Loading...
HAM
Penulis: Martahan Lumban Gaol 20:49 WIB | Minggu, 31 Januari 2016

SETARA: Negara Tak Bisa Hakimi Keyakinan Gafatar

Ilustrasi Gafatar. (Karikaturis: Pramono Pramoedjo)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua SETARA Institute, Hendardi, meminta Jaksa Agung membatalkan upaya membawa kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ke ranah hukum. Menurutnya, keyakinan seseorang tidak bisa diadili oleh aparat penegak hukum.

"Keyakinan tidak bisa diadili dan negara tidak memiliki kewenangan," kata Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Minggu (31/1).

Hendardi pun meminta ‎Jaksa Agung belajar dari kasus Lia Eden. Dimana terbukti, hukuman yang dijatuhkan aparat penegak hukum tidak mampu mengubah keyakinan Lia Eden.

"‎Berapa kali pun Lia Eden dipenjara, kalau bukan atas kemauan sendiri maka tidak akan berubah juga keyakinannya. Jadi sia-sia saja mengadili pikiran dan keyakinan orang‎," ucap Hendardi.

Terlebih, dia melanjutkan, menghakimi keyakinan seseorang merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Lebih lanjut, Hendardi meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) fokus pada perlindungan warga negara. Negara harus mampu melindungi setiap warganya menjalankan keyakinannya masing-masing.

‎"Polri dan Kemendagri sebaiknya fokus pada perlindungan warga negara, karena apapun keyakinannya, mereka adalah warga negara yang mempunyai hak sama," tutur Hendardi.

ICMI: Gafatar Langgar 2 Hal

Berbeda dengan pandangan Hendardi, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshidiqie, mengatakan mantan pemimpin Gafatar sudah bisa diseret ke ranah hukum. Setidaknya, ada dua dugaan pelanggaran hukum yang bisa disangkakan kepada mereka.

Pertama adalah rencana membentuk negara baru. "Itu kan sudah bisa dijerat dengan hukum, instrumen hukumnya ada. Tak usah menunggu revisi Undang-undang terorisme," kata Jimly, usai menghadiri acara pelantikan pengurus Majelis Sinergi Kalam ICMI, di gedung KPU, Jakarta, hari Sabtu (30/1).

‎kedua, kata Jimly, Gafatar telah membenarkan anggotanya melanggar hukum. Gafatar juga dianggap menjadi sebab pelanggaran hukum itu sendiri. ‎Akibat dari ulah pemimpinnya, banyak masyarakat kehilangan anggota keluarga. Padahal, tak sedikit dari para anggota Gafatar memililki tanggung jawab terhadap anak istri.

Menganggap sudah ada potensi pelanggaran hukum, menurut Jimly, kebenaran tentang dugaan tersebut harus dibuktikan di pengadilan.

"Ya belum tentu terbukti, tapi biar pengadilan yang memutuskan. Kalaupun suatu saat pengadilan menyatakan tak bersalah, semua pihak harus menghormatinya,” kata Jimly.

Bersama sejumlah pengurus dan pengikutnya, Ketua Umum Gafatar, Mahful Muis Tumanurung, menyambangi Kejaksaan Agung, hari Jumat (29/1), untuk mengonfirmasi sejumlah masalah, seperti yang berkaitan dengan rencana pendirian negara, dugaan penyimpangan agama, dan dugaan menggabungkan tiga agama dalam satu ajaran, serta dugaan Gafatar sebagai kelanjutan Al Qiyadah Al Islamiyah dan Komunitas Milah Abraham.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home