Taliban Larang Universitas Swasta Menerima Mahasiswi Baru
Sebangtak 166 orang tewas di Afghanistan akibat cuaca dingin, dan masalah pangan.
KABUL, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Pendidikan Tinggi yang dikelola Taliban memerintahkan universitas swasta di Afghanistan untuk tidak mengizinkan siswa perempuan mengikuti ujian masuk universitas bulan depan, menggarisbawahi kebijakannya untuk membatasi perempuan dari pendidikan tinggi.
Sebuah surat dari kementerian ditujukan kepada lembaga-lembaga di provinsi utara Afghanistan, termasuk Kabul, tempat ujian akan berlangsung mulai akhir Februari. Surat itu mengatakan lembaga-lembaga yang tidak mematuhi aturan akan menghadapi tindakan hukum.
Kementerian Pendidikan Tinggi pada bulan Desember mengatakan kepada universitas untuk tidak mengizinkan mahasiswi “sampai pemberitahuan lebih lanjut”. Beberapa hari kemudian, pemerintah menghentikan sebagian besar pekerja LSM perempuan untuk bekerja. Sebagian besar sekolah menengah khusus perempuan juga telah ditutup oleh pihak berwenang.
Pembatasan atas pekerjaan dan pendidikan perempuan telah menuai kecaman internasional. Diplomat Barat telah memberi isyarat bahwa Taliban perlu mengubah arah kebijakannya terhadap perempuan untuk memiliki kesempatan pengakuan internasional formal dan pelonggaran isolasi ekonominya.
Negara ini berada di tengah krisis ekonomi, sebagian karena sanksi yang mempengaruhi sektor perbankan dan pemotongan dana pembangunan, dengan peringatan lembaga bantuan puluhan juta membutuhkan bantuan mendesak.
Namun, laporan Bank Dunia pekan ini juga mengatakan pemerintahan Taliban, yang mengatakan lebih fokus pada swasembada ekonomi, telah mempertahankan pengumpulan pendapatan yang kuat tahun lalu dan ekspor meningkat.
Tewas Karena Cuaca Dingin
Sementara itu dilaporkan bahwa sedikitnya 166 orang tewas dalam gelombang cuaca dingin yang melanda Afghanistan, kata seorang pejabat pada hari Sabtu (28/1), saat kondisi ekstrem menumpuk kesengsaraan di negara yang dilanda kemiskinan itu.
Afghanistan telah dibekukan oleh suhu serendah -33 derajat Celcius (-27 derajat Fahrenheit) sejak 10 Januari, dikombinasikan dengan hujan salju yang meluas, angin kencang dan pemadaman listrik secara teratur.
Badan-badan bantuan telah memperingatkan sebelum cuaca dingin bahwa lebih dari setengah dari 38 juta penduduk Afghanistan menghadapi kelaparan, sementara hampir empat juta anak menderita kekurangan gizi.
Kementerian Penanggulangan Bencana mengatakan pada hari Sabtu bahwa jumlah korban tewas telah meningkat sebanyak 88 selama sepekan terakhir dan sekarang menjadi 166, berdasarkan data dari 24 dari 34 provinsi di negara itu.
Kematian itu disebabkan oleh banjir, kebakaran, dan kebocoran dari pemanas gas yang digunakan keluarga Afghanistan untuk memanaskan rumah mereka, kata pejabat kementerian Abdul Rahman Zahid dalam pernyataan video.
Sekitar 100 rumah hancur atau rusak dan hampir 80.000 ternak, komoditas vital bagi kaum miskin Afghanistan, juga mati kedinginan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pekan ini 17 orang telah meninggal di satu desa di provinsi Badakhshan timur laut karena wabah "infeksi saluran pernapasan akut".
"Cuaca buruk mencegah bantuan mencapai daerah itu," kata WHO.
Afghanistan mengalami musim dingin kedua sejak pasukan yang didukung AS mundur dan ekstremis Taliban kembali ke Kabul untuk merebut kembali pemerintahan.
Bantuan asing telah menurun drastis sejak saat itu dan aset bank sentral utama disita oleh Amerika Serikat, menambah krisis kemanusiaan yang dianggap sebagai salah satu yang terburuk di dunia.
Pemerintah Taliban melarang perempuan Afghanistan bekerja dengan kelompok kemanusiaan bulan lalu, menyebabkan banyak lembaga menghentikan operasi bantuan. Pekerja LSM perempuan di bidang kesehatan kemudian diberikan pengecualian dan beberapa organisasi memulai kembali program mereka. (Reuters/AFP)
Editor : Sabar Subekti
GKI Sinwil Jabar Harapkan Pilkada Asyik dan Penting
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sinode Wilayah Jawa Barat berkomitmen mewu...