Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 16:32 WIB | Selasa, 01 Oktober 2019

Sri Mulyani Imbau Perusahaan Waspadai Risiko Gagal Bayar

Sri Mulyani Indrawati (Foto: twitter.com/hashtag/menteriterbaik)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengimbau kepada berbagai perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan agar mencegah risiko gagal bayar yang tinggi sebab adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di tengah krisis global.

Ia menuturkan, adanya krisis global memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengubah asumsi kondisi ekonomi supaya tetap bisa mencetak keuntungan sehingga perusahaan harus terus memperhatikan dinamika lingkungan operasinya secara detail.

“Mereka harus meningkatkan kehati-hatian apakah kegiatan korporasi akan memunculkan stream revenue yang diharapkan seperti semula,” katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (1/10).

Menurutnya, eksposur perusahaan terhadap pembiayaan yang dilakukan sebelumnya yaitu seperti utang juga akan berdampak pada biaya yang dikeluarkan serta pembayaran kewajiban.

Selain itu, ia mengatakan Kementerian Keuangan akan terus melakukan monitoring secara terus menerus kepada para BUMN dalam upaya mencegah terjadinya gagal bayar.

Ia melanjutkan, pihaknya juga melihat risiko-risiko instrumen fiskal yang digunakan untuk mendukung berbagai program BUMN dalam rangka menjalankan pembangunan dan pemajuan Indonesia.

“Kami juga terus melakukan observasi dan komunikasi dengan Kementerian BUMN terkait hal ini,” ujarnya.

Hal tersebut terkait untuk menanggapi laporan dari lembaga pemeringkat utang internasional Moody’s Investors Service yang menyatakan bahwa berbagai perusahaan di Indonesia dan negara Asia Pasifik lain berisiko gagal bayar.

Sri Mulyani menuturkan penilaian yang dikeluarkan lembaga pemeringkat tersebut dapat menjadi peringatan dini yang baik dengan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan di perusahaan untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap perubahan kondisi ekonomi.

Sebelumnya, Moody’s Investors Service melaporkan adanya risiko gagal bayar dari perusahaan-perusahaan Indonesia yang berutang di perbankan karena penurunan kinerja perusahaan dalam meraih keuntungan di tengah kondisi perekonomian dunia yang sedang krisis.

Dari laporan tersebut tercatat dua negara di kawasan Asia Pasifik yaitu Indonesia dan India yang memiliki risiko gagal bayar tertinggi. Hasil tersebut didapat dari tes tekanan dengan menggunakan asumsi penurunan 25 persen laba sebelum bunga dan pajak (EBITDA).

“Di belakang dua negara tersebut, ada SIngapura, Malaysia, dan China yang memiliki risiko gagal bayar yang tidak kalah besar,” kata Asisten Wakil Presiden dan Analis Moody Rebaca Tan pada Senin (30/9).

Pemerintah Siapkan Skenario Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

Pemerintah telah menyiapkan tiga skenario terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk lima tahun ke depan dalam menyikapi adanya ancaman dan berbagai gejolak global yang semakin besar dan penuh ketidakpastian.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro sebelumnya mengatakan hal tersebut berkaitan dengan banyaknya ancaman global seperti resesi di Turki serta terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat dan China secara tidak langsung membuat Indonesia harus bersiap untuk menghindari dampaknya.

“Tentunya sekarang kita harus memperhitungkan potensi resesi global. Ini masih skenario dan akan kita sampaikan kepada Bapak Presiden,” katanya dalam acara penyusunan rancangan awal rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 di Jakarta, Kamis (19/9).

Ia menjelaskan tiga skenario proyeksi tersebut meliputi skenario optimis yaitu menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen, skenario moderat 5,7 persen, dan terbawah yaitu 5,4 persen.

“Kalau dari kami rekomendasinya adalah yang paling bawah (5,4 persen), terpaksa kita harus yang paling pesimistis karena dunia tidak bisa tertebak,” ujarnya.

Ia menuturkan pihaknya telah menyiapkan berbagai cara dalam mencapai target tersebut, salah satunya dengan mengadakan tujuh agenda pokok yang akan dijalankan pada lima tahun ke depan.

“Ada tujuh agenda pembangunan untuk mencapai target, paling tidak dalam rancangan teknokratif kami,” katanya.

Bambang menyebutkan tujuh agenda itu meliputi mengurai kemiskinan hingga di bawah 7 persen dan pengangguran tidak lebih dari 4 persen, mengurangi kesenjangan antar wilayah, peningkatan SDM berkualitas melalui program vokasi, dan pembangunan infrastruktur.

“Kalau infrastruktur bukan hanya jalan tol, listrik, bandara, pelabuhan laut, tapi termasuk air bersih,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga akan fokus pada pengelolaan terhadap perubahan iklim seperti kebakaran hutan sebab ternyata hal tersebut turut berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat.

“Kebakaran hutan yang menjadi ada unsur pidana yang berusaha membakar. Tapi jangan lupa itu bisa jadi sumber tanah gambut sudah panas sebagai akibat perubahan iklim kemudian menyebabkan dampak yang semakin besar,” katanya.

Bambang melanjutkan, peningkatan keamanan nasional dan internasional serta pengoptimalan fasilitas pelayanan publik juga turut menjadi konsentrasi perbaikan untuk lima tahun ke depan.

Bambang berharap dengan adanya tujuh rencana perbaikan oleh pemerintah pada lima tahun ke depan itu bisa membantu membuat ekonomi Indonesia menjadi lebih baik.

“Ini bisa dicapai bukan hanya pemerintah sendirian tapi harus bersama dengan swasta dan BUMN,” ujarnya. (ANTARA)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home