Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 07:43 WIB | Kamis, 09 Desember 2021

Taliban Keluarkan Dekrit: Perempuan Bukan Properti

Namun tidak disebutkan bahwa perempuan berhak untuk bekerja di luar rumah dan memperoleh pendidikan.
Perempuan Afghanistan mengambil bagian dalam pertemuan di sebuah aula di Kabul pada 2 Agustus 2021 menentang pelanggaran hak asasi manusia terhadap perempuan oleh rezim Taliban di Afghanistan. (Foto: dok. AFP)

KABUL, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Taliban Afghanistan pada hari Jumat (3/12) merilis sebuah dekrit tentang hak-hak perempuan yang mengatakan bahwa perempuan tidak boleh dianggap sebagai "properti" dan harus menyetujui pernikahan.

Namun kelompok itu tidak menyebutkan hak perempuan pada akses ke pendidikan atau pekerjaan di luar rumah.

Taliban telah berada di bawah tekanan dari masyarakat internasional, yang sebagian besar telah membekukan dana untuk Afghanistan, untuk berkomitmen menegakkan hak-hak perempuan sejak kelompok Islam garis keras itu mengambil alih kekuasaan negara pada 15 Agustus.

“Seorang perempuan bukanlah properti, tetapi manusia yang mulia dan bebas; tidak ada yang bisa memberikannya kepada siapa pun dengan imbalan perdamaian... atau untuk mengakhiri permusuhan," kata dekrit Taliban, yang dirilis oleh juru bicaranya, Zabihillah Muhajid, dikutip Al Arabiya.

Dekrit ini menetapkan aturan yang mengatur pernikahan dan properti untuk perempuan, menyatakan perempuan tidak boleh dipaksa menikah dan janda harus memiliki bagian dalam properti mendiang suaminya.

Pengadilan harus mempertimbangkan aturan itu ketika membuat keputusan, dan kementerian agama dan informasi harus mempromosikan hak-hak ini, kata keputusan itu.

Namun, tidak disebutkan bahwa perempuan dapat bekerja atau mengakses fasilitas di luar rumah atau pendidikan, yang telah menjadi perhatian utama masyarakat internasional.

Selama pemerintahan sebelumnya dari 1996 hingga 2001, Taliban melarang perempuan meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki, dan menutup wajah dan kepala mereka, serta anak perempuan tidak menerima pendidikan.

Taliban mengatakan mereka telah berubah dan sekolah menengah untuk anak perempuan di beberapa provinsi telah diizinkan untuk dibuka. Tetapi banyak perempuan dan pembela hak asasi manusia tetap skeptis.

Komunitas internasional, yang telah membekukan miliaran dana bank sentral dan pengeluaran pembangunan, telah menjadikan hak-hak perempuan sebagai elemen kunci dari setiap keterlibatan masa depan dengan Afghanistan.

Negara Afghanistan, yang juga menderita krisis likuiditas perbankan karena arus kas mengering karena sanksi, menghadapi risiko keruntuhan ekonomi sejak Taliban mengambil alih.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home