Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 19:52 WIB | Jumat, 29 November 2019

Tengguli, si Hujan Emas Peneduh Jalan yang Cantik

Tengguli alias golden shower (Cassia fistula) mekar pada sepanjang Maret hingga Mei. Thailand menobatkannya sebagai bunga nasional. (Foto: Tim's Thailand)

SATUHARAPAN.COM – Tabebuya jadi pemberitaan beberapa hari lalu, karena bermekaran mempercantik pemandangan Kota Surabaya yang panas. Tabebuya kuning, putih, merah muda bermekaran di beberapa ruas jalan protokol, dan di sejumlah lokasi dijadikan spot swafoto warga.

Kantor Berita Antara, mengutip Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya, menyebutkan terdapat sekitar tujuh ribu pohon tabebuya, bahkan penanaman akan diperluas ke kawasan pinggiran. Pembibitan tanaman gencar dilakukan karena banyak permintaan dari warga Surabaya, setelah melihat tanaman tersebut bermekaran di sejumlah ruas jalan protokol Kota Surabaya.

Tabebuya (Handroanthus chrysotrichus), atau pohon terompet emas, adalah tanaman yang berasal dari negara Brasil. Asia, termasuk Indonesia, sebetulnya memiliki tanaman peneduh jalan yang tak kalah cantik jika sedang berbunga.

Namanya tengguli, bunganya juga kuning, dan ada jenis lain bunganya berwarna merah. Begitu cantiknya jika sedang berbunga, pohon ini disebut hujan emas, golden shower tree. Dalam keadaan musim kering berkepanjangan akan mekar lebih baik, pohon-pohon akan merontokkan daunnya meninggalkan bunga berkelompok berwarna kuning keemasan dan menggantung.

Dulu, beberapa kota di Jawa, masih bisa dijumpai tengguli sebagai pohon peneduh jalan, sama seperti pohon bungur, juga flamboyan. Tangkai sarinya yang berbentuk huruf S dari bunga yang berguguran, dan sekat-sekat bijinya yang lengket, biasa dimanfaatkan sebagai mainan anak-anak pada zaman dulu. Namun, kini tengguli, juga bungur, semakin jarang dijumpai sebagai tanaman peneduh jalan.  

Beda halnya dengan di Thailand, tanaman ini mudah dijumpai sebagai peneduh jalan. Bahkan bunganya yang cantik, dinobatkan menjadi bunga nasional Thailand.

Tengguli tumbuh secara alami di Asia Selatan dan Asia Tenggara, tetapi kini menyebar luas ke pelbagai negeri tropis.

Travel Detik dalam sebuah laporannya menyebutkan pohon tengguli ditanam untuk mempercantik taman di Qatar, Timur Tengah. Memasuki bulan Mei, masa musim panas tiba dengan suhu berada di kisaran 40 derajat celsius, bunga-bunga tengguli bermekaran menampakkan kecantikannya. Pohon tengguli dijumpai di beberapa tempat di Qatar.

Selain indah dipandang mata, beberapa referensi menyebutkan tengguli memiliki manfaat bagi kesehatan.

Pengenalan Botani

Tengguli memiliki nama binomial, Cassia fistula L. Di dunia ilmu pengetahuan, tumbuhan ini juga dikenal melalui nama sinonimnya, yakni  Bactyrilobium fistula Willd., Cassia bonplandiana DC., Cassia excelsa Kunth, Cassia fistuloides Collad., Cassia rhombifolia Roxb, Cathartocarpus fistula Pers.

Tengguli, trengguli, kayu raja, Indian laburnum, atau golden shower dalam bahasa Inggris, mengutip dari Wikipedia, adalah tumbuhan di dalam keluarga Fabaceae, anak suku Caesalpinioidea. Berbunga kuning cerah dan indah, tengguli banyak ditanam sebagai pohon hias, tanaman peneduh, dan juga tanaman obat tradisional.

Pohon yang menggugurkan daun ini, tingginya mencapai 10 hingga 20 meter, dengan batang bebas cabang sekitar 5 meter. Tajuknya melebar menyebar. Pepagan atau kulit pohon berwarna abu-abu pucat dan halus ketika muda, menjadi cokelat gelap dan kasar ketika menua.

