Tiong Emas, Peniru Ulung yang Terancam Punah
SATUHARAPAN.COM – Penangkapan dan kerusakan hutan menyebabkan tiong emas, burung sejenis jalak berwarna hitam berkilau dengan pial kuning di kepala ini, sulit ditemui di alam.
Berita terbaru Burung Indonesia, seperti dimuat di situs web burung.org 8 Januari 2016, menyebutkan konvensi internasional perdagangan jenis terancam punah (CITES) mencatat burung bernama latin Gracula religiosa ini marak diperdagangkan dalam jumlah besar di pasar domestik maupun internasional.
Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia, menggambarkan, salah satu jenis tiong emas yang banyak diburu di Indonesia adalah tiong emas dari Nias yang dikenal masyarakat dengan nama beo nias.
Dalam bahasa Inggris, burung ini disebut hill myna. Wikipedia menyebutkan asalnya dari Asia Selatan, dari India, Bangkadesh, Sri Lanka, dan Indonesia.
Di Indonesia, burung ini umum dijumpai di hutan dataran rendah Sumatera dan Kalimantan, termasuk pulau-pulau kecil di sekitarnya hingga ke Nusa Tenggara. Hutan di Pulau Jawa dan Bali dulu juga memiliki jenis ini dalam jumlah besar, namun maraknya penangkapan dan kerusakan hutan menyebabkan burung ini sulit ditemukan di alam.
Tiong emas digemari karena mampu menirukan suara manusia. Burung Indonesia menyebutkan rahasianya terletak pada syrinx-nya. Syrinx ini menyerupai tenggorokan manusia. Pada dinding syrinx terdapat tonjolan tulang rawan yang disebut labium eksternal. Salah satu labium eksternal tersebut bekerja mirip pita suara manusia dan bertanggung jawab dalam menyuplai energi penghasil suara.
Hasilnya, tiong emas mampu menghasilkan serangkaian nada-nada suara yang berbeda seperti suara peluit, jeritan, degukan, bahkan ratapan yang mengalun merdu dan terkadang terdengar seperti suara manusia. Setiap individu tiong emas memiliki tiga hingga 13 tipe suara.
Uniknya, populasi tiong emas yang berjarak 14-15 km tidak memiliki tipe suara yang mirip satu sama lain, artinya dalam rentang jarak tersebut populasi tiong emas tidak dapat saling menirukan suara panggilan yang diciptakan tetangganya.
Berbeda dengan srigunting batu (Dicrurus paradiseus) yang kerap menirukan suara jenis burung lain, tiong emas tidak melakukannya. Namun di penangkaran, tiong emas memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mempelajari dan menirukan suara, terutama suara manusia.
Kemampuan tiong emas yang mengagumkan itulah, menurut Jihad, yang menyebabkan banyak manusia memburunya.
Selain kerusakan habitat yang menurunkan populasi tiong emas di alam, penangkapan dan perburuan untuk diperdagangkan hingga ke pasar internasional tersebut menyebabkan populasinya cenderung menurun di seluruh rentang persebarannya.
Editor : Sotyati
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...