Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 15:12 WIB | Kamis, 04 Februari 2021

SEJUK: SKB 3 Menteri Langgar Hak Atas Persamaan di Hadapan Hukum

Manager Program Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SEJUK) Thowik. (Foto: Dok. Pribadi/DW)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Manager Program Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SEJUK) Thowik mengatakan Keputusan Bersama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah telah melanggar hak atas persamaan, seperti persamaan di hadapan hukum dan perlindungan hukum yang sama.

“SKB 3 Menteri ini sangat bertentangan dengan Konstitusi RI. Sebab segenap warga harus mendapat jaminan perlindungan dari diskriminasi,” kata Thowik kepada satuharapan.com melalui pesan singkat, hari Kamis (4/2/2021).

Thowik merujuk Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan: setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Kemudian Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menentukan: setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan atas perlakuan yang bersifat diskriminatif.

Sementara itu pengecualian Aceh dalam SKB 3 Menteri ini, kata Thowik menjadi contoh buruk diskriminasi yang tidak perlu seperti dalam diktum keenam SKB 3 Menteri yang menyebutkan, “ketentuan dalam Keputusan Bersama ini dikecualikan untuk peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang beragama Islam di Provinsi Aceh sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan Aceh.”

“Pengecualian Aceh ini juga contoh buruk diskriminasi yang tidak perlu,” kata Thowik.

Kawal SKB

Deputi Direktur Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Ahmad Nurcholish, menanggapi diktum keenam SKB 3 Menteri itu.

Menurut ustadz Nurcholish, sapaan akrabnya, Aceh memang dalam pengecualian dalam SKB 3 Menteri itu karena ada undang-undang yang mengatur hal tersebut. Namun menurutnya akan jauh lebih baik jika SKB 3 Menteri itu berlaku juga di Aceh.

“Tinggal kita mengawalnya agar SKB tersebut dapat diterapkan dengan baik agar tak terjadi penyimpangan diam-diam oleh sekolah, misalnya,” kata Ahmad Nurcholish kepada satuharapan.com, hari Kamis (4/2).

Meski begitu, lanjut Nurcholish, tidak selayaknya pula siswa non-muslim diwajibkan untuk berjilbab, misalnya di Aceh.

“Tetap tidak boleh ada pemaksaan,” kata penggagas Peace Train Indonesia itu.

Ahmad Nurcholish menyambut baik SKB 3 Menteri itu sebab sudah sesuai dengan prinsip atau nilai penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

“Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa Pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa,” kata Ahmad Nurcholish.

Perwujudan Moderasi Beragama dan Toleransi Atas Keragaman Agama

Sebelumnya Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Menteri  Dalam   Negeri Tito Karnavian, Rabu (3/2/2021) meneken Keputusan Bersama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menguraikan tiga hal yang menjadi pertimbangan penerbitan SKB Tiga Menteri itu.

Pertama, bahwa sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang dianut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

“Yang kedua adalah sekolah dalam fungsinya untuk membangun wawasan, sikap, dan karakter para peserta didik, harus memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta membina dan memperkuat antarumat beragama,” ujar Nadiem seperti dilansir dari setkab.go.id.

Pertimbangan selanjutnya, pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah (pemda) merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama.

Sementara itu Menag Yaqut optimistis lahirnya SKB 3 Menteri ini akan mampu menguatkan sikap toleransi dan saling kesepahaman antarpemeluk agama.

“Keluarnya SKB 3 Menteri ini dilatarbelakangi nilai keagamaan dan keyakinan bahwa agama dan seluruh ajarannya mengajarkan perdamaian, menyelesaikan perbedaan dengan baik, dan saling menghormati,” ujar Menag Yaqut dalam jumpa pers virtual penandatangan SKB tersebut di Jakarta, Rabu (3/2/2021) seperti dilansir dari kemenag.go.id.

Lahirnya SKB ini juga diharapkan akan mencegah muculnya konflik yang bersumber dari nilai agama. Regulasi ini juga bukan dasar kelompok atau sekolah untuk memaksakan atribut keagamaan tertentu.

“Melainkan agar masing-masing pemeluk agama saling memahami dan bersikap toleransi,” kata Menag.

Secara jelas SKB ini memberi mandat kepada Kementerian Agama (Kemenag) untuk melakukan penguatan pemahaman moderasi kepada pemerintah daerah (pemda) dan sekolah. Kewenangan ini dilakukan kepada pemerintah daerah dan/atau kepala sekolah yang tidak melaksanakan ketentuan dalam SKB ini.

“Kementerian Agama melakukan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemerintah daerah dan/atau sekolah yang bersangkutan,” demikian bunyi diktum keempat, huruf e poin 1.

Tak hanya itu, Kemenag juga dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi sebagaimana bunyi pada poin 2.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home