Loading...
DUNIA
Penulis: Reporter Satuharapan 13:03 WIB | Rabu, 19 Oktober 2016

Saudi Tentang Keterlibatan Milisi Syiah dari Mosul

Seorang wanita tersenyum di kamp pengungsi keluarga Irak yang mengungsi dari pertempuran di Mosul 17 Oktober 2016 di kota al Hol di provinsi Hasakeh, Suriah. Perang untuk merebut kembali kota Mosul, Irak dari jihadis dapat menyebabkan krisis kemanusiaan besar dan mengakibatkan ratusan ribu mengungsi saat musim dingin mulai tiba. (Foto: AFP)

LONDON, SATUHARAPAN.COM - Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al Jubeir mengatakan bahwa Riyadh telah mendesak pemerintah Irak untuk tidak membiarkan milisi Syiah memasuki Mosul, mengkhawatirkan “aksi kejahatan massal,” Senin (17/10).

Saat pasukan Irak meluncurkan serangan yang ditujukan untuk merebut kembali Aleppo dari kelompok ekstremis ISIS, Jubeir memperingatkan kemungkinan terulangnya tragedi di Fallujah, setelah ISIS berhasil diusir dari wilayah itu pada Juni.

“Kami menentang keterlibatan milisi Syiah,” kutip surat kabar The Guardian dari pernyataan Jubeir dalam konferensi pers di London.

“Ketika mereka pergi ke Fallujah, mereka melakukan aksi kejahatan massal.”

Dia mengatakan perekrutan ekstremis melonjak 150 persen menyusul serangan di Fallujah.

“Jika mereka pergi ke Mosul, yang beberapa kali lipat lebih besar daripada Fallujah, saya memperkirakan akan ada dampak negatif yang sangat besar dan jika ada pembunuhan massal, itu akan menjadi keuntungan besar bagi ekstremis.

“Itu akan semakin mengobarkan konflik sektarian yang berkecamuk di wilayah itu, oleh karena itu kami mendesak pemerintah Irak untuk tidak menggunakan milisi Syiah. Itu adalah bahaya terbesar yang pernah kami lihat.”

“Kami pernah mengatakan kepada pemerintah Irak untuk membubarkan mereka, tetapi mereka belum melakukannya. Mereka diatur oleh Garda Revolusioner Iran (Iranian Revolutionary Guards/IRG). Mereka brutal.” 

Menteri Pertahanan Bahas Operasi Pembebasan

Sementara itu menteri pertahanan dari koalisi internasional yang memerangi kelompok ISIS di Mosul dan tempat lain di Irak dan Suriah akan bertemu di Paris pada 25 Oktober.

Menurut keterangan pemerintah Prancis, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Ashton Carter juga termasuk di antara 13 menteri yang akan menilai kemajuan dalam pertempuran untuk mengusir ISIS dari kota terbesar kedua Irak, yang dimulai pada hari Senin (17/10).

"Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk memantau kemajuan rencana operasi Mosul," kata seorang asisten Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian.

Para menteri tersebut juga menekankan pentingnya langkah selanjutnya dalam pertempuran melawan ISIS -- menyingkirkan para ekstremis tersebut dari Raqqa, benteng mereka di Suriah.

Koalisi tersebut khawati bahwa ISIS akan mencoba untuk memindahkan pasukan dan peralatan militernya dari Mosul ke Suriah saat serangan itu ditingkatkan.

"Kita harus mencegah (para pasukan) yang berbasis di Mosul bergerak dengan leluasa ke Raqqa dan kita perlu memastikan bahwa mereka yang saat ini dapat berkeliaran bebas di Suriah dapat dilacak," ungkap asisten tersebut.

Meski koalisi tersebut terdiri dari sekitar 60 negara, pertemuan itu hanya dihadiri negara-negara Barat yang memberikan dukungan udara.

Negara-negara tersebut adalah Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Kanada, Australia, Belgia, Belanda, Italia, Spanyol, Norwegia, Denmark, dan Selandia Baru. (AFP)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home