Daun-daun tersusun berseling, majemuk menyirip genap, panjang 30-40 cm. Anak daun 3-8 pasang, bundar telur memanjang, berambut pendek, sisi bawahnya hijau biru 6–20 cm × 3,5–9 cm.

Perbungaan berupa tandan terminal yang menggantung, 15–40 cm panjangnya, berbunga banyak, tidak rapat. Bunga-bunga berbau enak; kelopaknya berbagi-5 dalam; mahkota 2-3,5 cm panjangnya, berwarna kuning cerah. Tiga tangkai sari yang terbawah berbentuk-S, lebih panjang daripada yang lainnya.

Buah polong bulat torak, 20–45 cm × 1,5 cm, menggantung, hitam dan tidak memecah ketika tua, dalamnya terbagi oleh sekat-sekat menjadi ruang-ruang berbiji-1. Bijinya pipih kecokelatan, terletak melintang dalam ruang, 25-100 butir per polong, diantarai oleh sekat dan sejenis daging buah yang lengket berwarna cokelat kehitaman.

Tengguli biasa didapati di lingkungan hutan gugur daun tropika dan juga hutan-hutan jati. Pohon ini dilaporkan tahan terhadap naungan menengah, tahan kekeringan, dapat menolerir curah hujan antara 480-2.720 mm pe rtahun, temperatur tahunan antara 18-29 derajat celsius dan pH tanah antara 5,5-8,7.

Tengguli menyebar alami mulai dari Pakistan selatan di barat, India, Sri Lanka di selatan, terus ke timur melalui Burma hingga ke Thailand. Karena penyebarannya di kawasan Asia itu pula, banyak negara mengklaim tumbuhan ini asli miliknya.

Mengutip dari theflowerexpert.com, tengguli disebut sebagai tumbuhan asli India, dengan nama lokal amaltaas atau Indian laburnum dalam bahasa Inggris. Laman timsthailand.com menyebutkan tumbuhan ini asli Thailand.

Pada tahun 2001, Pemerintah Thailand menobatkannya sebagai bunga nasional, berdasarkan pada warna kuningnya yang merepresentasikan baik Buddha maupun Raja Rama IX.

Bunga ini juga merupakan maskot untuk Provinsi Khon Kaen dan Nakhon Si Thammarat. Banyak tempat, terutama di Khon Kaen, memanfaatkan tanaman ini sebagai pohon peneduh sekaligus tanaman hias di sepanjang jalan, yang menjadi atraksi wisata ketika tanaman ini berbunga pada bulan Maret – Mei setiap tahun. Di Isan, selama berlangsungnya Songkran, tahun baru di Thailand, bunga tengguli dimanfaatkan sebagai penghias tempat ibadah dan mencuci patung-patung Buddha.

Tanaman tropis yang disebut-sebut paling cantik ketika berbunga ini, di Indonesia,  ditemukan tumbuh liar di banyak tempat. Tanaman ini kini juga diintroduksi ke Australia, Ghana, Mesir, Meksiko, dan Zimbabwe.

Di Tanah Air, tumbuhan ini menurut Wikipedia, dikenal dengan banyak nama. Di Sumatera, dikenal dengan nama bak biratha (Aceh), kayu raja (Melayu). Di Jawa, bobondelan (Sunda), trengguli (Jawa Tengah), kolobur (Madura). Warga Dayak di Kalimantan menyebutnya tilai.

Nama lokal lain adalah trengguli (Bali), bubuni (Rote), ketoka (Sumba), kluwang (Flores), ladao (Alor), limbalo (Sangihe), kayu raja (Makassar), pong raja (Bugis), papapauno (Ambon).

Di daratan India dan sekitarnya, tumbuhan ini dikenal dengan nama xonaru (bahasa Assam), sonalu, bandar lathi, amaltas (bahasa Bangla), garmalo (bahasa Gujarati), bendra lathi (atau bandarlauri), dhanbaher (atau dhanbohar), girimaloah (bahasa Hindi), amaltas (Hindi dan Urdu), bahava (bahasa Marathi), kanikkonna (atau kani konna: Kerala), Vishu konna (bahasa Malayalam), chahui (bahasa Meitei atau Manipuri), amaltash, rajbriksya (bahasa Nepali), aragvadha, chaturangula, kritamala, suvarnaka (Sanskrit), aehaela-gaha (atau ahalla-gass), ekela (bahasa Sinhala), konrai (bahasa Tamil), raela (bahasa Telugu).

