibukan, ibu empat anak laki-laki ini belajar membatik di Museum Tekstil Jakarta dengan serius, begitu anak-anak sudah bisa “ditinggal” untuk beraktivitas.

Bekal ilmu sebagai lulusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, mengantar Sancaya Rini yang kini berusia 58 tahun itu kemudian memilih teknik pewarnaan alami sejak awal mulai membatik, demi menjaga kelestarian lingkungan rumahnya di kawasan Pamulang yang masih asri. Dia tahu, ekstrak tumbuhan, baik dari bagian daun, bunga, biji, kulit batang, seperti kurkumin, antosianin, karotenoid, klorofil, betalains, sejak dulu digunakan sebagai pewarna alam dan diakui aman jika masuk ke dalam tubuh.

Ia mendirikan Kanawida, brand lokal yang memproduksi kain dan busana batik modern dengan pewarna alam. Melalui Kanawida, ia memfokuskan diri menghasilkan kain batik dengan warna-warni dari pewarna alam.

Latar belakang keilmuan mendorong Sancaya Rini mengeksplorasi pewarna alami dimulai dari lingkungan rumahnya. Ia rajin memulung bagian tumbuhan tertentu, untuk mengeksplorasi warna alam yang dihasilkan. Pada 2007, onggokan kulit jengkol, buah manggis, aneka kulit kayu, aneka daun, menjadi pemandangan umum di halaman belakang rumahnya. Ia bahkan rutin mendapatkan kiriman manggis yang tidak terjual dari sebuah toko.

Melalui Kanawida, yang berasal dari Bahasa Kawi bermakna warna-warni, ia mewarnai kain sekehendak hati. Ia juga mengeksplorasi berbagai motif batik modern, seperti aneka daun, aneka binatang, tanpa merasa terbebani masalah target dan tenggat waktu.

Bukan hanya membagi ilmunya kepada pemuda putus sekolah di sekitar rumahnya, melalui Kanawida pula ia kerap berbagi ilmu tentang teknik pewarnaan kain dengan pewarna alami kepada berbagai komunitas termasuk isti diplomat negara sahabat. Kegiatan itu ia lakukan di workshop yang menyatu dengan rumahnya, atau melalui berbagai lokakarya.

Kanagoods untuk Anak-anak Muda Berkonsep Eco Fashion

Kecintaan terhadap batik, kegeraman menghadapi kenyataan batik diklaim oleh negara tetangga sebagai warisan budayanya, membuatnya terus bersemangat mengembangkan batik dengan pewarna alam. Yang membuatnya senang, banyak anak muda mengikuti lokakarya itu.

Ketekunan dan kecintaan terus mengembangkan batik dengan pewarna alam itu mengantarnya meraih Kehati Awards pada 2009, untuk kategori Citra Lestari Kehati. Ia semakin memantapkan langkah.

Karena Kanawida sarat idealisme, Sancaya Rini mendirikan brand Kanagoods yang lebih berorientasi bisnis. Ia menyasar anak-anak muda untuk memperkenalkan batik berkonsep eco fashion.

Ia ingin generasi muda tertarik dan ikut melestarikan batik dengan teknik pewarnaan alami melalui ciri khas busana casual berwarna biru, warna alam dari tanaman Indigofera, atau tarum, atau juga tom, dalam bahasa lokal.

Busana Kanagoods turut memeriahkan pergelaran musikal “Petualangan Sherina”, yang pentas 15 – 17 September di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki, untuk pantia yang terlibat. “Ini keterlibatan yang kedua,” katanya.

Pada pementasan dua tahun sebelumya, Sancaya Rini “memaksa” mengajak panitia pentas musikal itu untuk turut serta dalam proses pencelupan pewarnaan agar tahu jerih payah memproses batik dengan pewarnaan alam. “Mereka tampil dengan kostum tie dye warna alam yang dikerjakan bareng-bareng tim Kana dan panitia,” ia mengenang.

“Mereka menganggap Kana pas dengan feel panitia. Saya senang, karena merasa dihargai oleh anak-anak yang smart, cantik-cantik, dan ganteng-ganteng,” katanya, melontarkan pujian untuk panitia yang terlibat dalam pementasan yang digelar Jakarta Movement of Inspiration itu.

Sancaya Rini juga berkesempatan memamerkan karyanya dalam acara Temu Alumni Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, 24 September lalu di Auditorium Prof Haryono Danoesastro di Bulaksumur, Yogyakarta. Ia melibatkan teman-teman semasa aktif dalam komunitas pencinta alam di fakultas, untuk memegarakan busana rancangannya.  

Sancaya Rini sangat memahami melestarikan batik, sama dengan membatik, perlu proses. Demi beradaptasi dengan generasi muda ia menghadirkan motif batik klasik yang diadaptasi dengan variasi lebih sederhana. Melalui cara seperti itu, ia yakin, tradisi ini akan tetap lestari di tangan generasi berikut.

“Kami menganut konsep Slow Fashion Lab, yang digaungkan Goethe-Institut, yang berfokus pada pendekatan yang lebih positif atas topik fashion dan kesinambungan, menggugah pelanggan kami untuk mengambil langkah nyata yang lebih ekologis dalam berurusan dengan pakaian dan tekstil,” kata Sancaya Rini.

Produk-produk Kanawida dan Kanagoods tersedia di The Goods Dept, Ara Store Jakarta, Stow Store, Alun-alun Grand Indonesia Jakarta, serta On Market Go Plus Concept Store di Surabaya.

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home