Loading...
EKONOMI
Penulis: Sabar Subekti 07:32 WIB | Sabtu, 12 September 2020

Sudan Umumkan Keadaan Darurat Akibat Jatuhnya Nilai Mata Uang

Banjir di Sudan, dan pemerintah menetapkan keadaan darurat selam tiga bulan akibat banjir yang menewaskan sedikitnya 100 orang. (Foto: dok. AFP)

KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Sudan mengumumkan keadaan darurat untuk menghindari penurunan ekonomi akibat jatuhnya nilai mata uangnya secara dramatis terhadap dolar Amerika Serikat dan melonjaknya inflasi.

Keputusan tersebut, sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi SUNA, termasuk mendirikan pengadilan darurat, memberlakukan undang-undang untuk melindungi ekonomi, dan menjatuhkan hukuman yang lebih keras kepada penyelundup dan pasar gelap yang meningkat.

Dalam konferensi pers hari Kamis (10/9), Menteri Keuangan Sudan, Heba Ali, menyalahkan kenaikan tajam dolar sebagai "sabotase sistematis" oleh manipulator pasar valuta asing, kata laporan kantor berita SUNA.

Pound Sudan telah jatuh dari 50 menjadi 240 terhadap dolar AS dalam setahun sejak pemerintah transisi mengambil alih, setelah jatuhnya otokrat Omar al-Bashir pada April 2019.

Di bulan Juli, Sudan mencatat tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 143 persen, menurut bank sentral.

Kesulitan ekonomi, yang memicu protes anti Bashir pada Desember 2018 yang menyebabkan penggulingan presiden, tetap menjadi tantangan mendesak di Sudan.

Sabotase dan Penyelundupan

Krisis tersebut semakin diperburuk oleh tindakan penguncian virus corona selama berminggu-minggu di ibu kota Khartoum dan kota-kota lain.

Emas adalah barang ekspor utama Sudan, dan 93 ton diproduksi pada 2018, tetapi negara itu menjadi korban penyelundupan besar-besaran logam mulia tersebut.

Pada hari Kamis, Menteri Kehakiman, Nasreddine Abdelbari, mengatakan pemerintah memperketat hukuman penyelundupan dari satu bulan menjadi 10 tahun penjara.

Juru bicara pemerintah, Faisal Salih, mengatakan kenaikan nilai tukar adalah hasil dari "sabotase yang disengaja" dan "perang melawan revolusi." "Kenaikan harga dolar dipengaruhi oleh mereka yang kepentingannya dirugikan oleh revolusi dan perubahan," katanya.

Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok, mengatakan pemerintahnya membutuhkan US$ delapan miliar untuk menyelamatkan ekonomi yang sakit. Tetapi pada bulan Juni, donor internasional menjanjikan bantuan hanya US$ 1,8 miliar kepada otoritas transisi Sudan.

Ekonomi Sudan menderita karena negara itu dimasukkan dalam daftar hitam teror oleh Washington, sanksi AS selama puluhan tahun, dan terpecah dengan merdekanya Sudan Selatan yang kaya minyak pada tahun 2011.

Pemerintahan transisi sedang berusaha mengkampanyekan reintegrasi Sudan ke dalam komunitas internasional untuk meningkatkan ekonominya. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home