Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 16:22 WIB | Selasa, 06 Desember 2016

Sri Mulyani Prediksi Kans Harga Minyak 2017 Naik 50:50

Seorang warga mengembalakan kambing di dekat lapangan minyak Mudi, di Desa Mudi Rahayu, Soko, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Sabtu (3/12). Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Petrochina East Java (PPEJ) selaku pengelola lapangan minyak Mudi dan Sukowati Bojonegoro belum menentukan sikap terkait kelanjutan pengelolaan lapangan minyak di Bojonegoro yang berakhir 29 Februari 2018. (ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menilai kans harga minyak naik pada 2017 masih "50:50" alias imbang, mengingat masih ada kemungkinan melemahnya permintaan atas minyak itu sendiri pada tahun depan.

"Secara total di 2017 saya rasa masih dianggap imbang dari sisi harga minyak sesuai asumsi kita di 45 dolar AS per barel, karena nampaknya dengan perkembangan sekarang," kata Sri Mulyani saat menjadi pembicara dalam acara "Sarasehan 100 Ekonom Indonesia" di Jakarta, hari Selasa (6/12).

Namun, dilihat dari prospek permintaan tidak mengalami kenaikan, kemungkinan saja penguatan dari harga minyak itu akan terpengaruh atau dilemahkan dengan permintaan yang melemah juga. Dengan demikian juga dia tidak bisa bertahan lama dalam posisi yang terlalu tinggi.

Menurut dia, dari sisi permintaan, tidak boleh dilupakan apa yang terjadi di Eropa dengan Brexit-nya, referendum Italia, serta pemilu yang akan dilakukan di Prancis, Jerman, serta Belanda. Hal-hal tersebut dinilai akan memberikan pengaruh terhadap proyeksi pemulihan ekonomi di Eropa.

Sementara itu, di Amerika Serikat, seluruh dunia akan memberikan perhatian terhadap kebijakan Presiden AS terpilih Donald Trump dalam menstimulasi permintaan.

"Dari sisi apakah proyeksi komitmen dari OPEC sebagai produsen minyak terbesar secara terorganisasi, maupun dari sisi permintaan masih sangat mix (campuran) dari sisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang kemudian turunannya adalah pemintaan terhadap minyak. Saya melihat bahwa itu kans-nya masih 50:50 dari sisi kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi," kata Sri Mulyani.

Pada akhir November lalu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) sepakat untuk menurunkan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari menjadi 32,5 juta barel per hari, efektif mulai 1 Januari selama enam bulan.

Indonesia memutuskan untuk membekukan sementara keanggotaaan OPEC karena keputusan OPEC tersebut karena dinilai tidak sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia.

Indonesia diminta memotong sekitar lima persen dari produksinya atau sekitar 37.000 barel minyak per hari, padahal kebutuhan penerimaan negara masih besar terutama dari migas.(Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home