Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 15:33 WIB | Selasa, 24 September 2019

Sri Mulyani: Perusahaan Digital Perluas Akses Pelaku Usaha

Sri Mulyani Indrawati (Foto: twitter.com/hashtag/menteriterbaik)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan kehadiran perusahaan-perusahaan digital (digital company) berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional karena punya akses yang luas dan mampu melibatkan banyak pelaku usaha.

"Digital company menjadi bukti tidak ada hal yang kecil, utamanya dalam ekonomi. Bahkan, pemain terkecil pun dapat ter-cover dengan digital company karena semua orang memiliki akses," kata Menkeu di sela-sela peluncuran Grab For Good di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (24/9).

Kolaborasi perusahaan teknologi digital, lanjutnya, turut memainkan peran positif bagi pertumbuhan ekonomi, baik di Indonesia maupun kawasan Asia Tenggara menyusul pemunculan pekerjaan-pekerjaan baru dengan akses yang luas.

Menkeu mengatakan para pelaku usaha memiliki beragam pilihan dengan pemanfaatan kemajuan teknologi selain membuka berbagai jenis pekerjaan.

"Kehadiran digital company juga memberikan dampak bagi kaum muda untuk terus berinovasi dan berkreasi produk maupun start-up baru," katanya.

RUU Pajak Perusahan Digital

Sebelumnya Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perpajakan dan Fasilitas Perpajakan sehingga perusahaan digital internasional dapat menjadi subjek pajak di Indonesia.

"Untuk mengantisipasi fenomena perusahaan digital internasional seperti Amazon, Google, Netflix dan lainnya, selama ini perusahaan-perusahaan itu tidak bisa dikukuhkan sebagai subjek pajak luar negeri yang bisa menyetorkan pajak ke kita tapi dengan UU ini kita menetapkan perusahaan digital internasional bisa memungut dan menyetor dan melaporkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai)," kata Sri Mulyani Indrawati di kantor presiden Jakarta, Selasa (3/9).

Tujuan dari penerapan aturan itu adalah agar tidak terjadi penghindaran pajak dari perusahaan internasional. "Pajak yang bisa mereka pungut tarifnya sama yaitu PPN 10 persen," tambah Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, penerapan aturan itu juga sesuai dengan Komunike Pertemuan G20 dan laporan OECD bahwa dengan adanya ekonomi digital maka suatu badan usaha tetap (BUT) atau "permanent establishment" yang selama ini didasarkan kehadiran fisik wilayah di teritorial Indonesia baru sudah berubah definisinya.

"Perusahaan tidak harus di Indonesia tapi dapat banyak sekali penerimaan mereka di Indonesia meski mereka tidak punya badan usaha tetap di Indonesia, dalam RUU ini seperti fenomena digital accross border ini maka badan usaha tetap tidak lagi didasarkan kehadiran fisik, walau tidak punya kantor cabang di Indonesia mereka tetap punya kewajiban pajak di Indonesia karena punya 'significant economy present'," jelas Sri Mulyani.

Artinya menurut Sri Mulyani, perusahaan-perusahaan tersebut punya kegiatan ekonomi yang sangat signifikan meski tidak punya cabang di Indonesia.

"Jadi kewajiban-kewajiban mereka tetap bisa dilakukan bagi perusahaan besar 'accross border', tarif PPH dan PPN tetap diberlakukan sama," tambah Sri Mulyani.

Tujuan penerapan aturan tersebut adalah agar sistem ekonomi Indonesia dapat tahan terhadap resesi. (ANTARA)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home