Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 17:44 WIB | Senin, 10 November 2014

The Brookings Institute: Visi Maritim Jokowi Belum Meyakinkan

Presiden Joko Widodo (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - The Brookings Institute, sebuah lembaga tanki pemikir yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat, menilai visi kemaritiman Presiden Joko Widodo yang ambisius, masih belum meyakinkan untuk dapat terwujud. Soalnya visi tersebut akan menghadapi tantangan yang besar, terstruktur dan berakar. Lembaga ini terutama mempertanyakan dukungan kelembagaan birokrasi, serta kapasitas menteri-menteri yang dia pilih untuk merealisasikan visi tersebut.

Melalui sebuah tulisan berjudul Indonesia as a Maritime Power: Jokowi's Vision, Strategies, and Obstacles Ahead yang disiapkan oleh dua penelitinya, Joseph Chinyong Liow dan Vibhanshu Shekhar, lembaga yang didirikan oleh Robert S. Brrokings tahun 1916 ini berpendapat visi kemaritiman Jokowi membutuhkan modernisasi Angkatan Laut secara besar-besaran. Modernisasi ini, lanjut artikel yang ditampilkan di laman resminya, www.brookings.edu, membutuhkan dukungan dan kemauan politik, dana yang besar serta juga teknologi know-how yang kuat. Disamping itu, diperlukan kesepakatan nasional, yang menyebabkan upaya merealisasikannya merupakan tugas raksasa bagi kabinet Jokowi.

The Brookings Institute mencatat bahwa untuk mewujudkan visi tersebut, Presiden Joko Widodo telah menunjuk seorang menteri koordinator maritim. Selain itu, yang diharapkan akan berperan penting dalam mewujudkan visi maritim tersebut adalah menteri luar negeri, menteri kelautan dan perikanan serta menteri pertahanan.

Namun, institusi ini menilai nama-nama yang dipilih Jokowi untuk mengisi posisi-posisi penting tersebut kurang dikenal dan masih dipertanyakan kapasitasnya. Sebagai contoh, Retno Lestari yang menjadi Menlu, sebagian besar pengalamannya adalah mengurus hubungan diplomatik dengan Eropa. "Demikian pula Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, Susi Pudjiastuti, adalah pengusaha dengan latar belakang industri penerbangan. Ia tidak memiliki pengalaman atau pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan agenda maritim yang digariskan oleh presiden," tutur artikel itu.

The Brookings Institute, lembaga swasta tertua di Amerika Serikat yang melakukan riset-riset terhadap kebijakan publik, juga mengingatkan bahwa pilihan Jokowi atas Riamizard Ryacudu sebagai menteri pertahanan patut diberi catatan. Menurut institusi itu, inilah untuk pertama kali dalam 15 tahun terakhir seorang purnawirawan TNI menjabat menteri pertahanan, setelah sebelumnya selalu dijabat orang sipil.

Menlu bersama menteri perikanan dan kelautan diharapkan dapat bekerjasama dengan menteri pertahanan dalam mewujudkan visi kemaritiman Jokowi. Namun, The Brookings Institute memperkirakan kerjasama itu  tidak mudah. Ryamizard diketahui adalah seorang tentara garis keras, yang diperkirakan akan berusaha melibatkan TNI lebih jauh dalam politik Luar Negeri RI. Mandatnya menjadi menteri datang bukan terutama dari Jokowi, melainkan dari kedekatannya dengan Megawati Soekarnoputri.

"Ryamizard kemungkinan akan mencoba untuk mengukir peran yang lebih menonjol untuk TNI dalam kebijakan luar negeri, yang belum tentu selaras dengan tujuan presiden (Jokowi)," demikian The Brookings.

Lima tahun pertama kepresidenan Jokowi, menurut lembaga ini, akan menjadi penting untuk pembentukan kerangka kebijakan yang diperlukan untuk mempercepat gagasan Indonesia sebagai kekuatan maritim. Setidaknya, menurut The Brookings Institute, ada empat elemen yang diperlukan. Pertama, cetak biru yang rinci, kedua, dukungan politik di dalam lembaga legislatif, ketiga, penciptaan infrastruktur domestik yang efisien untuk pengembangan dan produksi teknologi dan peralatan, dan keempat, citra internasional yang positif untuk investasi internasional.

"Saat ini, Jokowi tidak menikmati banyak dukungan politik di parlemen, disamping kemampuan teknologi produksi di Indonesia yang terbatas," lanjut studi itu. Oleh karena itu, The Brookings Institute menilai Jokowi masih harus menempuh perjuangan yang berat. "Jokowi masih harus bernegosiasi keras dengan pihak-pihak yang berpikir statis yang mendominasi pembentukan kebijakan politik dan pertahanan yang melingkarinya." Keterampilan politik dan diplomatik Jokowi akan diuji baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home