Di wilayah Asia Tenggara, nama lokal tanaman ini bermacam-macam. Dalam bahasa Thai, tumbuhan ini dikenal dengan nama rachapruek, khun, atau dok khuen. Dalam bahasa Khmer, disebut reachapreuk. Warga Laos menyebutnya khoun.

Dalam bahasa Jepang, tumbuhan ini disebut nanban saikachi. Warga China ada yang menyebutnya ā bó lè, ada juga yang menyebutnya là cháng shù (pohon sosis).

Kegunaan dan Khasiat Bahan Obat

Wikipedia, mengutip dari studi AV Toruan-Purba (1999), Cassia L. in Padua, L.S., N. Bunyapraphatsara, & R.H.M.J. Lemmens (Eds.) “Plant Resources of South-East Asia 12(1) - Medicinal and poisonous plants 1: 181-85”, Prosea Foundation, Bogor, menyebutkan tengguli banyak ditanam karena kegunaannya dalam pengobatan, selain karena bunganya yang indah. Polong yang masak dan biji-bijinya digunakan sebagai obat urus-urus (laksativa). Begitu pula bunga, daun-daun dan kulit akarnya, meski dengan kekuatan yang lebih rendah.

Studi yang sama menyebutkan, air rebusan akar tengguli digunakan untuk membersihkan luka dan bisul. Di India dan di Jawa, pepagannya digunakan untuk mengatasi penyakit kulit, sementara di Filipina daun-daunnya dipakai untuk menyembuhkan sakit kulit akibat jamur. Di India, akarnya dipakai untuk mengobati demam. Tengguli juga digunakan di Panama untuk mengobati kencing manis.

Dalam pengobatan modern, daging buah tengguli yang kehitam-hitaman kadang kala dipakai sebagai laksativa menengah. Simplisia (bahan obat dasar) dari buah tengguli ini dikenal sebagai Fistulae Fructus (Buah Trengguli), menurut Wikipedia mengutip dari RB Sutrisno (1974) “Ihtisar Farmakognosi: 171, (Jakarta: Pharmascience Pacific), dan setidaknya pada masa lalu, dimasukkan sebagai salah satu simplisia yang wajib tersedia di apotek. Daging buah ini terutama mengandung hidroksimetil antrakinon, yang berkhasiat sebagai pencahar, dan juga gula, pektin, lendir, minyak atsiri yang berbau seperti madu.

Pepagan tengguli juga menghasilkan zat penyamak (tanin), yang dalam penggunaannya di perusahaan penyamakan kulit biasanya dicampur dengan pepagan pilang (Acacia leucophloea). Tanin dan bahan-bahan lain dari pepagan tengguli, menurut Wikipedi, mengutip studi K Heyne (1987), “Tumbuhan Berguna Indonesia II: 918-20”, Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta (versi berbahasa Belanda -1916- 2:244), dapat membentuk asam, sehingga dapat menyamak dengan cepat. Hasilnya adalah kulit dengan mutu yang baik berwarna kuning muda, sebagai bahan pembuatan sepatu, atau pakaian kuda.

Kadar tanin pada pepagan tengguli ini berkisar antara 12-18 persen, menurut Wikipedia, mengutip studi RHMJ Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (Eds.) (1999) “Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 3 - Tumbuh-tumbuhan penghasil pewarna dan tanin: 17”,  Balai Pustaka - Jakarta dan Prosea Indonesia – Bogor.

Tengguli juga menghasilkan kayu perkakas yang bermutu baik, awet dan kuat, meskipun jarang yang panjang ukurannya. Kayu ini padat, berat dan keras. Warnanya kuning pucat hingga kemerah-merahan pada yang tua, kayu terasnya kelabu kehitam-hitaman.

Disebutkan bahwa serat-serat kayu tengguli ini kasar atau agak kasar. Kekuatannya termasuk kelas kuat II dan kelas awet II, menurut studi K Heyne (1987) “Tumbuhan Berguna Indonesia II: 918-20”.

Patut disayangkan tanaman penghias jalan seperti tengguli, masih belum mendapatkan perhatian sepenuhnya dari ahli agronomi, khususnya ahli hortikultura, untuk pengembangannya, dan kalah populer dari tabebuya, si tanaman pendatang. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home