Loading...
RELIGI
Penulis: Melki Pangaribuan 14:55 WIB | Selasa, 27 September 2016

Uskup Suharyo Ajak Umat Lakukan Silih Ekologis

"Silih Ekologis", maksudnya menyisihkan uang untuk mengganti emisi karbon akibat perjalanan yang dilakukan, khususnya perjalanan dengan pesawat terbang.
Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Ignatius Suharyo. (Foto: youtube.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Ignatius Suharyo, mengajak segenap umat untuk melakukan "Silih Ekologis" dengan menyisihkan uang untuk mengganti emisi karbon akibat perjalanan yang dilakukan, khususnya perjalanan dengan pesawat terbang. 

Ajakan tersebut disampaikan Ignatius Suharyo dalam Surat Gembala Hari Pangan Sedunia 2016 bertajuk "Solidaritas Pangan di Tengah Perubahan Iklim, Wujud Nyata Kerahiman Allah", yang disampaikan juga sebagai pengganti khotbah pada Misa Sabtu/Minggu, 24/25 September 2016.  

Berikut ini Surat Gembala Hari Pangan Sedunia 2016 "Solidaritas Pangan di Tengah Perubahan Iklim, Wujud Nyata Kerahiman Allah". 

Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater, kaum muda remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus, 

Sebentar lagi kita memasuki bulan Oktober. Selain memperingati bulan Rosario pada bulan Oktober kita diajak untuk memperingati Hari Pangan Sedunia, tepatnya pada tanggal 16 Oktober. Dalam rangka itu, selama bulan Oktober ini kita diajak untuk membangun kesadaran dan melakukan gerakan solidaritas pangan untuk sesama kita yang membutuhkan. Gereja Katolik ikut memperingati Hari Pangan Sedunia karena gereja ingin terlibat dalam kecemasan dan keprihatinan dunia. Sehubungan dengan peringatan itu, mari kita merenungkan beberapa hal. 

Pada tahun 2013 Bapa Suci Fransiskus menulis menulis ensiklik berjudul Laudato Si'. Ensiklik ini berbicara tentang perlunya merawat bumi sebagai rumah kita bersama. Bapa Suci ingin menyampaikan keprihatinannya mengenai bumi dan alam ciptaan yang makin rusak sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan dunia. Banyak berita menampilkan dampak buruk pemanasan global, misalnya bahwa dari hari ke hari lapisan es di Kutub Utara mencair dengan kecepatan yang sangat luar biasa, sekitar 90 kilometer persegi atau hampir dua kali luas Jakarta Pusat setiap harinya. Permukaan air laut makin naik 4,4 milimeter  pertahunnya. Gelombang pasang makin besar. Kehidupan di pulau-pulau kecil terancam. Terjadi pula perubahan iklim di mana-mana. Akhir-akhir ini, kita mengalami hujan datang pada musim yang tidak seharusnya. 

Jatuhnya hujan dan datangnya panas yang tidak teratur paling berdampak bagi para petani dan nelayan. Musim sangat menentukan berhasil tidaknya kerja mereka. Bagi petani, ketidakteraturan musim mengganggu pola tanam, dan sekaligus mengganggu panennya. Bagi nelayan, ketidakteraturan musim membuat ketidakpastian keamanan melaut akibat gelombang. Memanasnya suhu air laut menyebabkan semakin langkanya persediaan makanan ikan, sehingga ikan-ikan berpindah ke tempat lain. 

Iklim yang tidak teratur ini tidak terjadi secara alamiah. Perubahan itu dipengaruhi oleh sikap dan perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, antara lain berupa perusakan hutan, pembakaran lahan, pertumbuhan industri yang tidak memperhatikan analisa dampak lingkungan, pemakaian bahan bakar fosil yang tidak terkendali. 

Kecerobohan dalam memanfaatkan sumber daya alam juga langsung berdampak pada orang miskin. Misalnya, menipisnya jumlah ikan akan merugikan nelayan kecil yang tak punya sarana untuk menggantikan sumber daya yang mereka miliki selama ini. Pencemaran air berdampak pada saudara-saudara kita yang tidak dapat membeli air bersih, dan naiknya permukaan laut terutama berakibat bagi masyarakat pesisir miskin yang tidak punya tempat lain untuk tinggal. 

