Selamatkan Bumi, Tiga Mahasiswa Ubah Kulit Singkong Jadi Plastik
SALATIGA, SATUHARAPAN.COM – Plastik menjadi salah satu sampah yang jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut laporan PBB, setiap tahunnya plastik membunuh satu juta burung laut, 100.00 mamalia laut, serta ikan dan penyu yang tak terhingga jumlahnya. Krisis sampah plastik ini menjadi keresahan tersendiri bagi tiga mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang tergabung dalam tim inovator CASPEEA.
Belum lama ini, tim inovator CASPEEA yang terdiri dari I Gede Kesha Aditya Kameswara, M Sulthan Arkana, keduanya mahasiswa program studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika (FSM), serta Pambayun Pulung Manekung Stri Sinandang mahasiswi prodi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISKOM) UKSW mengembangkan sebuah produk bioplastik berbahan dasar kulit singkong.
Kenapa kulit singkong? Menurut Kesha hal ini dikarenakan kulit singkong yang mengandung sekitar 60 persen polisakarida, berupa pati hanya menjadi limbah dan belum banyak dimanfaatkan. Indonesia sebagai salah satu produsen singkong terbesar di dunia dengan kapasitas produksi mencapai 21 juta ton setiap tahun, dikatakannya menjadikan kulit singkong sebagai kandidat kuat sebagai bahan utama pembuatan bioplastik, karena memiliki keberlangsungan (sustainability) yang baik.
Tidak tanggung-tanggung, produk inovasi yang diberi nama “CASPEEA: A Bioplastic Made from Cassava Peel Wastage to Combat Plastic Waste Crisis Worldwide” ini diklaim memiliki ketahanan terhadap beban hingga mencapai 15 Mpa. Sementara produk bioplastik lainnya hanya dapat menahan beban sebesar 9 Mpa.
“Kalau plastik biasa yang diproduksi oleh pabrik dapat menahan beban berkisar 20 hingga 30 Mpa. Hal ini membuat kami yakin kalau produk bioplastik yang kami hasilkan mampu bersaing dengan plastik biasa. Kami juga menjamin bahwa produk ini food grade meskipun ada campuran bahan kimia,” kata Kesha yang sebelumnya pernah bereksperimen dengan popok bayi dari kulit singkong tersebut, seperti dilansir situs uksw.ac.id, pada Kamis (27/3).
Mudah Terurai
Untuk kemampuan terurainya, Kesha menyebut bioplastik yang mereka hasilkan dapat terurai sebesar 34,56 persen selama 3 hari waktu penimbunan didalam tanah, sedangkan produk kompetitor hanya sebesar 18 persen, adapun plastik biasa tidak dapat terurai sama sekali.
“Proses produksi dari bioplastik CASPEEA ini pun terbilang mudah, karena tidak memerlukan alat canggih. Proses produksinya dilakukan dengan merendam kulit singkong kedalam larutan garam CR (Cyano Reduction), untuk menghilangkan sianida yang terdapat pada kulit singkong, kemudian proses berikutnya adalah mengeringkan sekaligus menghaluskan kulit singkong tersebut hingga bentuknya berubah menjadi tepung,” kata Sultan.
Adapun tepung kulit singkong kemudian dicampurkan dengan asam laktat, untuk meningkatkan ketahanan terhadap panas (fire resistant), setelah itu campuran tersebut dicuci dengan aseton untuk memperoleh butiran bioplastik. Selanjutnya, butiran dicampurkan dengan polivinil alkohol (PVA),dan bahan penambah lainnya untuk memproduksi bioplastik yang memiliki nilai kuat tarik yang tinggi.
Raih Perak
Dari hasil inovasi tersebut, ketiga mahasiswa yang saat ini masih aktif berkuliah tersebut berhasil menyumbangkan medali perak bagi UKSW pada ajang “Thailand Inventor’s Day 2020” di Bangkok International Trade and Exhibition Center (BITEC), Bangkok, Thailand pada 2-6 Februari lalu.
Tim CASPEEA, menjadi salah satu kontingen yang mewakili Indonesia dalam kompetisi yang diikuti oleh 500 peserta dari 23 negara. Capaian ini sekaligus melengkapi total raihan medali kontingen Indonesia yakni sebanyak 58 medali baik emas, perak dan perunggu.
Atas raihan ini ketiganya mengaku bersyukur dan bangga dapat terpilih sebagai salah satu dari 30 tim wakil Indonesia. Kedepan, mereka akan terus mengembangkan produk CASPEEA. “Kami akan menguji produk, CASPEEA juga memiliki potensi menjadi pupuk karena bahan dasarnya mengandung mikromolekul yang dapat dijadikan pupuk kompos,” kata Sultan.
Prestasi tim yang dibimbing oleh salah satu dosen FSM, Dr. Yohanes Martono, SSi, MSc, tersebut mendapat apresiasi dari pimpinan universitas dan fakultas. Ditemui dalam sebuah kesempatan, Dekan FSM UKSW, Dr Drs Adi Setiawan, MSc, menyampaikan selamat atas prestasi yang telah diusung. Beliau berharap raihan ini dapat mendorong mahasiswa lain untuk turut berinovasi dan memberikan dampak bagi lingkungan serta masyarakat.
“Sebagai insan yang ditempa dengan konsep creative minority di UKSW, kami berharap mereka dapat menjawab berbagai permasalahan serta tantangan yang ada di masyarakat. Sehingga mampu memberikan manfaat bagi sekitar,” kata Dr Adi Setiawan. (uksw.ac.id)
Faktor Penyebab Telat Bicara pada Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Ikatan ...