Loading...
HAM
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 16:00 WIB | Minggu, 29 Juni 2014

Sudan dan AS Negosiasikan Perempuan Murtad

Mariam Yahya Ibrahim ditahan pada Selasa (24/6) setelah mencoba menggunakan dokumen yang dikeluarkan oleh Kedutaan Sudan Selatan untuk terbang keluar dari Khartoum. (Foto: alarabiya.net/AFP)

KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Sudan dan para pejabat AS di Khartoum tengah bernegosiasi untuk seorang perempuan Sudan yang menikah dengan warga Amerika dan baru saja dibebaskan dari hukuman mati karena dianggap murtad supaya dapat pergi dari Sudan, kata sumber yang dekat dengan kasus tersebut. 

Mariam Yahya Ibrahim, 27 tahun ditahan di bandara Khartoum pada Selasa (24/6), sehari setelah pengadilan banding Sudan membatalkan hukuman matinya akibat pindah agama dari Islam ke Kristen setelah menikahi seorang Kristen warga Amerika. 

Muhannad Mustafa pengacaranya mengatakan Ibrahim, suami dan dua anak-anak sementara ini tinggal di kedutaan besar AS di Khartoum sejak pembebasannya, yang diberikan dengan syarat Mariam Yahya Ibrahim harus tetap di Sudan. 

"Ada pembicaraan yang terjadi saat ini antara pejabat Sudan dan Amerika untuk mencoba menemukan cara supaya Mariam Yahya Ibrahim dan keluarganya dapat meninggalkan negara itu," kata seorang sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena ia tidak berwenang berbicara dengan media. 

Mariam Yahya Ibrahim ditahan pada Selasa setelah mencoba menggunakan dokumen yang dikeluarkan oleh Kedutaan Sudan Selatan untuk meninggalkan Khartoum dengan suami dan dua anak mereka. 

Meskipun membatalkan hukuman mati tersebut diberikan setelah munculnya tekanan internasional yang kuat, Sudan masih tidak mengakui identitas baru Mariam Yahya Ibrahim sebagai warga Kristen Sudan Selatan, karena tidak mengakui pernikahannya. Di bawah hukum Islam Sudan, perempuan Muslim tidak diizinkan menikahi pria Kristen. 

"Pembicaraan sekarang bertujuan agar dia keluar dari Sudan dengan menggunakan paspor Sudan," kata sumber itu. 

Suami Mariam Yahya Ibrahim, Daniel Wani mengatakan kepada Reuters bahwa itu adalah "kesalahpahaman" dan kesalahan saat pemerintah Sudan mengatakan dokumen perjalanannya tidak sah. Menurutnya, istrinya seharusnya punya hak memiliki kewarganegaraan Sudan Selatan itu. 

"Permasalahan diplomatik sedang dilakukan dan pemerintah Sudan juga menawarkan bantuan dan bekerja sama dalam hal ini," kata Wani dalam percakapan telepon dengan Reuters. "Kami akan menunggu penyelesaian masalah ini hingga mendapat dokumen perjalanan dari pemerintah Sudan." 

Sudan Selatan memiliki populasi Kristen mayoritas, merdeka dari utara yang sebagian besar Muslim setelah referendum tahun 2011 yang mengakhiri tahun-tahun perang saudara. 

Kasus Mariam Yahya Ibrahim mendapat perhatian serius dari AS dan Inggris, yang bulan lalu memanggil kuasa usaha Sudan untuk memprotes hukuman mati Mariam Yahya Ibrahim dan mendesak Sudan agar menegakkan kewajiban internasional tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan. 

Seorang juru bicara AS mengatakan pada hari Kamis (26//6) bahwa Mariam Yahya Ibrahim harus memiliki semua dokumen yang diperlukan supaya dapat melakukan perjalanan ke Amerika Serikat. 

Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Sudan sejak tahun 1997 atas pelanggaran hak asasi manusia. Sanksi itu mengintensifkan sanksi sebelumnya pada tahun 2006 atas tindakan Khartoum dalam konflik dengan pemberontak di wilayah barat Darfur. (alarabiya.net)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home