Seniman-perupa Yustoni Volunteero Tutup Usia
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Berita duka menyelimuti dunia seni rupa Indonesia. Seniman-perupa asal Yogyakarta yang memberikan banyak warna dan inspirasi bagi dunia seni rupa Indonesia melalui pemikiran, ide, dan karyanya sejak medio 1990-an Yustoni Volunteero, Sabtu (9/6) malam meninggal dunia.
Toni meninggal setelah saluran pernapasannya tersumbat lendir dari paru-paru akibat penyakit asma yang sudah lama dideritanya. Dia dilarikan ke rumah sakit dari sebuah penginapan di pinggir pantai Anyer. Keberadaan Toni di sekitar pantai tersebut sebagai salah satu therapi penyembuhan asma yang dideritanya. Menghirup udara segar pantai diyakini bisa menyembuhkan asma, setidaknya asupan udara segar bisa membuat penderita asma lebih nyaman.
Kepergian Toni berselang dua tahun dari meninggalnya S. Teddy Dharmawan yang meninggal karena menderita kanker. Kedua sahabat ini dikenal sebagai seniman yang berdiri di luar kebiasaan, liar, tidak ingin terkungkung dalam tatanan dan pagar estetika dalam menentukan kerja kreatifnya. Di kalangan koleganya, Toni dan Teddy dikenal memiliki budaya-tradisi literasi yang kuat sehingga perbincangan, obrolan, diskusi dengan salah satunya haruslah siap menerima banyak bantahan. Keduanya dikenal dengan sikap yang ngeyelan dengan caranya masing-masing.
Dikutip dari laman Facebook kurator yang juga dosen Seni Rupa ISI Yogyakarta Sujud Dartanto, Toni adalah sosok yang tidak ingin membuat repot kawan, koleganya. Seluruh hidupnya banyak habiskan untuk orang lain, mungkin karena itulah hidupnya memang penuh warna.
"Berteman dengannya harus siap dinegasi. Ia percaya dialektika itu membangun. Itu sebabnya kenapa Toni dikenal ngeyelan. Tapi percayalah, dia no hard feeling jika pandangan kita dibantahnya. Dia lebih percaya sintesis akan memperbaiki banyak hal," tulis Sujud dalam laman FB-nya.
Yustoni Volunteero lahir di Yogyakarta, Juni 1970. Lulus dari jurusan Seni Murni ISI Yogykarta, Toni menggunakan lukisan, gambar, instalasi, performance art, dan seni partisipatoris lainnya untuk memperbincangkan isu-isu sosial, politik, dan lingkungan di Indonesia. Bersama beberapa seniman di Yogyakarta, tahun 1999 Toni membuat ruang kolektif seniman Lembaga Budaya Kerakyatan Taring Padi (TP). Di TP itulah Toni dan kawan-kawan menjadikan seni sebagai alat propaganda berbasis komunitas.
Figur ganjil dengan berkepala binatang, perabotan bertanduk, manusia berkepala anjing menjadi salah satu sumbangan dan penanda karya-karyanya. Secara kekaryaan, karya Toni diakui banyak mempengaruhi karya seniman-seniman yang tumbuh di era 1990-2000-an dan setelahnya.
Lima hari menjelang ulang tahunnya yang ke-46, Toni menghembuskan napas terakhirnya di bulan puasa.
"Selamat jalan Ton, sepertinya Tuhan ingin dirimu berlebaran di surga."
Susu Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah studi baru, para peneliti menemukan bahwa konsumsi susu yang tidak...