Saudari-saudara terkasih, 

Bumi adalah rumah kita bersama. Dengan menjaganya, bumi akan menjamin pangan kita. Perubahan iklim dengan segala dampak negatifnya yang sekarang ini terjadi seharusnya mengingatkan kita agar kita bersikap adil. Salah satu prinsip keadilan adalah berlaku seimbang. Dalam usaha meneguhkan pentingnya keseimbangan dalam bertindak dan bersikap, kita mendapatkan inspirasi dari bacaan Kitab Suci yang kita dengarkan hari ini. Amos mengkritik cara hidup masyarakat agama pada zamannya: mereka merasa nyaman bila sudah melakukan ritual keagamaan, sementara mereka tidak peduli terhadap keadaan sekitar dan membiarkan ketidakadilan terjadi (Amsal 6:1a.-7). Kisah mengenai Lazarus juga dapat kita baca dengan kacamata keseimbangan ini. Seharusnya orang kaya yang diceritakan dalam kisah ini bersikap adil, hidup seimbang dengan makan secukupnya dan berbagi makanan dengan Lazarus (Lukas 16:19-31). 

Apa yang bisa kita buat? Lembaga pangan dunia (FAO, Food and Agriculture Organization) berharap bahwa setiap lembaga, organisasi dan perseorangan turut serta dalam gerakan mencegah akibat-akibat perubahan iklim seturut kemampuannya. Pemerintah diharapkan memberi perhatian terhadap upaya meningkatkan hasil-hasil pertanian untuk menyokong pemerataan kebutuhan pangan. Agar laju kerusakan lingkungan diperlambat, pemerintah diminta bersikap tegas terhadap pelaku industri yang merusak lingkungan hidup. 

Saudari-saudara terkasih, 

Kita pun dapat ikut serta mengurangi penyebab dan dampak perubahan iklim: mengurangi emisi karbon dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, ikut dalam gerakan "Silih Ekologis", maksudnya menyisihkan uang untuk mengganti emisi karbon akibat perjalanan yang dilakukan, khususnya perjalanan dengan pesawat terbang, dan memanfaatkan uang itu untuk memelihara bumi, mengurangi penggunaan kertas yang dibuat dari pohon, menghemat pemakaian listrik dengan mematikan lampu jika tidak digunakan, mengurangi penggunaan plastik kantong belanja dengan membawa tas atau kantong belanja sendiri, memilah-milah sampah dan menaruh sampah di tempat yang sudah disediakan. Tentu, masih ada banyak tindakan-tindakan praktis lain yang perlu kita pikirkan agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. 

Di dalam keluarga atau komunitas gerakan solidaritas perlu ditanamkan dan dikembangkan misalnya dengan cara makan secukupnya, tidak menyisakan atau membuang makanan. Masih terngiang di telinga kita pernyataan Bapak Paus Fransiskus bawah membuang makanan sama saja artinya dengan merampok makanan itu dari orang miskin. Berbagai usaha kecil yang sudah ada dan dapat terus dikembangkan dapat kita hayati sebagai wujud upaya kita mewartakan kerahiman Allah. Sambil mengenang peristiwa-peristiwa Rosario, bersama Bunda Maria, kita memohon agar belarasa kita terhadap sesama ditumbuhkan; agar sikap bersahabat dengan bumi dikuatkan; agar hati kita terus terus terusik untuk menjaga dan merawat lingkungan sekitar dari pencemaran dan kerusakan. Lingkungan adalah pinjaman yang diterima setiap generasi dan harus diteruskan kepada generasi berikutnya. 

Akhirnya, bersama-sama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para ibu, bapak, suster, bruder, frater, adik-adik kaum muda, remaja dan anak-anak semua yang dengan satu dan lain cara ikut terlibat dalam karya perutusan Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Melalui gerakan Hari Pangan Sedunia, kita diutus untuk berbagi kebaikan kepada sesama umat dan masyarakat luas. Sambil menimba kekuatan dari teladan Bunda Maria, kita berharap bahwa gerakan belarasa tetap berlanjut dan menjadi jati diri umat di Keuskupan Agung Jakarta yang kita cintai ini. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga-keluarga dan komunitas Anda. 

+Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta. 

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home