Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 18:12 WIB | Selasa, 23 Agustus 2016

Sri Mulyani Kaji Kenaikan Harga Rokok

Sri Mulyani mengatakan dalam menetapkan cukai rokok, pemerintah merujuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan mempertimbangkan pandangan dari berbagai pihak.
Sejumlah warga petani tembakau yang tergabung dalam APTI (Asosiasi Petani Tembakau Indonesia) melakukan aksi damai dengan membawa tanaman tembakau dan poster di komplek DPRD kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (23/8). Aksi yang diikuti oleh seribuan petani tembakau dari lereng Gunung Sumbing, Sindoro dan Prau tersebut menolak wacana kenaikan harga rokok dan menuntut pemerintah mengurangi impor tembakau. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan tengah melakukan kajian dan konsultasi dengan berbagai pihak sebelum memutuskan kebijakan kenaikan harga jual dan cukai rokok.

“Jadi hari ini tahapannya kita melakukan konsultasi dengan berbagai pihak. Termasuk melihat kajian, melihat peraturan perundang-undangan, bicara dengan pelaku, konsumen, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian, Departemen Tenaga Kerja dan masing-masing Kementerian nanti akan memberikan pandangan,” kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, hari Selasa (23/8).

Menkeu memastikan dalam dua bulan ke depan tidak akan mengeluarkan kebijakan atau keputusan terkait cukai rokok dengan demikian harga jual maupun cukai rokok tidak mengalami kenaikan.

“Kemudian kita lihat kebijakan selama ini sudah seperti apa dan apa langkah-langkah untuk dituangkan di dalam keputusan mengenai dua hal: harga jual maupun cukainya. Itu mungkin yang akan dilakukan dua bulan ke depan,” dia menegaskan.

Sri Mulyani mengatakan dalam menetapkan cukai rokok, pemerintah merujuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan mempertimbangkan pandangan dari berbagai pihak.

“Tentu dalam menetapkan kebijakan mengenai cukai rokok. Pertama ada Undang-Undang cukai yang menjadi pegangan. Dan yang kedua tentu berbagai pandangan dan pertimbangan seperti yang disampaikan,” kata Menkeu.

Sri Mulyani mengaku menghargai studi yang disampaikan sejumlah pihak mengenai sensitivitas dari pelaku perokok terhadap harga rokok. Dia memastikan tetap memperhatikan sisi kesehatan bagi generasi muda untuk mengurangi jumlah perokok.

“Jadi saya menghargai adanya studi yang disampaikan mengenai bagaimana sensitivitas dari pelaku perokok terhadap harga (rokok),” kata dia.

“Dari sisi kesehatan, concern mengenai jumlah perokok terutama, generasi muda, anak-anak muda, dari sisi industri, dari sisi ketenagakerjaan, dari sisi pendapatan negara, semuanmya nanti harus dibuat secara komprehensif,” dia menambahkan.

Turunkan Angka Kemiskinan

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mendukung adanya wacana kuat untuk menaikkan harga rokok secara signifikan, yakni Rp 50.000 per bungkus. YLKI memandang, harga rokok mahal justru akan bermanfaat bagi masyarakat dan negara.

“Harga rokok mahal mampu menurunkan tingkat konsumsi rokok di rumah tangga miskin. Ini hal yang sangat logis, karena 70 persen konsumsi rokok justru menjerat rumah tangga miskin,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI dan Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, di Jakarta, hari Minggu (21/8).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahunnya menujukkan bahwa pemicu kemiskinan di rumah tangga miskin adalah beras dan rokok. Dengan harga rokok mahal, keterjangkauan terhadap rokok akan turun.

Menurut YLKI, menurunnya konsumsi rokok di rumah tangga miskin akan berefek positif terhadap kesejahteraan dan kesehatan rumah tangga miskin.

“Budget untuk membeli rokok langsung bisa dikonversi untuk membeli bahan pangan. Selain berefek negatif, rokok tidak mempunyai kandungan kalori sama sekali,” tuturnya.

Bagi negara, lanjut dia, harga rokok mahal akan meningkatkan pendapatan cukai, yang bisa meningkat 100 persen dari sekarang. Harga rokok mahal selain berfungsi untuk memproteksi rumah tangga miskin, juga mengatrol pendapatan negara dari sisi cukai. Apalagi, saat ini cukai dan harga rokok di Indonesia tergolong terendah di dunia.

“Sudah seharusnya rokok dijual mahal, sebagai instrumen pembatasan, pengendalian. Di negara maju harga rokok lebih dari Rp 100.000,” ujar Tulus.

YLKI memandang harga rokok mahal tidak akan membuat pabrik rokok bangkrut atau PHK buruh. “Karena PHK buruh rokok karena pabrik melakukan mekanisasi, mengganti buruh dengan mesin,” katanya.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home