Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 14:44 WIB | Kamis, 16 Juni 2016

Semakin Ditekan Negara, Semakin Banyak Membela Kristen

Gao Zhiseng. (Foto: telegraph.co.uk)

SATUHARAPAN.COM – Kebencian pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terhadap pemeluk Kristiani semakin menjadi-jadi, karena dalam berbagai laporan resmi dari berbagai media setiap tahunnya di berbagai wilayah di RRT penindasan terhadap umat Kristen semakin meningkat.

Tindakan sewenang-wenang atau pengekangan yang dilakukan negara ditunjukkan oleh Pemerintah Provinsi Zhejiang, Tiongkok ditunjukkan saat pencopotan salib di berbagai gereja pada Maret 2016.

Selain itu, pada Februari 2016 seorang pendeta dijatuhi hukuman 14 tahun penjara, karena melakukan kejahatan keuangan dan mengumpulkan jemaat secara ilegal sehingga dianggap mengganggu ketertiban sosial.

Perjuangan untuk memperoleh kebebasan beragama di Tiongkok telah berlangsung selama dua tahun terakhir dalam laporan CBS News. Pengekangan yang dilakukan negara terlihat dengan banyaknya pejuang hak asasi manusia yang ditangkap.

Semakin banyak kekerasan yang melanda orang-orang yang membela Kristen, semakin banyak pembela umat Kristen yang mengalami kekerasan oleh negara, salah satunya seperti yang dialami pengacara Hak Asasi Manusia, Gao Zhiseng yang menuturkan bahwa harapan hidup dan keimanannya tetap bertahan walau meringkuk di balik jeruji penjara.

Zhisheng – menurut jurnalasia.com – dijebloskan ke dalam penjara pada 15 Agustus 2006, pengacara berusia  52 tahun tersebut diculik polisi dan ditahan.

Pada Desember 2006, Pengadilan Tiongkok menyatakan Zhisheng bersalah dengan tuduhan melakukan perbuatan subversi kekuasaan negara. Dalam tahanan, Zhisheng mengalami berbagai penyiksaan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Zhisheng mengatakan bila telah menyatakan setia kepada sebuah perkara, maka dia berjanji terus-menerus konsisten. “Tidak ada kata menyerah,” kata Zhisheng.

Zhisheng lebih mengkhawatirkan kondisi anak dan istrinya di rumah. “Saya berhutang budi kepada mereka, tapi saya tidak bisa hadir untuk kebutuhan mereka sekarang,” kata Zhisheng.

Menurut kelompok pemerhati hak asasi manusia yang berbasis di Amerika Serikat, China Aid  memuat wawancara dengan jemaat Gereja Huoshi – yang tidak disebut namanya – gereja tersebut terletak di provinsi Guizhou, Tiongkok

Gereja tersebut menjadi sasaran penertiban atribut keagamaan, China Aid mencatat lebih dari 20.000 orang menderita penganiayaan agama di sepanjang tahun 2015.     

Warga gereja yang tidak disebut namanya itu meminta masyarakat internasional membantu pengembangan gereja sehingga  pendanaan negara tidak terpengaruh kekangan Partai Komunis. Di sisi lain, dia meminta China Aid berani mengupayakan ke dunia internasional tentang penegakan kebebasan beragama di Tiongkok.  

“Mungkin harus ada yang berani melakukan hal tersebut agar mereka dapat melakukan sesuatu tentang hal itu,” kata laki-laki yang tidak disebutkan namanya.

Dia menyarankan bahwa warga Tiongkok yang tinggal di Amerika memiliki kesadaran tentang keberadaan agama. 

Beberapa pengacara Tiongkok mengalami nasib serupa dengan Zhisheng antara lain Zhang Kai. Dia ditahan pada akhir Agustus 2015, sebelum akhirnya dibebaskan Pemerintah Tiongkok pada akhir Maret 2016.

 

Baca Juga

(wftv.com/christianpost.com/jurnalasia.com).

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home