Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 13:47 WIB | Sabtu, 23 November 2019

Sosok Berkebutuhan Khusus, Angkie Yudistia, Juru Bicara Presiden

Staf khusus sekaligus juru bicara Presiden bidang sosial, Angkie Yudistia, saat diwawancara di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, Jumat (23/11/2019). (Foto: Antara/Muhammad Zulfikar)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pada Kamis (21/11), Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan nama-nama staf khusus dari kelompok usia milenial.

Dari tujuh nama tersebut, salah satunya cukup menjadi sorotan publik. Ia adalah Angkie Yudistia, perempuan kelahiran 5 Mei 1987, yang diminta Presiden sebagai staf khusus sekaligus juru bicara bidang sosial meskipun berkebutuhan khusus dari segi pendengaran.

Pada awalnya, Angkie terlahir dalam kondisi sehat sebagaimana anak normal lain. Namun, pada usia 10 tahun ia mengalami sakit yang berimbas pada gangguan pendengaran sehingga harus menggunakan alat bantu dengar hingga kini.

Sejak berkebutuhan khusus tersebut, Angkie kecil kerap mendapatkan perlakuan tidak baik dari lingkungan sekitar serta teman-temannya. Ia bahkan terbiasa dan kerap kali menerima perundungan dan ejekan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal itu tidak membuat Angkie patah arang, justru menjadi suatu cambukan semangat untuk terus mencapai cita-citanya. Salah satunya, melalui dunia pendidikan, perempuan pendiri Thisable Enterprise itu, menamatkan studinya di London School of Public Relation.

Walaupun telah menamatkan pendidikan strata-2, hal itu ternyata belum cukup untuk menjawab segala ekspektasi Angkie untuk diterima bekerja di perusahaan. Berbagai penolakan ia alami karena berkebutuhan khusus tersebut.

“Mungkin orang beranggapan lulus S2 dapat pekerjaannya gampang, tapi dengan lulus S2 dan berkebutuhan khusus, itu sangat sulit,” kata Angkie saat diwawancarai Antara di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Jumat (22/11) malam.

Penolakan itu dilandasi oleh ketakutan perusahaan menerima orang yang berkebutuhan khusus. Apalagi, pada saat itu peraturan perundang-undangan di Indonesia belum begitu mendukung dalam penerimaan tenaga kerja dari kalangan mereka yang berkebutuhan khusus.

“Bingung mau ke mana, dan bingung juga mau ngapain. Aku sudah sekolah tinggi-tinggi ternyata sesulit itu mendapatkan pekerjaan,” kata dia dengan mata berkaca-kaca.

Perbincangan terus berlanjut hingga ibu dua anak itu mengeluarkan dan memperlihatkan alat bantu dengar yang sehari-hari berada di balik hijabnya. Tanpa basa-basi, Angkie menjelaskan keluh kesahnya menggunakan alat bantu dengar tersebut.

Sempat bekerja di salah satu perusahaan, ia berusaha maksimal dan total memberikan kontribusi bagi korporasi. Hal itu termasuk mempelajari sistem, manajemen, standar operasional prosedur, dan sebagainya.

Sayangnya, saat mencoba masuk langsung ke komunitas sekitar, ia malah menemui adanya gap yang begitu jauh antara perusahaan dan komunitas. Hal itu tentu cukup bertolak belakang dengan keadaan Angkie. Dari kondisi itu, penulis buku berjudul Perempuan Tunarungu Menembus Batas itu mencoba untuk memahami kebutuhan disabilitas yang terbatas.

Membangun SDM

Setelah resmi ditunjuk Presiden Jokowi, Angkie mengemban tugas berat. Salah satunya membantu pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul sebagaimana yang digaungkan pemerintah.

Hal utama yang akan ia kerjakan adalah meningkatkan kemampuan para penyandang disabilitas sehingga bisa berdaya saing di berbagai sektor pekerjaan.

Dalam waktu dekat, ia mulai fokus pada peningkatan kemampuan lulusan sekolah luar biasa agar siap memasuki dunia kerja, sehingga tidak ada lagi penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan pekerjaan di Tanah Air.

“Kita tidak akan mengubah sistem yang ada di sebuah perusahaan, tetapi kita membuat teman-teman disabilitas mengikuti sistem tersebut,” katanya.

Ia optimistis kelompok disabilitas mampu bekerja secara efektif dan maksimal layaknya pekerja normal.

Apalagi, sebagai pendiri Thisable Enterprise, Angkie cukup sukses membantu kelompok disabilitas di Tanah Air untuk bekerja di berbagai sektor.

Hal tersebut merupakan modal yang cukup besar baginya dalam membantu Presiden untuk menggenjot terwujudnya sumber daya manusia unggul dan produktif dalam berbagai aspek, tanpa alasan apa pun.

Sebelum diminta menjadi staf khusus sekaligus juru bicara Presiden bidang sosial, Angkie mengaku sama sekali tidak pernah membayangkan posisinya seperti saat ini. Proses tersebut dimulai saat ia dihubungi oleh Diaz Hendropriyono untuk bertatap muka langsung dengan Presiden Jokowi.

Awalnya, ia mengira pertemuan tersebut hanya audiensi biasa. Dalam diskusi yang terjadi sekitar dua bulan lalu itu, Presiden menanyakan hal-hal apa saja yang dilakukan Angkie Yudistia beserta harapan-harapannya.

“Pertanyaannya singkat saja, kita tidak ketemu lama-lama,” ujar dia.

Malahan dalam benaknya, pertemuan singkat itu ialah momentum pemerintah dalam mengapresiasi pekerjaan yang digelutinya di sektor pembangunan sumber daya manusia.

Namun, siapa sangka dua minggu lalu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menghubungi dan menanyakan kesiapan Angkie untuk menjadi staf khusus Presiden.

“Pak Pratikno telepon saya, terus saya bilang Bapak kayaknya kita harus ketemu dulu karena kalau pun lewat telepon saya kurang begitu dengar,” ujarnya, sambil tertawa.

Setelah bertemu, Pratikno langsung memberikan penjelasan apa saja tugas dari staf khusus Presiden.

Secara khusus, Angkie memiliki alasan sebelum menerima tawaran tersebut. Baginya, panggilan itu merupakan kesempatan untuk mengabdi lebih jauh kepada kepentingan negara.

Di tambah lagi, secara pribadi ia sudah melalui masa-masa sulit sebagai penyandang disabilitas baik secara mental maupun lingkungan.

“Apa yang bisa membuat kita melakukan perubahan adalah dengan terjun langsung mendengarkan dari kebutuhan masyarakat sehingga bisa menentukan program yang disusun,” kata dia.

Sebab itu, dengan adanya permintaan Presiden tersebut, Angkie optimistis bisa lebih jauh menyentuh dan menjangkau masyarakat berkebutuhan khusus. (Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home