Transgender Nepal Dilarang Ikut Pemilu
KATHMANDU, SATUHARAPAN.COM - Sebagai seorang penari transgender Nepal yang berusia 20 tahunan, Nazia Shilalik mengatakan jenis kelaminnya membuatnya kehilangan pekerjaan, respek dan tidak lama lagi, dia yakin, akan kehilangan hak untuk memilih dalam pemilu mendatang.
Para transgender memiliki harapan tinggi enam tahun lalu ketika Mahkamah Agung Nepal mengakui kependudukan jenis kelamin ketiga itu – bagian dari penilaian yang membuat pemerintah harus menetapkan hukum untuk menjamin hak-hak semua orang-orang lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Namun saat ini perubahan-perubahan hak asasi yang ditunggu-tunggu oleh para transgender itu tampak sulit karena kurangnya dokumentasi yang membuktikan identitas mereka.
“Saya ingin ikut (pemilu), tapi saya tahu saya tidak akan mendapat kesempatan karena saya adalah seorang transgender,” kata Shilalik.
Walaupun ada aturan yang bersejarah itu, mayoritas kaum transgender di Nepal masih menunggu untuk mendapatkan dokumentasi penting yang secara resmi mengakui jenis kelamin ketiga mereka.
Sertifikat kependudukan, yang menjadi kartu tanda penduduk nasional, dibutuhkan untuk membuka rekening bank, jual beli properti, melamar pekerjaan dan mendapat sebuah paspor.
Namun presiden sebuah grup aktivis LGBT terkemuka di negara Himalaya itu memperkirakan bahwa hanya ada tiga dari 200.000 transgender Nepal yang berhasil mengubah identitas kependudukan mereka dari laki-laki/perempuan menjadi jenis kelamin ketiga – sebagian besar diakibatkan oleh petugas yang keras kepala dan memiliki prasangka.
Akibatnya ribuan transgender kehilangan haknya untuk mengikuti pemilu.
Shilalik memiliki pengalaman pahit atas upaya sebelumnya untuk berpartisipasi dalam demokrasi di Nepal lima tahun lalu.
Ketika Shilalik, yang mengatakan “orang-orang di jalan selalu mengolok-olok saya di jalan karena saya terlihat seperti seorang perempuan tapi terdengar seperti seorang laki-laki,” tiba di TPS di Kathmandu, dia memerhatikan ada dua antrean untuk laki-laki dan perempuan.
Tidak ada antrean untuk jenis kelamin ketiga.
“Saya mengantre di antrean untuk laki-laki, tapi mereka meminta saya keluar karena saya terlihat seperti perempuan. Ketika saya mengantre di tempat antrean perempuan mereka bilang saya tidak bisa ikut memilih,” katanya kepada AFP. (AFP/Ant)
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...