Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 13:16 WIB | Jumat, 27 Mei 2016

Tahan Eks Gafatar Berarti Kriminalisasi Kebebasan Beragama

Gafatar. (timesindonesia.co.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kuasa hukum dari salah satu eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Asfinawati, menyatakan tidak perlunya penahanan terhadap kliennya. Ia menganggap dengan adanya penahanan maka telah terjadi kriminalisasi terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Tiga eks Gafatar, Mahful Muis Tumanurung, Andri Cahya, dan Ahmad Mosaddeq, ditahan di Mabes Polri setelah menjalani pemeriksaan pertama kalinya sebagai tersangka.

Asfinawati menyatakan tak ada satu alasan pun yang bisa menjadi alasan ketiganya untuk ditahan.

“Penahanan terhadap mereka bertiga seharusnya sungguh tidak perlu dan merupakan tindakan yang berlebihan, karena tidak ada satupun alasan untuk mereka ditahan" ujar Asfinawati.

Lebih lanjut, Asfinawati juga menyatakan dirinya dan tim advokasi meminta kepada Kapolri agar memperhatikan kasus ini sehingga segera melepaskan ketiga kliennya.

“Kapolri harus memperhatikan hal ini, karena penahanan yang terjadi justru akan membuat publik memiliki persepsi bahwa kasus ini lebih bermuatan politik ketimbang pertimbangan hukum,” katanya.

Asfinawati menilai dalam proses mulai dari pemeriksaan sebagai saksi hingga pemeriksaan sebagai tersangka, ketiganya berlaku kooperatif.

“Karena juga ketiganya selama ini sangat kooperatif dalam keperluan penyidikan untuk datang menghadiri panggilan kepolisian,” ia menambahkan.

Atas peristiwa di atas, tim kuasa hukum ketiganya menyatakan keberatan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Tidak ada alasan mengapa ketiganya harus ditahan dan tidak ada bukti ketiganya akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana.
  2. Pasal 21 (1) KUHAP menyatakan “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”.
  3. Pasal 20 KUHAP menyatakan “Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan”. Oleh karena itu, penahanan adalah untuk kepentingan penyidikan bukan hal lainnya. Dalam setiap pemanggilan, ketiganya selalu kooperatif maka tujuan penahanan ini tidak ada.
  4. Penahanan harus berdasarkan bukti yang cukup. Putusan MK dalam perkara nomor 21/PUU-XII/2014 dinyatakan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Pertanyaan tentang 2 alat bukti apa yang telah dimiliki penyidik tidak dapat dijelaskan kepada kuasa hukum.
  5. Apa yang dituduhkan kepada ketiganya terkait dengan keyakinan yang bersangkutan yang telah diuraikan mereka dalam berita acara pemeriksaan masing-masing. Sesuai konstitusi, Indonesia adalah negara hukum yang demokratis dan memiliki UU terkait HAM, maka keyakinan beragama atau berkeyakinan dijamin.

Tim kuasa hukum ketiganya juga meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengawasi penyidikan ini. (PR)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home