Usulan Palestina pada PBB: Israel Tinggalkan Gaza dan Tepi Barat dalam Enam Bulan
PBB, SATUHARAPAN.COM-Palestina telah mengedarkan rancangan resolusi PBB yang menuntut Israel untuk mengakhiri "kehadirannya yang melanggar hukum" di Gaza dan Tepi Barat dalam waktu enam bulan.
Resolusi Majelis Umum yang diusulkan, yang diperoleh oleh The Associated Press, mengikuti putusan pengadilan tinggi PBB pada bulan Juli yang mengatakan kehadiran Israel di wilayah Palestina adalah melanggar hukum dan harus diakhiri.
Dalam kecaman luas atas kekuasaan Israel atas tanah yang direbutnya 57 tahun lalu, Mahkamah Internasional mengatakan Israel tidak memiliki hak atas kedaulatan atas wilayah tersebut dan melanggar hukum internasional yang melarang perolehan tanah dengan paksa. Mahkamah juga mengatakan pembangunan permukiman Israel harus dihentikan.
Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, mengecam resolusi tersebut dan menyebutnya sebagai "hadiah untuk terorisme." Ia meminta agar resolusi tersebut ditolak.
"Perjelaslah: Tidak ada yang akan menghentikan Israel atau menghalanginya dari misinya untuk membawa pulang para sandera dan melenyapkan Hamas," katanya.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan kepada The Associated Press pada hari Senin (9/9) bahwa putusan Mahkamah Internasional "harus diterima dan harus dilaksanakan." Mengenai resolusi Majelis Umum, katanya, terserah kepada 193 negara anggota PBB untuk membuat keputusan.
Rancangan resolusi PBB muncul saat serangan militer Israel di Gaza memasuki bulan ke-11 setelah dipicu oleh serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada tanggal 7 Oktober dan saat kekerasan di Tepi Barat mencapai titik tertinggi baru.
Usulan tersebut, jika diadopsi oleh Majelis Umum yang beranggotakan 193 orang, tidak akan mengikat secara hukum tetapi tingkat dukungannya akan mencerminkan opini dunia. Tidak ada veto dalam majelis tersebut, tidak seperti di Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 orang.
Seorang diplomat dewan mengatakan Palestina mengincar pemungutan suara sebelum para pemimpin dunia di Majelis Umum memulai pertemuan tingkat tinggi tahunan mereka pada 22 September. Diplomat tersebut berbicara dengan syarat anonim karena pembahasan rancangan resolusi tersebut bersifat tertutup.
Usulan tersebut menuntut Israel untuk mematuhi hukum internasional, termasuk dengan segera menarik semua pasukan militer dari wilayah Palestina.
Rancangan resolusi tersebut tidak hanya menuntut diakhirinya semua aktivitas permukiman baru tetapi juga evakuasi semua pemukim dan pembongkaran tembok pemisah yang dibangun Israel di Tepi Barat.
Dan menyerukan agar semua warga Palestina yang mengungsi selama pendudukan Israel diizinkan "untuk kembali ke tempat tinggal asal mereka" dan agar Israel memberikan ganti rugi "atas kerusakan yang disebabkan" kepada semua orang di wilayah tersebut.
Israel menganggap Tepi Barat sebagai wilayah yang disengketakan, yang masa depannya harus diputuskan dalam negosiasi, sementara Israel telah memindahkan orang-orang ke sana di permukiman untuk memperkuat cengkeramannya.
Israel telah mencaplok Yerusalem timur dalam sebuah tindakan yang tidak diakui secara internasional. Israel menarik diri dari Gaza pada tahun 2005 tetapi tetap memblokade wilayah tersebut setelah Hamas mengambil alih kekuasaan pada tahun 2007.
Sejak serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 40.900 warga Palestina telah tewas di sana. Kementerian tersebut tidak membedakan antara pejuang dan warga sipil dalam penghitungannya. Perang tersebut telah menyebabkan kerusakan besar dan mengungsikan sekitar 90% dari populasi Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa, seringkali berkali-kali.
Sementara itu, kekerasan pemukim di Tepi Barat telah mencapai titik tertinggi baru, dan serangan militer Israel di kota-kota Tepi Barat telah semakin menghancurkan, menewaskan 692 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Serangan oleh militan Palestina terhadap warga Israel di wilayah tersebut juga meningkat.
Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem timur, dan Jalur Gaza dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Palestina menginginkan ketiga wilayah tersebut untuk negara merdeka. Masyarakat internasional umumnya menganggap ketiga wilayah tersebut sebagai wilayah pendudukan.
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mengatakan kepada Dewan Keamanan bulan lalu bahwa ia berencana untuk mengajukan resolusi Majelis Umum pada bulan September untuk mengabadikan putusan ICJ.
"Kami muak menunggu," katanya. "Waktu untuk menunggu sudah berakhir."
Resolusi yang diusulkan mencakup tuntutan lain, termasuk agar Israel bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional, sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab mempertahankan keberadaan Israel di wilayah tersebut, dan bagi negara-negara untuk menghentikan ekspor senjata ke Israel jika senjata tersebut dicurigai digunakan di wilayah tersebut. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Pancasila Jadi Penengah Konflik Intoleransi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Leonard Chrysostomos Epafras ...