Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 13:41 WIB | Rabu, 31 Maret 2021

Sedikitnya 521 Pengunjuk Rasa Tewas Oleh Tindakan Keras Junta Myanmar

Para pelayat memberi hormat tiga jari saat mereka menghadiri pemakaman seorang pengunjuk rasa, yang meninggal di tengah tindakan keras oleh pasukan keamanan terhadap demonstrasi menentang kudeta militer, di Taunggyi di negara bagian Shan, Myanmar pada hari Senin (29/3). (Foto: dok. AFP)

YANGON, SATUHARAPAN.COM-Aktivis Myanmar mengadakan acara nyala lilin semalam setelah sejumlah pengunjuk rasa tewas dalam beberapa hari terakhir akibat tindakan keras militer terhadap pengunjuk rasa anti kudeta dan bentrokan di daerah perbatasan etnis.

Setidaknya 521 warga sipil telah tewas dalam dua bulan protes terhadap kudeta 1 Februari, 141 di antara mereka tewas pada hari Sabtu (27/3), hari paling berdarah dari kerusuhan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Kelompok advokasi mengatakan delapan orang lagi tewas pada hari Selasa (30/3), ketika ribuan orang keluar untuk berbaris di beberapa kota, menurut media dan foto di media sosial.

Ada juga protes baru dengan menyalakan lilin pada Selasa malam di kota-kota di seluruh Myanmar dan mereka melanggar jam malam, dan setidaknya satu pawai digelar ketika fajar pada hari Rabu (31/3) oleh para demonstran, kata laporan media.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi, menahannya dan menerapkan kembali kekuasaan militer setelah satu dekade langkah tentatif menuju demokrasi.

Pertempuran juga terjadi antara tentara dan pemberontak di daerah perbatasan, dan pengungsi membanjiri perbatasan. Kelompok pemberontak Persatuan Nasional Karen, yang beroperasi di sepanjang perbatasan timur dengan Thailand, mengatakan pada hari Selasa bahwa pihaknya bersiap untuk serangan besar terhadap junta.

Kelompok itu mendesak komunitas internasional, khususnya negara tetangga Thailand, untuk membantu orang-orang Karen melarikan diri dari "serangan gencar" dan menyerukan negara-negara untuk memutuskan hubungan dengan junta guna menghentikan kekerasan terhadap warga sipil.

Sementara itu, Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), sebuah kelompok pemberontak di utara, menyerang sebuah kantor polisi di negara bagian Kachin pada pukul 03:00 pagi pada hari Rabu, kata Grup Berita Kachin.

Pawai oleh pengunjuk rasa sipil juga terjadi pada fajar pada hari Rabu di Moegaung di Kachin, kantor berita melaporkan. Sementara itu, Amerika Serikat pada hari Selasa memerintahkan pegawai non darurat dan anggota keluarga mereka meninggalkan Myanmar karena kekhawatiran atas kerusuhan sipil.

Persatuan Kelompok Pemberontak

Para penentang kudeta juga menyerukan front persatuan dengan kelompok pemberontak. Para pemberontak telah berperang melawan pemerintah selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar di daerah perbatasan yang terpencil. Militer telah mengklaim cengkeramannya atas kekuasaan dengan mengatakan bahwa itu adalah satu-satunya lembaga yang mampu memastikan persatuan nasional.

Pesawat militer dilaporkan membom pejuang KNU pada akhir pekan, menyebabkan sekitar 3.000 penduduk desa melarikan diri ke Thailand.

Thailand membantah tuduhan dari para aktivis bahwa pengungsi dipaksa untuk kembali, tetapi seorang pejabat Thailand di perbatasan mengatakan tentara mengirim sebagian besar orang kembali karena dianggap aman di pihak Myanmar.

Seorang juru bicara badan pengungsi PBB mengatakan mereka prihatin dengan laporan bahwa orang-orang akan dipulangkan dan pihaknya sedang mencari informasi dari Thailand.

Sebuah negara bagian perbatasan di India mencabut perintah untuk menolak pengungsi untuk mendatkan makanan dan tempat tinggal setelah tindakan tersebut menuai kritik publik yang sengit.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home