Loading...
HAM
Penulis: Eben Ezer Siadari 16:31 WIB | Rabu, 19 November 2014

Strategi Polri Pakai Polwan Cantik untuk Pencitraan Dikritik

Dua polisi wanita berpatroli dengan sepeda di Lombok (Foto: Inside Indonesia/Sharyn Graham Davies )

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Strategi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memperbaiki citra buruknya dengan memperbanyak penampilan polisi wanita (polwan) berwajah cantik dalam tugas-tugas terdepan, menuai kritik tajam. Strategi itu dinilai tidak produktif untuk jangka panjang.

Jika strategi itu diteruskan, dikhawatirkan persepsi polwan harus cantik akan semakin tertanam dalam di benak masyarakat. Pada saat yang sama, perempuan-perempuan berwajah kurang cantik akan menganggap diri tidak layak jadi polwan. Akibatnya, Polri kehilangan kesempatan mendapatkan personel-personel yang mewakili masyarakat, yang dibutuhkan untuk mengatasi berbagai masalah di Indonesia.

Kritik ini datang dari tiga pakar terkemuka di bidangnya. Ketiga pakar itu adalah Sharyn Graham Davies, associate professor pada Departemen Ilmu Sosial di Auckland University of Technology, Selandia Baru, Adrianus Meliala, profesor kriminologi Universitas Indonesia, dan John Buttle, pengajar senior di Departeman Ilmu Sosial Auckland University of Technology, Selandia Baru. Kritik tersebut mereka sampaikan lewat sebuah tulisan berjudul Indonesia Secret Police Weapon yang dilansir oleh Inside Indonesia hari ini.

Ketiga pakar itu berpendapat, ditonjolkannya secara terus-menerus penampilan dan kecantikan para polwan, justru mengganggu dan merendahkan nilai serta keterampilan yang dimiliki para perempuan di Polri. Sebagai contoh, ketiga pakar itu mengutip pernyataan seorang juru bicara Polri, yang jelas-jelas meremehkan kemampuan perempuan untuk menjadi anggota kepolisian yang efektif. Terkait dengan bagaimana menangani pengunjuk rasa kenaikan BBM, juru bicara itu mengatakan kepada The Jakarta Post, “Saya tidak yakin para pengunjuk rasa akan melakukan kekerasan terhadap perempuan. Jika itu terjadi, polisi pria akan melindungi kolega-kolega perempuan mereka.”

Menurut ketiga pakar tersebut, komentar semacam itu justru semakin membuat polwan percaya bahwa efektivitas mereka terbatas. Apalagi, dalam artikel serupa, seorang polwan Lesnusa juga mengatakan hal senada. Ia dan kawan-kawan sesama polwan hanya dipersiapkan untuk melakukan negosiasi dengan pengunjuk rasa. Mereka akan minggir dan para polisi pria akan mengambil alih apabila mereka gagal.

“Gagasan mempromosikan Polri dengan menggunakan wajah manis dan cantik perempuan mungkin memiliki beberapa aspek positif, tetapi dari sudut pandang kepentingan perempuan, hal ini kontraproduktif dalam jangka panjang, karena hal itu justru menumbuhkan gambaran bahwa polwan terlalu lemah untuk melakukan apa pun kecuali tampil cantik dan seksi, sementara polisi prialah yang dianggap melaksanakan tugas penegakan hukum,” tulis ketiga pakar tersebut.

Senjata Rahasia Polri

Menurut ketiga pakar itu, selama ini sudah bukan rahasia lagi bahwa Polri memiliki citra buruk. Opini publik cukup kuat menggambarkan Polri sebagai sebuah kesatuan yang korup dan tidak kompeten. Dan, ini, kata mereka, tidak sepenuhnya salah.  Korupsi dalam Polri merajalela. Dalam beberapa kasus, korupsi seperti melembaga. Pelanggaran HAM oleh oknum polisi juga bukan hal yang mengherankan, terutama dalam kaitan dengan daerah konflik seperti Papua dan Poso. Cerita berlimpah tentang kejadian di mana polisi meminta pembayaran sebelum menyelidiki kasus, atau petugas menyalahgunakan korban kejahatan, khususnya pekerja seks juga sering diungkap oleh media.

Untuk memperbaiki citra itu, sayangnya, menurut ketiga pakar itu, strategi yang ditempuh Polri bukan dengan mengandalkan otak atau otot. Sebaliknya, melalui kecantikan. Sebagai contoh, warga Jakarta belakangan ini semakin akrab dengan wajah Eny Regama, Avvy Olivia Atam, dan Eka Yulianti, tiga petugas polisi yang membawakan  laporan lalu lintas di televisi. Setiap malam, salah satu polwan tersebut muncul di layar televisi memberi nasihat tentang tata cara berlalu lintas. Laporan itu disiarkan secara langsung dari markas polisi dengan presenter yang mengenakan seragam.

Trio itu hanyalah salah satu dari senjata rahasia Polri dalam upaya untuk membangun kepercayaan dan hubungan dengan masyarakat. Polri juga telah melakukan upaya terpadu, di antaranya dengan menempatkan polwan di garis depan menghadapi pengunjuk rasa.

Pihak Polri mengemukakan berbagai alasan pendukung untuk menampilkan perempuan di garda terdepan. Salah satunya adalah karena mereka dianggap mempunyai naluri keibuan dalam mengendalikan dan menenangkan massa. Namun, seperti sudah dikemukakan sebelumnya, ketiga pakar dalam analisisnya, menilai menampilkan dan menonjolkan wajah-wajah cantik terus-menerus akan kontraproduktif terhadap kinerja Polri.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home